SOLO, KOMPAS.com - Rina Iriani Sri Ratnaningsih tersenyum, tetapi tak bertahan lama. Setelah itu, dahinya berkerut dan tatapan matanya kian tajam.
Di satu sisi, ia mengaku senang angka pencalonan maupun keterpilihan perempuan dalam Pilkada di Solo Raya terus bertambah. Namun, Rina paham angkanya masih lebih rendah daripada laki-laki.
Dalam Pilkada terakhir di tujuh daerah di eks-Karesidenan Surakarta saja, empat di antaranya masih dimenangkan oleh calon bupati/wali kota laki-laki.
Bupati perempuan pertama di Solo Raya itu menyebut perbandingan jumlah kepala daerah perempuan dan laki-laki di lingkup nasional malah lebih membuatnya sedih lagi.
Ia pun mengungkapkan keheranan perempuan masih saja dianggap sebagai warga kelas dua di kancah perpolitikan.
Baca juga: Pilkada dan Keyakinan Perempuan Memimpin Daerah
“Kini padahal sudah ada beberapa bupati, wali kota, dan gubernur perempuan yang terbukti sukses memimpin. Tapi lihat, apakah jumlah perempuan yang maju dan menang Pilkada lalu naik siginifikan? Angkanya masih sangat timpang jika dibandingkan dengan laki-laki. Ini membuktikan masih adanya marginalisasi,” ungkap Rina, saat diwawancarai di Karanganyar pada Senin (6/5/2024).
Berdasarkan data yang dihimpun dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, persentase pencalonan maupun keterpilihan perempuan pada Pilkada 2017, 2018, dan 2020 memang meningkat secara nasional.
Meski begitu, angkanya tak sampai seperempat dari pencalonan dan keterpilihan laki-laki sebagai kepala daerah.
Pada Pilkada 2007, terdapat 7,26 persen perempuan calon kepala daerah, lalu pada 2018 naik menjadi 9 persen, dan pada Pilkada 2020 mencapai 10,73 persen.
Sementara untuk angka keterpilihan, pada Pilkada 2017, tercatat ada sebanyak 7,45 persen perempuan calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak. Kemudian, pada 2018 naik menjadi 8,77 persen dan pada Pilkada 2020 mencapai 11,02 persen.
Capaian di Pilkada 2020 juga terbilang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya di Pilkada 2015, yang tingkat keterpilihan calon perempuannya hanya menyentuh angka 8,16 persen.
Menurut Rina, terdapat banyak faktor yang jadi penyebab jumlah perempuan kepala daerah di Indonesia masih jauh lebih sedikit ketimbang laki-laki.
Beberapa di antaranya, yakni masih adanya anggapan perempuan tak pantas menjadi pemimpin, parpol belum ramah gender, dan perempuan seringkali memiliki akses lebih terbatas ke jaringan politik, finansial, maupun sumber daya lain yang penting untuk maju dalam kontestasi.