Ia pun bersyukur pada 2003 lalu berhasil menghadapi berbagai tantangan tersebut.
Rina merasa beruntung kala itu mempunyai secercah modal yang membuatnya yakin maju dan menang dalam Pilkada Karanganyar.
"Saya itu awalnya guru SD, punya relasi teman-teman sejawat. Saya juga ada sampingan kerjaan, saya dapat rezeki lalu saya banyak membantu anak-anak sekolah yang tidak bisa bayar kebutuhan sekolah sampai ke pelosok desa. Saya tentu ketika melakukan itu tidak punya tujuan jadi bupati. Tapi, kemudian ada dorongan dari luar dan saya juga ingin berdampak lebih luas, akhirnya yakin maju,” ungkap perempuan peraih gelar Doktoral Bidang Linguistik di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo itu.
Sebelum menjabat bupati, selain menjadi guru, Rina diketahui telah menekuni beragam usaha, seperti salon, penyelenggara kursus musik, kursus kecantikan, kursus senam, kursus tari, dan bisnis properti.
Ia pun memberikan pesan kepada para perempuan lain agar tidak takut maju dan berjuang dalam politik, termasuk bagi mereka yang tidak memiliki kekerabatan dengan pejabat lain atau petahana seperti dirinya.
Baca juga: Pilkada Solo, PKS Ajukan Nama Abdul Kadir Audah
Lagi pula, Rina berpendapat, mempunyai latar belakang kekerabatan tidak menjamin seorang perempuan akan menang Pilkada. Sebab, masih terdapat banyak tantangan lain yang mesti dihadapi perempuan.
Memiliki latar belakang kekerabatan sendiri dapat menjadi bumerang bagi perempuan karena bisa jadi dianggap tak memiliki otoritas dalam membuat kebijakan dan atau dinilai melakukan praktik nepotisme.
Rina pun sangat menentang anggapan soal perempuan tidak memiliki kemampuan atau tidak berkompeten di bidang politik dan cukup berperan saja di wilayah domestik.
Ia berpendapat, pemikiran itu bagian dari nilai-nilai lama yang sudah tidak relevan lagi diadopsi di era sekarang ini.
Rina menegaskan perempuan juga mampu mengambil peran sebagaimana laki-laki di bidang pemerintahan.
Bahkan, ketika diberi mandat menjadi pemimpin daerah, kata dia, komitmen perempuan cenderung lebih kuat daripada laki-laki untuk bekerja sesuai peraturan.
Ia juga percaya perempuan memiliki kepekaan dan ketelitian yang lebih baik dalam mengambil keputusan.
”Kalau tidak sesuai aturan, perempuan itu tidak mau. Sayangnya, perempuan seakan-akan dilemahkan, enggak bisa apa-apa. Jadi, tak usahlah takut terjun ke politik. Walaupun ibarat kata, mereka yang berkuasa berusaha memasukkan kita ke penjara, jangan takut asal kita memang benar. Di politik itu, golek jeneng, ojo golek jenang (carilah nama, jangan mengejar harta),” ucap perempuan 62 tahun itu.