Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Kematian Afif Maulana di Padang, Disiksa Polisi atau Loncat ke Sungai?

Kompas.com - 04/07/2024, 11:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Hasil penyelidikan polisi kembali menegaskan bahwa kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun di Padang, Sumatra Barat, diduga akibat meloncat ke sungai dan bukan disiksa oleh polisi.

LBH Padang menganggap pernyataan polisi ini terlalu tergesa-gesa dan makin menguatkan "kecurigaan" bahwa ada upaya menutup-nutupi kasus ini.

"Intinya kami tidak menerima 'penutupan' kasus tersebut," kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani, dalam keterangan tertulis kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (01/07).

"Dari awal kecurigaan kami akan ada upaya menutupi sudah terbukti," tambahnya.

Baca juga: Kapolda Sumbar dan Kasat Reskrim Polres Padang Dilaporkan ke Propam Terkait Kematian Afif

Seperti diketahui, seorang bocah berusia 13 tahun, Afif Maulana, ditemukan meninggal dunia pada 9 Juni lalu lalu di bawah Jembatan Kuranji, Kecamatan Kuranji, Kota Padang.

Polisi sejak awal berkukuh korban meninggal akibat jatuh ke sungai, sementara keluarga korban dan LBH Padang yakin sang anak meninggal akibat disiksa polisi.

Dihubungi secara terpisah, advokat publik di LBH Padang, Decthree Ranti Putri, mengatakan pihaknya tetap meyakini bahwa korban meninggal diduga karena disiksa anggota kepolisian.

"Kami juga sudah mengantongi setidaknya dua orang saksi yang melihat Afif dikerumuni kepolisian di dekat jembatan. Saksi kedua melihat korban berada di kantor polisi," kata Decthree kepada BBC News Indonesia, Senin (01/07) siang.

Dalam keterangannya kepada pers pada hari Minggu (30/06), Kapolda Sumatra Barat, Irjen Suharyono, mengatakan Afif Maulana meninggal dunia akibat melompat ke sungai dari ketinggian sekitar 12 meter.

Baca juga: Kasus Siswa SMP di Padang Meninggal Diduga Dianiaya Polisi, Ini Kata Komnas HAM dan LBH Padang

Suharyono mengeklaim hasil penyelidikan ini didasarkan keterangan saksi-saksi, hasil visum, serta autopsi atas korban.

Menurutnya, tim penyidik telah memeriksa setidaknya 49 orang saksi yang sebagian besar anggota polisi. Di antaranya ada seseorang yang diklaim polisi sebagai saksi kunci dan teman korban.

"Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan dinyatakan bahwa korban ini memang melompat dari atas Jembatan Kuranji," kata Suharyono.

Bagaimanapun, Direktur LBH Padang Indira Suryani mengatakan sikap polisi ini terlalu tergesa-gesa.

"Sikap tergesa-gesa penyidik sangat aneh bin ajaib," kata Indira.

Untuk itulah, pihaknya akan terus melakukan advokasi agar dilakukan penyelidikan independen atas kasus ini.

Salah-satu upayanya, menurut advokat publik di LBH Padang, Decthree Ranti Putri, pihaknya telah mendesak Komnas HAM agar mengusutnya secara mandiri.

Pada Senin (01/7), keluarga Afif Maulana telah mendatangi Komnas HAM di Jakarta.

Baca juga: 6 Saksi Kasus Kematian Siswa SMP di Padang Minta Perlindungan LPSK

Benarkah korban meloncat ke sungai?

Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat.DOK. LBH PADANG via BBC Indonesia Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat.
Polisi mengeklaim mereka memiliki bukti bahwa korban meninggal dunia setelah meloncat ke sungai dari ketinggian sekitar 12 meter.

Kapolda Sumbar, Irjen Suharyono, mengatakan bukti itu adalah keterangan seseorang yang disebut polisi sebagai teman korban berinisial A.

"Kami sudah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan dinyatakan bahwa korban ini memang melompat dari atas Jembatan Kuranji," katanya dalam jumpa pers di Padang, Minggu (30/06).

Aparat polisi, menurutnya, sedang berusaha membubarkan tawuran saat mereka melihat Afif Maulana dan A naik motor.

Polisi mengeklaim keduanya terlibat dalam tawuran itu, walaupun keluarga korban dalam keterangan sebelumnya telah membantahnya.

Suharyono mengaku petugasnya menendang motor yang dikendarai korban dan A. Mereka kemudian disebutkan terjatuh di jalan raya.

Baca juga: LBH Padang Duga Ada Obstruction of Justice dalam Kasus Kematian Afif Maulana

Keterangan saksi A kepada polisi, demikian klaim Suharyono, mengaku diajak oleh Afif untuk loncat dari jembatan. Belakangan terbukti A menolak ikut meloncat, kata polisi.

Suharyono tidak menjelaskan apakah ada saksi yang melihat langsung terhadap apa yang diklaimnya bahwa Afif meloncat ke sungai.

Inilah yang kemudian diprotes LBH Padang melalui advokat publik, Decthree Ranti Putri.

Dia menganggap kesimpulan polisi bahwa korban meninggal lantaran meloncat ke sungai hanya bersandar kepada hasil visum dan outopsi semata "tidaklah etis dan tidak bermoral".

"Hasil keterangan dokter forensik bahwa korban terjatuh, tergelincir, terus kenapa hanya dengan keterangan seperti itu mendisclaimer bahwa korban tidak dibunuh?" ujar Ranti Putri kepada wartawan di Padang, Halbert Chaniago, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Senin (01/07) .

Sebelumnya, Suharyono membeberkan apa yang disebutnya sebagai hasil visum dan outopsi terhadap jenazah Afif yang ditemukan di bawah Jembatan Kuranji.

Baca juga: LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

Dari visum luar yang dilakukan, menurutnya, terlihat luka goresan-goresan.

"Luka goresan ini kemungkinan karena terjatuh dari sepeda motor saat ditendang personel itu dan juga luka akibat melompat dari atas jembatan," katanya.

Selain luka goresan, pernyataan dari dokter forensik juga menyatakan adanya patah tulang, katanya.

"Ada patah tulang pada tulang punggung nomor satu sampai enam enam sentimeter yang mengakibatkan luka pada paru-paru sepanjang 11 sentimeter," lanjutnya.

Menurut Suharyono, patah tulang dan luka robek di paru-paru tersebut diduga penyebab kematian korban.

LBH Padang tidak dapat menerima keterangan Kapolda Sumbar ini. Decthree Ranti Putri mengatakan, pihaknya tetap meyakini bahwa korban meninggal diduga karena disiksa anggota kepolisian.

"Kami juga sudah mengantongi setidaknya dua orang saksi yang melihat Afif dikerumuni kepolisian di dekat jembatan. Saksi kedua melihat korban berada di kantor polisi," kata Ranti kepada wartawan Halbert Chaniago kepada BBC News Indonesia, Senin (01/07) siang.

Baca juga: Polda Sumbar Lanjutkan Penyelidikan Kematian Siswa SMP di Padang

Alasan lain yang membuat keluarga meyakini Afif meninggal karena diduga disika polisi, menurutnya, luka lebam di sekujur tubuh korban. "Ini luka-luka yang tidak wajar," katanya.

Suharyono menepis adanya pernyataan yang menyatakan bahwa Afif Maulana disiksa oleh personel Kepolisian saat diamankan di atas Jembatan Kuranji.

"Untuk menganiayaan di atas Jembatan Kuranji itu tidak ada. Yang dikerumuni dan diamankan oleh polisi saat di atas Jembatan Kuranji itu hanya [saksi] A, Afif Maulana tidak ada," katanya.

Mengapa CCTV di markas polsek tak bisa diakses?

Anggun Anggriani (32), ibu almarhum Afif Maulana (13), menunjukkan foto anaknya sambil menahan tangis di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (24/6/2024).KOMPAS/YOLA SASTRA Anggun Anggriani (32), ibu almarhum Afif Maulana (13), menunjukkan foto anaknya sambil menahan tangis di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Senin (24/6/2024).
Tentang kamera tersembunyi (CCTV) di Markas Polsek Kuranji di Kota Padang "yang tidak diakses", Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengeklaim itu lantaran "memori CCTV yang terbatas".

Rekaman CCTV ini menjadi penting karena bisa dijadikan alat bukti apakah korban Afif berada di sana, seperti diklaim seorang saksi kepada LBH Padang.

Suharyono mengeklaim rekaman pada tanggal 9 Juni 2024 tidak lagi menyimpan kejadian pada tanggal 9 Juni tersebut.

Menurutnya, rekaman kejadian pada tanggal 9 Juni tersebut tidak lagi bisa diakses karena penyimpanan memori CCTV yang terbatas.

"Untuk memori penyimpanan CCTV di Mapolsek itu hanya sebesar 1 TB dan itu hanya bisa menyimpan rekaman selama 11 hari atau paling lama dua minggu," katanya.

Baca juga: Tewasnya Afif Maulana di Padang Menambah Panjang Catatan Kekerasan oleh Polisi

Ia mengeklaim bahwa pemeriksaan CCTV Polsek Kuranji dilakukan pada tanggal 23 Juni 2024 dan tidak lagi ditemukan adanya rekaman pada tanggal 9 Juni tersebut.

"Rekaman terakhir yang ditemukan oleh tim IT saat pengecekan CCTV hanya pada tanggal 13, yaitu 4 hari setelah kejadian. Sementara untuk rekaman tanggal 9 itu sudah terhimpit oleh rekaman yang baru," katanya.

Ia menepis pernyataan bahwa CCTV Polsek Kuranji rusak dan tidak bisa diakses sama sekali, sehingga ada tudingan polisi berupaya menghilangkan bukti.

Keterangan Suharyono tentang CCTV di Polsek Kuranji ini pula yang dipertanyakan advokat publik di LBH Padang, Decthree Ranti Putri.

"Kita menduga rekaman CCTV itu ditiadakan [oleh polisi]," kata Ranti.

"Sehingga polisi tidak mau mengungkapkan karena dia tahu siapa pelakunya," tambahnya.

Baca juga: Penjelasan Polisi soal Hilangnya Rekaman CCTV Kematian Siswa SMP di Padang

Kejanggalan kematian Afif Maulana

KontraS dan LBH Padang melaporkan Kapolda Sumbar Irjen Suharyono ke Divisi Propam Polri, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/7/2024). KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA KontraS dan LBH Padang melaporkan Kapolda Sumbar Irjen Suharyono ke Divisi Propam Polri, Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Sebelumnya, kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun di Padang, Sumatra Barat telah membetot perhatian publik, termasuk sejumlah lembaga negara.

Kepolisian membantah Afif disiksa anggota polisi sebelum meninggal di tengah pemeriksaan 39 personil yang terlibat dalam insiden pembubaran tawuran. Namun, hal ini bertolak belakang dari sikap tim advokat LBH Padang dan pihak keluarga korban yang meyakini Afif mengalami penyiksaan sebelum meninggal.

Dalam keterangan terbaru, Kamis (27/06) kepolisian Sumatra Barat melaporkan sebanyak 17 anggota polisi diduga terbukti melanggar prosedur standar operasi atau SOP dalam penangkapan belasan anak dan pemuda dalam insiden pembubaran tawuran.

KontraS mencatat kasus kekerasan dan penyiksaan oleh anggota polisi tidak bergeming dalam tiga tahun terakhir, mencapai 600-an kasus. Menurut mereka, hal ini dikarenakan budaya kekerasan di kepolisian termanifestasi dalam tugas-tugas polisi di lapangan, termasuk pengawasan yang lemah.

Baca juga: Kapolri: Pengawas Eksternal Juga Monitor Penanganan Kasus Dugaan Penganiayaan AM di Padang

Kasus dugaan penyiksaan oleh anggota polisi yang berulang juga telah mendorong wacana menempelkan kamera pada personil kepolisian saat menjalani tugas.

Kapolda Sumatra Barat, Suharyono mengatakan 17 anggotanya diduga terbukti melanggar prosedur standar operasi atau SOP dalam insiden pencegahan tawuran di Padang, Minggu dini hari (09/06).

"Sebanyak 17 anggota (polda) diduga terbukti memenuhi unsur. Kami sedang mencari obyeknya. Kalau anggotanya dan apa yang dilakukannya, sudah saya sampaikan, ancaman hukumannya sudah ada,” kata Suharyono, Kamis (27/06).

Ia menambahkan, proses hukum terhadap 17 anggota polisi sedang dalam pemberkasan, termasuk memastikan tindakan mereka saat memeriksa 18 anak dan pemuda di Polsek Kuranji pada Minggu (09/06).

Namun, Suharyono tidak menjelaskan rinci bentuk pelanggaran yang dilakukan belasan anak buahnya itu terhadap 18 anak dan pemuda yang ditangkap. Ia hanya menyebut 17 anak buahnya melanggar kode etik atau tidak sesuai SOP dalam mengamankan dan melakukan pemeriksaan.

"Kami sudah umumkan 17 anggota kami akan disidangkan, apakah nanti sidang komisi kode etik atau pidana, nanti kelanjutannya," katanya.

Baca juga: Polisi Tutup Kasus Kematian Siswa SMP Padang, LBH: Kok Tergesa-gesa?

Salah satu foto yang ditunjukkan LBH Padang pada korban saksi yang diduga menerima penyiksaan oleh anggota polisi.DOK. LBH PADANG via BBC Indonesia Salah satu foto yang ditunjukkan LBH Padang pada korban saksi yang diduga menerima penyiksaan oleh anggota polisi.
Dalam keterangan yang sama, Suharyono juga mengklaim tidak ada nama Afif Maulana dari 18 anak dan pemuda yang ditangkap.

Anggun Anggraini, 32 tahun, tak kuasa menahan bulir air mata saat foto jenazah putranya ditampilkan dalam konferensi pers yang diselenggarakan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Senin (24/06).

Dari foto yang ditampilkan, terdapat luka lebam di hampir sekujur tubuh putra sulungnya, Afif Maulana, 13 tahun. Luka yang merah membiru itu terdapat di bagian punggung dan rusuk kiri bagian belakang. Bagian depan jenazah juga terdapat lebam yang sama pada perut bagian kiri dan tulang rusuk.

“Dekat perut yang hijau. Kayak jejak sepatu. Jejak sepatu ditendang. Terus tangan ini kan di sini habis kena kayak pukul… Terus ada di bagian belakang sini. Itu menguatkan keluarga bahwa ada tindak penyiksaan,“ kata Anggun kepada wartawan Halbert Chaniago yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga: Kapolri Terjunkan Propam dan Itwasum Cek Penyidikan Kasus Kematian Siswa SMP di Padang

Ibu dua anak ini juga tidak terima anaknya yang “masih lugu” disebut akan ikut tawuran.

“Anak Anggun sekecil itu nggak mungkin dia tawuran. Dia saja pulang sekolah di rumah. Lebih banyak dia di kamar,” ucap Anggun sambil berusaha menahan air matanya.

Konferensi pers yang diselenggarakan LBH Padang ini sebagai respons pernyataan kepolisian Sumatra Barat. Pihak Polda Sumbar menyebut tidak ada saksi mata yang melihat Afif disiksa oleh anggota polisi, serta kemungkinan Afif melompat dari jembatan.

“Ingat Polda Sumbar, di tubuh Afif itu ada kekerasan. Ada kekerasan. Itu tidak bisa dibohongi. Di situ ada kekerasan dan Anda harus cari. Penyidik, Anda harus cari siapa, apa yang menyebabkan kekerasan itu muncul di tubuh anak kami, Afif Maulana,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani dengan suara bergetar.

Indira meyakini beberapa luka di tubuh Afif merupakan “fakta meyakinkan” bukti terjadi penyiksaan.

Selain itu, LBH Padang juga mengklaim telah mendengarkan kesaksian dari tujuh korban lainnya (lima berstatus anak dan dua berusia 18 tahun) yang ditangkap polisi pada hari kejadian.

Baca juga: Keluarga Sebut Belum Terima Hasil Otopsi Siswa SMP yang Tewas di Padang

Dari keterangan mereka, Indira mengatakan anggota polisi diduga melakukan penyiksaan dengan berbagai cara termasuk mencambuk, menyetrum, memukul dengan rotan, sampai menyundut rokok kepada korban saksi.

BBC News Indonesia juga melihat foto-foto bagian tubuh korban-korban saksi yang ditampilkan oleh LBH Padang. Dari foto tersebut terdapat bekas luka yang diduga terkena sabetan keras, sundutan rokok berkali-kali, dan luka di lutut karena diduga terjatuh dari motor.

“Yang berikutnya, justru yang mungkin menguatkan (keyakinan) kami, respons Polda yang kemudian menurut kami kontraproduktif dan memburu orang-orang yang memviralkan, itu menjadi sebuah pertanyaan bagi kami. Semakin menguatkan kami bahwa ada sesuatu yang sangat salah di situ,” tambah Indira.

Hal ini merujuk pada pernyataan Kapolda Sumbar, Suharyono yang mengatakan akan memburu pihak-pihak yang memviralkan kematian Afif Maulana karena dugaan disiksa polisi.

Selain itu, kejanggalan lain yang ditemukan LBH Padang adalah ketika pihak keluarga tidak diizinkan untuk mengikuti pemeriksaan jasad korban, serta CCTV di dekat lokasi kejadian dilaporkan tidak berfungsi.

“Semoga justice for Afif benar-benar terwujud di Indonesia ini,” kata Indira.

"Jatuh dari jembatan, luka lecet-lecet"

Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat.DOK. LBH PADANG via BBC Indonesia Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat.
Di sisi lain, Kepala divisi humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengeklaim bahwa Afif terjatuh dari jembatan saat pencegahan tawuran terjadi. Luka yang ada pada tubuhnya disebut sebagai “lecet-lecet”.

“Ya itu luka-lukanya itu lecet-lecet. Kemungkinan dia waktu terjatuh di bawah itu kan, kan kita nggak tahu. Apakah korban ini jatuhnya langsung meninggal, apa langsung merayap-merayap, minta tolong. Kan kita nggak tahu,” katanya.

Dwi Sulistyawan menambahkan, Afif tidak ditangkap polisi. "Yang lain diamankan cuma 18 dari kurang lebih 40 orang. Jadi kejadiannya cepat,” katanya.

Saat dikonfirmasi terkait dengan tujuh saksi yang memberi laporan pada LBH Padang mengenai dugaan penyiksaan selama proses penahanan, Dwi Sulistyawan mengatakan belum menemukan indikasinya.

Dwi menambahkan, sejauh ini divisi profesi dan pengamanan (propam) masih memeriksa 39 anggota polisi yang diduga terlibat dalam insiden ini. "39, ya masih diperiksa,” katanya.

Baca juga: Kapolda Sumbar Ungkap Penyebab CCTV Kasus Tewasnya Siswa SMP di Padang Terhapus

Bagiamana kronologi versi LBH Padang?

Minggu, 09 Juni 2024

Pukul 04.00 WIB – Afif sedang berboncengan sepeda motor dengan rekannya berinsial A, menuju utara.

Afif dan rekannya ditendang anggota Sabhara Polda Sumbar menggunakan motor dinas berjenis KLX. Saat terpelanting, Afif berjarak dua meter dengan rekannya A.

Korban A sempat melihat Afif berdiri dan dikelilingi anggota polisi yang memegang rotan. Hingga saat itu, korban A tidak pernah lagi melihat Afif.

Pukul 10.00 WIB – A dan korban-korban lainnya dibolehkan pulang ke rumah masing-masing dari Polda Sumbar, dengan perjanjian tidak melakukan kesalahan yang sama (berdasarkan keterangan polisi diduga mereka yang ditangkap karena merencanakan tawuran).

Pukul 11.55 WIB – Warga menemukan mayat di bawah jembatan aliran Batang Kuranji, Jalan By Pass KM 9, Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Mayat tersebut diidentifikasi sebagai Afif Maulana. Dari jenazahnya terdapat sejumlah luka.

Jenazah Afif dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk dilakukan pemeriksaan.

Baca juga: Perjalanan Kasus Siswa SMP Meninggal di Padang, Sempat Diduga Dianiaya Polisi, Kini Disebut Patah Tulang

Senin, 10 Juni 2024

Keluarga korban menerima salinan sertifikat kematian Nomor: SK/34/VI/2024/ dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar. Namun, pemeriksaan jenazah belum menentukan kematian tidak wajar yang dialami Afif.

Di sisi lain, keluarga korban mendapatkan informasi dari seorang anggota Polres Kota Padang, bahwa korban Afif meninggal akibat tulang rusuk patah enam buah dan robek dibagian paru-paru 11 sentimeter. Orang tua Afif membuat laporan polisi ke Polresta Padang dengan Nomor: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATERA BARAT.

Temuan lain LBH Padang

  • Polisi juga diduga menyiksa lima anak dan dua orang dewasa (berumur 18 tahun) yang menyebabkan luka-luka. Mereka mendapatkan penyiksaan berupa dicambuk, disetrum, dipukul dengan rotan, diseruduk motor, serta mendapatkan sulutan rokok di tubuh korban. “Bahkan ada keterangan yang kami dapatkan, adanya kekerasan seksual berupa memaksa ciuman sejenis,” kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani dalam keterangannya.
  • Selama proses penahanan di Polsek Kuranji, A mengaku ditendang dua kali di bagian muka, di sentrum serta diancam apabila melaporkan kejadian yang dialami maka akan ditindaklanjuti.
  • Saat A dan korban-korban lainnya dibawa ke Polda Sumbar, mereka disuruh jalan jongkok dan berguling-guling sampai muntah, kalau belum muntah belum boleh berhenti.

Baca juga: Kasus Siswa SMP Padang Tewas Ditutup, Polisi Bilang Tak Ada Rekaman Kamera CCTV di Mapolsek

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warga Bandung Antusias Ikuti Pawai Obor Sambut Tahun Baru Islam

Warga Bandung Antusias Ikuti Pawai Obor Sambut Tahun Baru Islam

Regional
Pulau Setan di Kawasan Mandeh, Tempat Wisatawan Mencari Ketenangan

Pulau Setan di Kawasan Mandeh, Tempat Wisatawan Mencari Ketenangan

Regional
Melihat Tradisi Oncor-Oncoran di Malam Tahun Baru Islam di Banyuwangi

Melihat Tradisi Oncor-Oncoran di Malam Tahun Baru Islam di Banyuwangi

Regional
Bupati Banyuwangi Dorong Petani Pakai Pupuk Organik

Bupati Banyuwangi Dorong Petani Pakai Pupuk Organik

Regional
Disidik, Dugaan Pungutan Liar Dana BOS SD/SMP di Majene

Disidik, Dugaan Pungutan Liar Dana BOS SD/SMP di Majene

Regional
Pengidap HIV di Aceh Utara Terus Bertambah, Kini Ada 187 Orang

Pengidap HIV di Aceh Utara Terus Bertambah, Kini Ada 187 Orang

Regional
7 Hari Dicari Hanya Perahu yang Pulang, 1 Nelayan Babel Hilang

7 Hari Dicari Hanya Perahu yang Pulang, 1 Nelayan Babel Hilang

Regional
Kronologi Warga Tewas Tertembak Anggota DPRD Lampung Tengah, Berawal dari Tradisi Pernikahan

Kronologi Warga Tewas Tertembak Anggota DPRD Lampung Tengah, Berawal dari Tradisi Pernikahan

Regional
Sosok Lugu Itu Jadi Pelaku Pembunuhan Sadis Penagih Utang di Sumbar...

Sosok Lugu Itu Jadi Pelaku Pembunuhan Sadis Penagih Utang di Sumbar...

Regional
4 Pelaku Pengeroyokan Pelajar di Palopo Dibekuk, 3 Masih di Bawah Umur

4 Pelaku Pengeroyokan Pelajar di Palopo Dibekuk, 3 Masih di Bawah Umur

Regional
Buronan Perusak Cagar Alam Faruhumpenai di Luwu Timur, Ditangkap

Buronan Perusak Cagar Alam Faruhumpenai di Luwu Timur, Ditangkap

Regional
Polisi Sebut Istri Bos Distro “Anti Mahal” Tak Terlibat Pembunuhan

Polisi Sebut Istri Bos Distro “Anti Mahal” Tak Terlibat Pembunuhan

Regional
Warga Tewas Tertembak Anggota DPRD Saat Tradisi Lepas Tembakan di Pernikahan

Warga Tewas Tertembak Anggota DPRD Saat Tradisi Lepas Tembakan di Pernikahan

Regional
Sosok Suami Istri di Sumbar yang Bunuh Penagih Utang, Tinggal di Rumah Beratap Terpal Berdinding Papan

Sosok Suami Istri di Sumbar yang Bunuh Penagih Utang, Tinggal di Rumah Beratap Terpal Berdinding Papan

Regional
Mobil Dinas Gibran Ditinggal Lagi, Kini di Festival Kuliner Non-halal Solo

Mobil Dinas Gibran Ditinggal Lagi, Kini di Festival Kuliner Non-halal Solo

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com