Sebelum pemerintah memukimkan, mereka memiliki perahu yang berfungsi sebagai rumah.
Berbulan-bulan mereka mencari ikan dan teripang di laut.
Seluruh aktivitas kehidupan hanya dilakukan di atas perahu mungil yang didesain sebagai rumah tinggal, memiliki atas dan perlengkapan masak di dalamnya, meski sangat sederhana.
“Leluhur kami menginjak daratan hanya saat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha, selebihnya mereka mengelana di atas laut,” ujar Latif.
Baca juga: Hutan Mangrove Penolong Nelayan Suku Bajau Saat Musim Angin Barat
Ungkapan hati pada keluarga atau kekasih sering terucap pada nyanyian mereka, rindu dalam kesepian di tengah samudra raya menghasilkan syair-syair yang menyayat hati.
Namun takdir menjadi manusia Bajau tetap dijalani dalam kesunyian.
Dari Desa Torosiaje Jaya yang berada di daratan, lamat-lamat terdengar syair Bajau yang dinyayikan tanpa iringan alat musik.
Daya subbatang di billa ka santang
Paboko kami ka lana aloang
Kalau intangku pasang lakuku boe mataku alo-aloang
Sikakatumppa sikakalopa
Paboko kami kasapa Aloang
Kalau intangku pasannu iru boe mataku alo- aloang
Suara serak kering menyayat ini berasal dari mulut Umar Pasandre di tengah malam.
Umar yang dikenal sebagai nelayan penjaga hutan mangrove di tiga desa Bajau serumpun ini mendendangkan kisah pemuda yang pergi melaut berbekal ikan cakalang asap yang disantani menuju gugusan karang di Aloang (sebuah tempat di Teluk Tomini).
Pemuda ini selalu teringat pesan kekasih hatinya yang berada di kampung, hatinya tersayat-sayat bercucuran air matanya.
“Kami selalu rindu kehidupan leluhur kami yang menjelajah lautan, tabah menghadapi cobaan dan tangguh menjalani kehidupan,” ujar Umar Pasandre.
Baca juga: Tiga Desa Suku Bajau Bersepakat Jaga 124 Hektar Hutan Bakau
Umar mengaku zaman tidak bisa diputar, tapi kehidupan masa lalu leluhurnya masih bisa dihadirkan di desanya.
Dia bermimpi mendirikan pusat informasi suku Bajau untuk menyajikan barang dan peralatan leluhurnya sebagai artefak kehidupan yang dapat dilihat dan dipelajari oleh kaum muda.
“Kami berharap dapat menghadirkan rumah adat Bajau aslinya. Termasuk dokumentasi tradisi lisan yang pernah dimiliki leluhur kami,” ujarnya lirih.