Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rindu Dendang Suku Bajau di Teluk Tomini

Kompas.com - 01/10/2020, 11:33 WIB
Rosyid A Azhar ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Pantun atau ungkapan lama ini sudah mulai dilupakan generasi mudanya, tidak banyak yang diketahui oleh anak muda Bajau.

Melalui tradisi lisan ini, suasana sosial dan ruang batin mereka dapat dipahami.

“Nenek moyang kami datang dari selatan sebelum menetap di desa ini. Dulu mereka meminta izin untuk membuat rumah di toro (tanjung) si Aje. Aje ini adalah nama seseorang yang telah lama menetap di sini. Ketika perkampungan di atas air ini berkembang, maka orang mengenal sebagai Desa Torosiaje,” ujar Sansang Pasandre.

Menurut Sansang Pasandre, Desa Torosiaje ini mulai dihuni masyarakat Bajau sejak awal 1900.

Mereka membangun rumah kayu dari pohon bakau yang banyak tumbuh di pesisir selatan Kecamatan Popayato.

Baca juga: Tak Punya Ladang, Suku Bajau Torosiaje Berlatih Sistem Tanam Hidroponik

Jarak antar rumah agak berjauhan sehingga jika berinteraksi dengan tetangga mereka harus naik perahu.

Desa Torosiaje sejak lama dikenal sebagai perkampungan nelayan yang berada di atas permukaan laut.

Masyarakat Bajau di desa ini membangun rumahnya dengan tiangt-tiang kayu di atas karang atol.

Pola persebaran rumah di perkampungan ini menyerupai jepit kepiting.

Kanan kirinya berupa deretan rumah-rumah panggung yang saling terhubung dengan koridor kayu yang berfungsi sebagai jalan.

Di antara deretan rumah memanjang ini, terdapat ruang luas yang dibiarkan sebagai lalu lintas perahu dan gerbang menuju laut Teluk Tomini yang biru.

Di ruang tengah ini terdapat bendera putih yang berkibar sepanjang tahun. Bendera yang memiliki arti khusus bagi suku Bajau.

Baca juga: Film Dokumenter The Call From the Sea Ungkap Masalah Laut dan Suku Bajau

Untuk bisa sampai di Desa Torosiaje ini, pengunjung harus menyeberangi laut dari dermaga daratan Pulau Sulawesi.

Di dermaga ini para ojek motor menanti penumpang yang akan ke Desa Torosiaje, cukup membayar Rp 5.000 untuk mengantarkan pengunjung ke desa eksotik di tengah laut ini.

Latif (64), warga Bajau yang tinggal di darat menuturkan, leluhur mereka adalah pengelana lautan sejati.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com