Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Mangrove Penolong Nelayan Suku Bajau Saat Musim Angin Barat

Kompas.com - 01/01/2019, 07:07 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.comHutan mangrove seluas 124 hektar menjadi alternatif mencari ikan bagi masyarakat nelayan Suku Bajau serumpun Kecamatan Popayato, Kabupaten Gorontalo.

D lokasi ini mereka bisa mendapat hasil tangkapan ikan yang berlimpah, menggantikan lokasi tangkap yang biasanya di tengah perairan Teluk Tomini.

Sejak pertengahan November hingga saat ini para nelayan kesulitan mencari ikan. Pasalnya musim angin barat yang kencang membuat laut tidak bersahabat dan nelayan pun kesulitan menangkap ikan.

“Kondisi cuaca saat ini paling parah selama beberapa tahun terakhir,” kata Umar Pasandre, tokoh masyarakat Bajau, Senin (31/12/2018).

Baca juga: Tiga Desa Suku Bajau Bersepakat Jaga 124 Hektar Hutan Bakau

Sejak 3 tahun terakhir, kondisi cuaca ekstrem yang melanda tidak separah angin barat tahun ini. Kejadian ini akan dicatat sebagai kejadian penting dalam kalender musim Suku Bajau Torosiaje.

Dia memperkirakan, kondisi ini akan masih berlangsung hingga pertengahan Februari 2019.

Akibatnya, nelayan pemukat dalam, pemancing, kegiatan di rumpon, pemanah ikan, pencari gurita dan tangkapan lainnya tida lagi bisa berharap di peraiaran Teluk Tomini ini.

Pekerjaan sampingan sebagian warga menanami jagung di 2 pulau kecil di depan permukiman mereka tidak bisa juga diharapkan. Angin dan suhu panas yang tinggi membuat tanaman jagung mereka mengering sebelum besar.

“Panas sangat tinggi, jagung yang ditanam pun mengering,” ujar Umar Pasandre.

Masyarakat juga mencemaskan naiknya permukaan air laut seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Di permukiman sebelah  barat sangat mengkhawatirkan datangnya angin kencang yang terjadi siang malam.

Penggiat lingkungan, Sugeng Sutrisno mengatakan, pencarian ikan di sekitar hutan mangrove yang dikelola masyarakat Bajau ini merupakan ketahanan (resilience) dan adaptasi masyarakat Suku Bajau dalam membangun daya tahan hidupnya.

“Adaptasi nelayan Bajau ini juga bagian dari proses alam mencari dan mengembalikan keseimbangan. Jeda aktivitas nelayan melaut, memberi kesempatan kepada biota dan habitat memulihkan diri,” jelas Sugeng Sutrisno.

Kompas TV Tujuh hari terdampar di Pulau Panjang Selat Banten, seorang nelayan asal Rajabasa Lampung dievakuasi dalam keadaan selamat. Korban bertahan hidup dengan memakan biji-bijian dan makanan yang ditemukan terapung di tepi pantai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com