Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karhutla Sumsel 2019: "Luka" Lama yang Kembali Terulang, Salah Siapa?

Kompas.com - 19/12/2019, 07:30 WIB
Aji YK Putra,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PALEMBANG, KOMPAS.com - Mulai September 2019, Sumatera Selatan (Sumsel) kembali diselimuti kabut asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di sejumlah wilayah yang terkenal dengan sebutan "Bumi Sriwijaya" itu.

Dari peristiwa tersebut, Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumsel, menjadi kota yang paling besar terkena dampak akibat kebakaran hutan dan lahan.

Bahkan, kualitas udara di kota itu berulang kali berada pada level berbahaya.

Salah siapa jika karhutla jadi momok mengerikan warga Sumsel, terutama warga Palembang? 

Berikut kilas balik berita seputar karhutla di Sumsel, cara penanganan, dampak hingga pihak-pihak yang dinilai bertanggungjawab atas bencana kabut asap, yang dirangkum Kompas.com sebagai catatan akhir tahun. 

Baca juga: Kualitas Udara Palembang Sangat Tidak Sehat, #SavePalembang Bergema

Karhutla 2019 Vs 2018

Kondisi kahutla tahun 2019 begitu berbeda dibanding 2018.

Kabut asap kebakaran hutan pada 2018 bisa dicegah sehingga tidak menimbulkan dampak yang begitu besar kepada masyarakat.

Maklum, pada 2018 pesta olahraga terbesar se-Asia, Asian Games, dilaksanakan di Palembang.

Gubernur Sumsel yang kala itu dijabat oleh Alex Noerdin mempertaruhkan nama baik provinsi itu sebagai salah satu tuan rumah Asian Games yang membawa nama baik negara setelah Jakarta.

Dengan upaya dari seluruh pihak, kebakaran hutan dan lahan pun berhasil dicegah. Hasilnya, tak ada kabut asap yang menyelimuti kota Palembang maupun di kabupaten lain.

Akan tetapi, pada 2019 karhutla sepertinya tak bisa lagi dicegah. Karhutla membakar hampir semua lahan gambut di Sumsel. 

Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang memiliki luasan lahan gambut terbesar akhirnya kembali terbakar.

Kebakaran lahan gambut di OKI, rupanya memicu wilayah lain ikut terbakar.

Seperti Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, OKU Selatan, OKU Timur, PALI 1, Muara Enim, Musi Rawas, Ogan Ilir, Empat Lawang, dan Musi Rawas Utara.

Baca juga: Para Tersangka Karhutla Sumsel Dibawa ke Pengadilan Tanpa Penangguhan dan SP3

Dampak kabut asap: 274.502 warga Sumsel kena ISPA

Pembagian masker di kawasan jalan Radial Palembang yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Selatan. Pembagian masker tersebut untuk mencegah penigkatan penderita ISPA, Rabu (11/9/2019).KOMPAS.com/AJI YK PUTRA Pembagian masker di kawasan jalan Radial Palembang yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumatera Selatan. Pembagian masker tersebut untuk mencegah penigkatan penderita ISPA, Rabu (11/9/2019).
Dampak kabut asap sedemikian akut di Sumsel. Tercatat sebanyak 274.502 warga Sumsel terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Angka itu merupakan warga yang terdampak sejak Januari hingga Juni 2019.

Dinas Kesehatan Sumsel mencatat, penderita ISPA tertinggi terjadi pada April 2019 dengan jumlah penderita sebanyak 54.409 orang.

Selanjutnya, untuk penderita dalam jumlah sedikit terjadi pada Januari, dengan jumlah 44.142 orang.

Kemudian, pada Februari 2019 terdapat 50.837 orang penderita ISPA. Sementara, Maret 54.237 orang dan Mei 40.459 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nuraini mengatakan, Palembang menjadi kota terbanyak warga terkena ISPA, dengan total mencapai 80.162 orang.

Baca juga: Bayi Meninggal Diduga Terkena ISPA, Gubernur Sumsel Sarankan Autopsi

Selanjutnya, Kabupaten paling sedikit penderita ISPA adalah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dengan total penderita ISPA mencapai 1.455 orang.

"Hampir semuanya, rata-rata terkena virus akibat udara yang tidak sehat," kata Lesty, Rabu (7/8/2019).

Lesty mengatakan, dampak dari kebakaran hutan dan lahan juga bisa menyebabkan banyaknya penderita ISPA.

Menurut dia, Dinkes Sumsel sejak jauh-jauh hari telah melakukan sosialisasi pencegahan dan pengendalian, agar warga tak terkena penyakit tersebut.

Terlebih lagi, Sumsel sedang memasuki musim kemarau yang sering diikuti dengan peristiwa kebakaran lahan.

"Masyarakat diimbau untuk menggunakan masker ketika keluar rumah, untuk mengurangi paparan partikel dari udara yang tak sehat," ujar Lesty.

Baca juga: Hampir Satu Juta Orang Menderita ISPA akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

 

500 sekolah di Palembang diliburkan

Kondisi kabut asap pekat yang menyelimuti kota Palembang akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Sumatera Selatan.KOMPAS.com/AJI YK PUTRA Kondisi kabut asap pekat yang menyelimuti kota Palembang akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah Sumatera Selatan.
Dampak lain dari kabut asap, yakni terganggunya kegiatan belajar mengajar siswa-siswi sekolah.

Sebanyak 500 sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Palembang harus diliburkan karena kabut asap ekstrem yang menyelimuti kota itu pada Senin (14/10/2019).

Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan kota Palembang Herman Wijaya mengatakan, keputusan itu diambil karena kondisi udara yang sudah tidak sehat.

Seluruh murid dari 500 sekolah tersebut diliburkan hingga Rabu (16/10/2019).

"Jika kondisi semakin parah, maka libur sekolah untuk pelajar akan diperpanjang," kata Herman, saat dihubungi, Senin.

Sebelum keputusan diambil, digelar rapat bersama wali kota Palembang.

"Dari informasi yang kita terima, kondisi udara di Palembang sekarang sudah tidak sehat itu berdasarkan BMKG dan Dinas Lingkungan Hidup," ujar dia.

Baca juga: Kualitas Udara Masih Buruk, 500 Sekolah di Palembang Perpanjang Waktu Libur

Upaya Gubernur Sumsel: water bombing, modifikasi cuaca, hingga shalat minta hujan

Satgas Karhutla Sumatera Selatan menggelar shalat Istisqa agar hujan segera turun dan kabut asap kebakaran hutan bisa hilang, Selasa (15/10/2019).KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Satgas Karhutla Sumatera Selatan menggelar shalat Istisqa agar hujan segera turun dan kabut asap kebakaran hutan bisa hilang, Selasa (15/10/2019).
Gubernur Sumsel Herman Deru menyebutkan, keterbatasan alat menyebabkan proses pemadaman kebakaran hutan dan lahan tak kunjung padam.

Menurut Herman, tujuh helikopter bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tak mumpuni dalam proses pemadaman.

Sehingga ia pun meminta helikopter pemadam tambahan ke pemerintah pusat untuk memadamkan api.

"Memang keterbatasan alat, kita jujur saja," kata Herman, Kamis (12/9/2019).

"Contoh kemarin saya lewat Muara Kuang, banyak sekali itu sampai berapa titik (api). Jadi Wajar saja, 1.400 lebih petugas pemadaman kadang-kadang tidak mampu mengatasi masalah kebakaran." 

"Karena Karhutla banyak gambut, seperti Kabupaten OKI dan OI, itulah makanya upaya pencegahan diperlukan."

Upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang beberapa kali dilakukan tak berhasil.

Herman kemudian mengajak seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menggelar shalat istisqa atau shalat minta hujan. 

Baca juga: Karhutla Belum Teratasi, Gubernur Sumsel hingga Pelajar Gelar Shalat Minta Hujan

7 perusahaan perkebunan disegel KLHK

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel PT DGS di Kabupaten Ogan Komerinf Ilir (OKI) Sumatera Selatan karena diduga melakukan kelalaian hingga menyebabkan lahan gambut seluas 750 hektar di wilayah konsesi menjadi terbakar, Kamis (3/10/2019).KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel PT DGS di Kabupaten Ogan Komerinf Ilir (OKI) Sumatera Selatan karena diduga melakukan kelalaian hingga menyebabkan lahan gambut seluas 750 hektar di wilayah konsesi menjadi terbakar, Kamis (3/10/2019).
Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan (KLHK) menyegel tujuh perusahaan perkebunan di Sumatera Selatan karena diduga penyumbang asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Dari tujuh perusahaan, tiga di antaranya berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yaitu PT WAG, MBJ, dan DGS.

Empat perusahaan lainnya yaitu PT DIL dan TLA di Musi Rawas, satu perusahaan asing berinisial PT LPI di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), serta PT HBL di Musi Banyuasin.

Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Ditjen Gakkum KLHK Sugeng Priyanto mengatakan, tujuh perusahaan itu disegel karena terjadi kebakaran di lahan konsesi. Luas lahan yang terbakar mencapai 2.000 hektar.

"Perusahaan ini dinilai lalai, sehingga terjadi kebakaran di lahan mereka. Kita melakukan tindakan tegas dengan menyegel," kata Sugeng saat menyegel PT DGS di Kabupaten OKI, Kamis (3/10/2019).

Dijelaskan Sugeng, untuk PT DGS, luas lahan yang terbakar mencapai 750 hektar dari total keseluruhan yakni 4.500 hektar.

Sugeng menilai sebagai perusahaan yang memegang konsensi, mereka harus bertanggung jawab dengan lahan yang terbakar, sesuai undang-undang.

Selama penyegelan berlangsung, perusahaan tak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun.

"Kita akan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan mulai dari denda sampai pencabutan izin," ujar dia.

Baca juga: Diduga Penyumbang Asap Karhutla, 7 Perusahaan Perkebunan di Sumsel Disegel

Satu direktur perusahaan perkebunan jadi tersangka

Wakapolda Sumsel Brigjen Pol Rudi Setiwan saat memberikan keterangan terkait penahanan Direktur Operasional PT HBL Alfaro Khadafi, Senin (23/9/2019).KOMPAS.COM/AJI YK PUTRA Wakapolda Sumsel Brigjen Pol Rudi Setiwan saat memberikan keterangan terkait penahanan Direktur Operasional PT HBL Alfaro Khadafi, Senin (23/9/2019).
Polda Sumatera Selatan resmi menahan Alfaro Khadafi, Direktur Operasional PT Hutan Bumi Lestari (HBL) yang ditetapkan sebagai tersangka atas kasus kebakaran lahan seluas 1.745 hektar di Kabupaten Musi Banyuasin.

Alfaro mengatakan, kebakaran itu bermula terjadi diluar area konsesi.

Namun, api lambat laun semakin membesar hingga akhirnya masuk ke kawasan konsesi milik perusahaan yang ia pimpin.

"Apinya tertiup angin, lalu masuk ke wilayah kami. Faktor angin yang menyebabkan lahannya masuk ke areal kami," kata Alfaro ketika berada di Polda Sumsel, Senin (23/9/2019).

Alfaro menyebutkan, mereka sebelumnya telah berupaya untuk memadamkan api.

Akan tetapi karena wilayah yang terbakar merupakan lahan gambut membuat api semakin cepat menyambar.

Sejak PT BHL beroperasi pada tiga tahun lalu, pihak perusahaan telah melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan seperti pembuatan sekat kanal, tower pemantau api serta alat pemadam lainnya.

Baca juga: Karhutla Masih Membara, 7 Helikopter Waterbombing Tak Beroperasi karena Izin Terbang Habis

Namun, Alfaro mengakui jika mereka tak memiliki mobil pemadam di lokasi.

"Di kanal itu airnya banyak, hanya saja memang kami tidak mempunyai mobil pemadam. Kalau mesin air punya. Saya sudah tiga kali diperiksa dan sekarang ditahan," ujarnya.

Wakapolda Sumsel Brigjen Pol Rudi Setiawan mengatakan, penahanan tersebut dilakukan setelah penyidik memeriksa para saksi ahli atas kebakaran lahan di PT HBL.

Setelah pemeriksaan saksi ahli selesai, Alfaro sebagai pemimpin perusahaan tersebut langsung ditahan.

"Mereka lalai sehingga kebakaran lahan itu terjadi. Seharusnya setiap korporasi menyiapkan alat memadai," kata Rudi saat melakukan gelar perkara di Mapolda Sumsel, Senin (23/9/2019).

"Namun dari pemeriksaan saksi ahli jika alat pemadam di perusahaan sangat tidak memadai." 

Baca juga: Ditahan Polisi karena Lahannya Terbakar, Ini Kata Direktur PT HBL

Polisi kesulitan tangkap pelaku karhutla

Ilustrasi borgol.SHUTTERSTOCK Ilustrasi borgol.
Selain Alfaro, pihak kepolisian juga menangkap 22 tersangka lain yang merupakan pelaku pembakaran lahan.

Mereka berasal dari Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Selatan Kombes Supriadi mengatakan, dalam proses pemeriksaan tersangka pembakaran lahan, penyidik sempat mengalami kesulitan.

Sebab, para pelaku beraksi ketika melihat kondisi sepi, sehingga jumlah saksi yang melihat aksi pembakaran sangat sedikit.

"Mereka setelah membakar lalu kabur, sehingga kita kesulitan untuk mencari pelakunya. Yang ditetapkan tersangka rata-rata tertangkap tangan waktu sedang membakar," ujar Supriadi, Senin (23/9/2019).

Dari hasil pemeriksaan, para tersangka membakar lahan karena ingin memperluas lahan perkebunan mereka yang hampir rata-rata memiliki luas sekitar 2 hektar per orang.

Namun, upaya dengan cara membakar tetap salah, karena berdampak kepada perusakan lingkungan.

Baca juga: 234 Titik Api Muncul, Udara Palembang Kembali ke Level Tidak Sehat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com