Salin Artikel

Karhutla Sumsel 2019: "Luka" Lama yang Kembali Terulang, Salah Siapa?

Dari peristiwa tersebut, Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumsel, menjadi kota yang paling besar terkena dampak akibat kebakaran hutan dan lahan.

Bahkan, kualitas udara di kota itu berulang kali berada pada level berbahaya.

Salah siapa jika karhutla jadi momok mengerikan warga Sumsel, terutama warga Palembang? 

Berikut kilas balik berita seputar karhutla di Sumsel, cara penanganan, dampak hingga pihak-pihak yang dinilai bertanggungjawab atas bencana kabut asap, yang dirangkum Kompas.com sebagai catatan akhir tahun. 

Karhutla 2019 Vs 2018

Kondisi kahutla tahun 2019 begitu berbeda dibanding 2018.

Kabut asap kebakaran hutan pada 2018 bisa dicegah sehingga tidak menimbulkan dampak yang begitu besar kepada masyarakat.

Maklum, pada 2018 pesta olahraga terbesar se-Asia, Asian Games, dilaksanakan di Palembang.

Gubernur Sumsel yang kala itu dijabat oleh Alex Noerdin mempertaruhkan nama baik provinsi itu sebagai salah satu tuan rumah Asian Games yang membawa nama baik negara setelah Jakarta.

Dengan upaya dari seluruh pihak, kebakaran hutan dan lahan pun berhasil dicegah. Hasilnya, tak ada kabut asap yang menyelimuti kota Palembang maupun di kabupaten lain.

Akan tetapi, pada 2019 karhutla sepertinya tak bisa lagi dicegah. Karhutla membakar hampir semua lahan gambut di Sumsel. 

Wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang memiliki luasan lahan gambut terbesar akhirnya kembali terbakar.

Kebakaran lahan gambut di OKI, rupanya memicu wilayah lain ikut terbakar.

Seperti Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, OKU Selatan, OKU Timur, PALI 1, Muara Enim, Musi Rawas, Ogan Ilir, Empat Lawang, dan Musi Rawas Utara.

Dinas Kesehatan Sumsel mencatat, penderita ISPA tertinggi terjadi pada April 2019 dengan jumlah penderita sebanyak 54.409 orang.

Selanjutnya, untuk penderita dalam jumlah sedikit terjadi pada Januari, dengan jumlah 44.142 orang.

Kemudian, pada Februari 2019 terdapat 50.837 orang penderita ISPA. Sementara, Maret 54.237 orang dan Mei 40.459 orang.

Kepala Dinas Kesehatan Sumatera Selatan Lesty Nuraini mengatakan, Palembang menjadi kota terbanyak warga terkena ISPA, dengan total mencapai 80.162 orang.

Selanjutnya, Kabupaten paling sedikit penderita ISPA adalah Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) dengan total penderita ISPA mencapai 1.455 orang.

"Hampir semuanya, rata-rata terkena virus akibat udara yang tidak sehat," kata Lesty, Rabu (7/8/2019).

Lesty mengatakan, dampak dari kebakaran hutan dan lahan juga bisa menyebabkan banyaknya penderita ISPA.

Menurut dia, Dinkes Sumsel sejak jauh-jauh hari telah melakukan sosialisasi pencegahan dan pengendalian, agar warga tak terkena penyakit tersebut.

Terlebih lagi, Sumsel sedang memasuki musim kemarau yang sering diikuti dengan peristiwa kebakaran lahan.

"Masyarakat diimbau untuk menggunakan masker ketika keluar rumah, untuk mengurangi paparan partikel dari udara yang tak sehat," ujar Lesty.

Sebanyak 500 sekolah mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Palembang harus diliburkan karena kabut asap ekstrem yang menyelimuti kota itu pada Senin (14/10/2019).

Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan kota Palembang Herman Wijaya mengatakan, keputusan itu diambil karena kondisi udara yang sudah tidak sehat.

Seluruh murid dari 500 sekolah tersebut diliburkan hingga Rabu (16/10/2019).

"Jika kondisi semakin parah, maka libur sekolah untuk pelajar akan diperpanjang," kata Herman, saat dihubungi, Senin.

Sebelum keputusan diambil, digelar rapat bersama wali kota Palembang.

"Dari informasi yang kita terima, kondisi udara di Palembang sekarang sudah tidak sehat itu berdasarkan BMKG dan Dinas Lingkungan Hidup," ujar dia.

Menurut Herman, tujuh helikopter bantuan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tak mumpuni dalam proses pemadaman.

Sehingga ia pun meminta helikopter pemadam tambahan ke pemerintah pusat untuk memadamkan api.

"Memang keterbatasan alat, kita jujur saja," kata Herman, Kamis (12/9/2019).

"Contoh kemarin saya lewat Muara Kuang, banyak sekali itu sampai berapa titik (api). Jadi Wajar saja, 1.400 lebih petugas pemadaman kadang-kadang tidak mampu mengatasi masalah kebakaran." 

"Karena Karhutla banyak gambut, seperti Kabupaten OKI dan OI, itulah makanya upaya pencegahan diperlukan."

Upaya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang beberapa kali dilakukan tak berhasil.

Herman kemudian mengajak seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk menggelar shalat istisqa atau shalat minta hujan. 

Dari tujuh perusahaan, tiga di antaranya berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yaitu PT WAG, MBJ, dan DGS.

Empat perusahaan lainnya yaitu PT DIL dan TLA di Musi Rawas, satu perusahaan asing berinisial PT LPI di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), serta PT HBL di Musi Banyuasin.

Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Ditjen Gakkum KLHK Sugeng Priyanto mengatakan, tujuh perusahaan itu disegel karena terjadi kebakaran di lahan konsesi. Luas lahan yang terbakar mencapai 2.000 hektar.

"Perusahaan ini dinilai lalai, sehingga terjadi kebakaran di lahan mereka. Kita melakukan tindakan tegas dengan menyegel," kata Sugeng saat menyegel PT DGS di Kabupaten OKI, Kamis (3/10/2019).

Dijelaskan Sugeng, untuk PT DGS, luas lahan yang terbakar mencapai 750 hektar dari total keseluruhan yakni 4.500 hektar.

Sugeng menilai sebagai perusahaan yang memegang konsensi, mereka harus bertanggung jawab dengan lahan yang terbakar, sesuai undang-undang.

Selama penyegelan berlangsung, perusahaan tak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun.

"Kita akan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan mulai dari denda sampai pencabutan izin," ujar dia.

Alfaro mengatakan, kebakaran itu bermula terjadi diluar area konsesi.

Namun, api lambat laun semakin membesar hingga akhirnya masuk ke kawasan konsesi milik perusahaan yang ia pimpin.

"Apinya tertiup angin, lalu masuk ke wilayah kami. Faktor angin yang menyebabkan lahannya masuk ke areal kami," kata Alfaro ketika berada di Polda Sumsel, Senin (23/9/2019).

Alfaro menyebutkan, mereka sebelumnya telah berupaya untuk memadamkan api.

Akan tetapi karena wilayah yang terbakar merupakan lahan gambut membuat api semakin cepat menyambar.

Sejak PT BHL beroperasi pada tiga tahun lalu, pihak perusahaan telah melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan seperti pembuatan sekat kanal, tower pemantau api serta alat pemadam lainnya.

Namun, Alfaro mengakui jika mereka tak memiliki mobil pemadam di lokasi.

"Di kanal itu airnya banyak, hanya saja memang kami tidak mempunyai mobil pemadam. Kalau mesin air punya. Saya sudah tiga kali diperiksa dan sekarang ditahan," ujarnya.

Wakapolda Sumsel Brigjen Pol Rudi Setiawan mengatakan, penahanan tersebut dilakukan setelah penyidik memeriksa para saksi ahli atas kebakaran lahan di PT HBL.

Setelah pemeriksaan saksi ahli selesai, Alfaro sebagai pemimpin perusahaan tersebut langsung ditahan.

"Mereka lalai sehingga kebakaran lahan itu terjadi. Seharusnya setiap korporasi menyiapkan alat memadai," kata Rudi saat melakukan gelar perkara di Mapolda Sumsel, Senin (23/9/2019).

"Namun dari pemeriksaan saksi ahli jika alat pemadam di perusahaan sangat tidak memadai." 

Mereka berasal dari Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, dan Penukal Abab Lematang Ilir (PALI).

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Selatan Kombes Supriadi mengatakan, dalam proses pemeriksaan tersangka pembakaran lahan, penyidik sempat mengalami kesulitan.

Sebab, para pelaku beraksi ketika melihat kondisi sepi, sehingga jumlah saksi yang melihat aksi pembakaran sangat sedikit.

"Mereka setelah membakar lalu kabur, sehingga kita kesulitan untuk mencari pelakunya. Yang ditetapkan tersangka rata-rata tertangkap tangan waktu sedang membakar," ujar Supriadi, Senin (23/9/2019).

Dari hasil pemeriksaan, para tersangka membakar lahan karena ingin memperluas lahan perkebunan mereka yang hampir rata-rata memiliki luas sekitar 2 hektar per orang.

Namun, upaya dengan cara membakar tetap salah, karena berdampak kepada perusakan lingkungan.

https://regional.kompas.com/read/2019/12/19/07300021/karhutla-sumsel-2019--luka-lama-yang-kembali-terulang-salah-siapa-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke