Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Aleta Baun, Satu-satunya Caleg DPR yang Diutus Masyarakat Adat Tiga Batu Tungku di NTT

Kompas.com - 08/02/2024, 11:22 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Aleta Kornelia Baun maju sebagai satu-satunya utusan masyarakat adat Tiga Batu Tungku di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk bertarung memperebutkan kursi legislatif di Senayan.

Perempuan pejuang lingkungan dari tanah Mollo ini dititipkan satu misi jika terpilih nanti: meloloskan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat yang selama 10 tahun mangkrak di DPR.

Namun, pertempuran Aleta mendapatkan setidaknya 100.000 suara di Daerah Pemilihan (Dapil) NTT II bukan perkara enteng, apalagi pakai dana sendiri yang tak seberapa besar.

Sejak kampanye dimulai akhir November lalu, ia keliling kampung dengan sepeda motor dan menggedor satu demi satu pintu rumah warga – mengajak mereka menyatukan kekuatan memilih 'anak Mollo'.

Seberapa besar peluangnya dan akankah perjuangan Aleta Baun berhasil membawanya lolos ke Senayan?

Baca juga: Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Asal NTT Raih Yap Thiam Hien Award 2016

Diutus masyarakat adat Tiga Batu Tungku

Di 'jantung' suara Dapil NTT II yakni Kabupaten Timor Tengah Selatan, spanduk dan baliho yang memajang muka para calon anggota legislatif (caleg) bertebaran di sepanjang jalan.

Para caleg itu tahu jika bisa menguasai kabupaten ini – yang memiliki jumlah pemilih hampir 500.000 orang – maka sudah pasti mendapatkan tiket menuju Senayan.

Namun, dari 123 caleg yang bertarung di sana, nyaris tak ditemukan 'wajah Aleta Kornelia Baun' terpancang di pertigaan jalan.

Perempuan 58 tahun ini berkata ada beberapa pertimbangan mengapa tidak berkampanye seperti kebanyakan caleg lainnya. Namun yang utama, kata dia: "Saya merasa manusia seperti monyet yang tergantung di banyak pohon."

"Kalau perbuatan saya baik dan memenangkan hati banyak orang pasti [warga] bangga dengan saya. Tapi kalau tidak berbuat sesuatu dan pajang muka, mereka akan bilang 'orang ini siapa?'".

Baca juga: Kisah Mami Vera, Caleg Transpuan Pertama di NTT

Aleta Baun bukan orang baru di Kabupaten Timor Tengah Selatan – khususnya Mollo. Ia lahir dan besar di sana.

Di tanah kelahirannya pula, Aleta memimpin gerakan ratusan warga – khususnya perempuan – untuk mengusir perusahaan tambang marmer yang telah merusak hutan sakral mereka di Gunung Mutis.

Sebab, gara-gara tambang, Mollo dan daerah sekitar sempat mengalami krisis air. Bahkan komoditas buah apel dan jeruk yang dulu menjadi andalan, kandas.

Karena kegigihannya menjaga lingkungan, dia mendapat penghargaan Goldman Environment Prize pada 2013 dan Yap Thiam Hien Award tahun 2016.

Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, Aleta Baun ditunjuk oleh masyarakat adat Tiga Batu Tungku yang terdiri atas suku Mollo, Amanatun, dan Amanuban maju sebagai caleg DPR RI.

Baca juga: Caleg di Makassar Bagi-bagi Uang, Bawaslu Sulsel: Ada Dugaan Tindak Pidana Pemilu

Proses penunjukan itu dimulai sekitar Maret tahun lalu. Para tetua adat berkumpul dan berdiskusi untuk mengutus satu orang melaju ke Senayan.

Niatnya sederhana, membawa aspirasi mereka agar bisa mengembalikan tanah ulayat yang saat ini dikuasai pemerintah, kata Ketua adat di Desa Tunua, Kecamatan Mollo Utara, Petrus Oktavianus Bifel.

"Harapan kami ke depan bisa dibebaskan [tanah ulayat] oleh pemerintah supaya hak-hak masyarakat terpenuhi," ujarnya kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia pertengahan Januari silam.

Tanah adat seluas 100 hektare yang berada di tiga wilayah perbatasan di TTS itu sudah dimiliki nenek moyang mereka bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia.

Baca juga: Deklarasikan Dukungan untuk Caleg, Bawaslu Laporkan 2 Kades ke Polisi

Namun, kemudian diambil paksa oleh kolonial Belanda dan akhirnya jatuh ke tangan pemerintah Indonesia.

Pada tahun 1960-1980-an masyarakat setempat pernah mencoba menanam di bekas tanah ulayat mereka namun ditangkap aparat karena dituduh masuk tanpa izin.

"Menurut kami, Belanda sudah kembali dia punya tempat kenapa kami tidak bisa olah tanah ini? Apakah Belanda masih menguasai negara kita?" ungkapnya kesal.

"Sekarang kami bisa menanam sedikit demi sedikit. Tapi kami ingin diberikan hak penuh mengelola. Agar siapa saja yang datang menegur kami bisa punya hak membela diri..."

Ketua adat Petrus Oktavianus berkata Aleta Baun adalah sosok yang tepat duduk di kursi DPR karena separuh hidupnya berjuang untuk masyarakat.

Baca juga: Deklarasikan Dukungan untuk Caleg, Bawaslu Laporkan 2 Kades ke Polisi

Ia pun berjanji bakal menyatukan suara warga agar memilih kandidat nomor urut 6 dari Partai Perindo ini pada 14 Februari mendatang.

"Dia tidak korupsi dan benar-benar memperjuangkan rakyat. Khusus di Mollo, Aleta berjuang menghentikan [tambang] marmer. Karena itu kami menunjuk Aleta dan bersatu memilih dia."

"Saya tak punya dana kampane"

Mama Aleta terlibat diskusi dengan dua orang warga setempat.BBC Indonesia Mama Aleta terlibat diskusi dengan dua orang warga setempat.
Mama Aleta – sapaan akrabnya – bercerita dirinya tak langsung mengiyakan permintaan para tetua adat Tiga Batu Tungku.

Ia bimbang lantaran tak punya dana untuk kampanye dan belum ada partai sebagai kendaraan politik. Hitungannya untuk menembus ke Senayan setidaknya butuh Rp2-3 miliar.

Akan tetapi, berjalannya waktu, Partai Perindo meminangnya sebagai caleg mewakili Dapil NTT II. Selama empat bulan, dia bergumul dan akhirnya bersedia maju.

"Kenapa saya maju dengan tanpa duit? Karena tidak ada orang yang bisa maju untuk menggantikan saya mengusung agenda masyarakat adat," ucap Mama Aleta.

"Persoalan [masyarakat adat] ini jangka panjang dan cuma saya satu-satunya yang punya kemampuan di kabupaten ini."

Baca juga: Kronologi Caleg PAN Lakukan Politik Uang hingga Divonis 8 Bulan Penjara

Kampanye Aleta Baun berbeda dari caleg-caleg lain. Tak ada spanduk atau baliho. Setiap hari, dia bersama tim kecilnya – yang berjumlah enam orang – keliling kampung.

Sebuah tas kain yang selalu dibawa menjadi bekalnya bertemu masyarakat. Isinya: kopi, gula, dan sirih pinang.

Sirih pinang menjadi 'taktik' Mama Aleta agar diterima warga. Sirih pinang, bagi orang Timor adalah simbol pemersatu.

"Buat baliho makan anggaran, kenapa tidak beli gula, kopi, atau makan sama-sama masyarakat... itu masih bagus daripada buat baliho tapi banyak orang susah di kampung."

Pagi itu kami menemaninya kampanye ke kecamatan Mollo Selatan dan Utara.

Sebelum berangkat, dia mempersiapkan apa-apa saja yang hendak dibawa. Dilanjutkan dengan sembahyang dan berdoa.

Baca juga: Bagi-bagi Uang Saat Kampanye, Caleg PAN Divonis 8 Bulan Penjara

Dalam berkampanye, Mama Aleta tak hanya ke rumah-rumah warga, tapi siapa pun yang ditemui di jalan akan didatangi.BBC Indonesia Dalam berkampanye, Mama Aleta tak hanya ke rumah-rumah warga, tapi siapa pun yang ditemui di jalan akan didatangi.
Satu hal yang menjadi ciri khasnya adalah mengikat kepala dengan kain tenun.

Setelah memastikan semuanya siap, dia diboncengi Matheos Sunbanu – anggota timnya – menyusuri kampung.

Kadang kalau di tengah perjalanan ada warga berkumpul, dia berhenti dan mulai berkampanye.

"Kampanye saya door to door dan ketemu orang di mana saja pasti akan kampanye. Jadi saya tidak memilih tempat... kebun, ladang, dapur, kayu api, timba air, saya melakukan kampanye di situ."

Di Desa Biloto, Kecamatan Mollo Selatan, Mama Aleta berhenti di depan rumah Yohanes Nenemeta.

Baca juga: Viral, Video Caleg di Makassar Bagi-bagi Uang, Sadap: Jumlahnya Rp 100 Juta, Itu Sedekah

Kepada tuan rumah, ia mengucapkan, "syalom..." dan saling menempelkan hidung – orang setempat menyebutnya cium hidung yang merupakan tradisi orang Timor yang berarti persaudaraan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bangka Belitung Rekrut 235 Anggota PPK, Digaji Rp 2,5 Juta

Bangka Belitung Rekrut 235 Anggota PPK, Digaji Rp 2,5 Juta

Regional
Korupsi 200 Ton Beras, Eks Wali Kota Tual Ditahan Polisi

Korupsi 200 Ton Beras, Eks Wali Kota Tual Ditahan Polisi

Regional
Sekda Maluku Sadli Ie Ditunjuk Jadi Pj Gubernur, Gantikan Murad yang Habis Masa Jabatan

Sekda Maluku Sadli Ie Ditunjuk Jadi Pj Gubernur, Gantikan Murad yang Habis Masa Jabatan

Regional
Kapal Belum Masuk, Harga Bawang Putih di Ambon Tembus Rp 50.000 Per Kg

Kapal Belum Masuk, Harga Bawang Putih di Ambon Tembus Rp 50.000 Per Kg

Regional
Pemkot Magelang Punya Layanan Sedot Tinja, Berikut Tarif dan Cara Pakai Jasanya

Pemkot Magelang Punya Layanan Sedot Tinja, Berikut Tarif dan Cara Pakai Jasanya

Regional
Penembak Juru Parkir Hotel Braga Purwokerto Ditangkap

Penembak Juru Parkir Hotel Braga Purwokerto Ditangkap

Regional
390 Kg Daging Celeng Diselundupkan ke Bekasi, Disembunyikan Dalam Truk Pengangkut Besi

390 Kg Daging Celeng Diselundupkan ke Bekasi, Disembunyikan Dalam Truk Pengangkut Besi

Regional
Kasus Adik Aniaya Kakak hingga Tewas di Klaten, Polisi: Tunggu Hasil Observasi

Kasus Adik Aniaya Kakak hingga Tewas di Klaten, Polisi: Tunggu Hasil Observasi

Regional
MGPA Beri Harga Khusus Tiket MotoGP Mandalika Selama Periode 'Early Bird'

MGPA Beri Harga Khusus Tiket MotoGP Mandalika Selama Periode "Early Bird"

Regional
Usung Luqman Hakim pada Pilkada Salatiga, PKB Buka Pendaftaran untuk Cari Wakilnya

Usung Luqman Hakim pada Pilkada Salatiga, PKB Buka Pendaftaran untuk Cari Wakilnya

Regional
Gempa M 4,7 di Boalemo Dipicu Aktivitas Lempeng Laut Sulawesi Utara

Gempa M 4,7 di Boalemo Dipicu Aktivitas Lempeng Laut Sulawesi Utara

Regional
Direktur PT Info Solusi Net Ditahan, 'Mark Up' Harga Langganan Internet Desa di Muba, Kerugian Negara Rp 27 Miliar

Direktur PT Info Solusi Net Ditahan, "Mark Up" Harga Langganan Internet Desa di Muba, Kerugian Negara Rp 27 Miliar

Regional
Mayat yang Ditemukan di Trotoar Simpang Sentul Bogor Diduga Korban Tawuran, Ditemukan Luka Sobek di Punggung

Mayat yang Ditemukan di Trotoar Simpang Sentul Bogor Diduga Korban Tawuran, Ditemukan Luka Sobek di Punggung

Regional
Pergerakan Tanah di Cianjur Meluas, 2 Kampung Diungsikan

Pergerakan Tanah di Cianjur Meluas, 2 Kampung Diungsikan

Regional
Cerita Rukijan, Tujuh Tahun Menanti Kabar Anaknya di Depan Pintu Pagar Rumah Mertua...

Cerita Rukijan, Tujuh Tahun Menanti Kabar Anaknya di Depan Pintu Pagar Rumah Mertua...

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com