Berbeda dengan muka baru yang mencoba menarik suara di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
Mereka perlu bahkan harus tampil sebanyak mungkin sebagai komunikasi publik.
"Dan Aleta tidak perlu mengumbar janji [politik] karena dia sudah bekerja mengadvokasi masyarakat. Kalau politisi yang mulai membangun massa, harus punya janji."
Namun, yang jadi persoalan, sambungnya, apakah Partai Perindo – yang menjadi kendaraan politik Aleta Baun – bisa lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sehingga bisa menyokong calegnya ke DPR RI.
Bersandar pada hasil survei Litbang Kompas yang dilakukan pada 27 Juli-7 Agustus 2023, hanya ada tujuh partai politik yang lolos ambang batas parlemen dalam simulasi Pemilu 2024.
Baca juga: Pernah Jadi Korban Pelecehan dan Sering Didiskriminasi, Alasan PRT Yuni Maju Jadi Caleg DPRD DKI
Ambang batas yang ditetapkan pada Pileg 2024 sebesar 4 persen. Artinya setiap parpol harus memenuhi syarat minimal perolehan suara tersebut untuk bisa menempatkan wakilnya di DPR dan DPRD.
Dari ketujuh parpol papan atas yang elektabilitasnya lolos parliamentary threshold, tercatat paling unggul PDIP.
Kemudian Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Golkar, Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Nasdem.
Adapun Perindo yang dinakhodai pengusaha Harry Tanoesoedibjo diprediksi hanya memperoleh 3,4 persen bersama dengan Partai Amanat Nasional.
"Karena itu, saya heran kenapa keluar dari PKB dan masuk Perindo. Tapi sebagai orang politik, dia pasti punya keyakinan bahwa sekecil apa pun partai kalau berjuang bersama bisa [lolos]."
Baca juga: Dituduh Bagi-bagi Uang Saat Kampanye, Caleg Gerindra Depok: Buat Ibu-ibu Jajan Cilok
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), Perindo sebetulnya sudah punya keterwakilan di DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tinggal menempatkan wakilnya di DPR RI.
Kalau merujuk pada tingkat popularitas, kata Ahmad Atang, Perindo cukup dikenal karena sudah dua kali ikut pemilu.
Hanya bagaimana membesarkan nama partai dengan merekrut tokoh-tokoh beken agar diterima masyarakat.
Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, mengatakan keputusan lembaganya memperluas partisipasi masyarakat adat di politik dicanangkan lewat kongres tahun 2007.
Waktu itu, mereka menilai persoalan yang menimpa masyarakat adat disebabkan pembangunan yang disebutnya sangat agresif lantaran merangsek hingga ke wilayah-wilayah adat tanpa persetujuan orang adat langsung.
Bahkan sering kali, warga adat tidak tahu wilayahnya dimasuki proyek infrastruktur atau tambang.
"Kami lalu mencari akar masalah kenapa situasinya begini. Wilayah adat dirampas seolah kami tidak ada, padahal kami ada sebelum Indonesia merdeka."
Baca juga: Meninggal Dunia, Caleg PSI di Tuban Dicoret dari DCT Pemilu 2024
Analisis AMAN menyebutkan penyebab situasi itu antara lain, karena tidak ada kepastian hukum yang menyangkut masyarakat adat.
Hak yang mengatur masyarakat adat, sambung Rukka, berhenti di UUD 1945 dan tersebar di berbagai perundang-undangan yang sektoral.
Pasal 18B UUD '45 menyebutkan: mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
"Kalau ada masyarakat ada di kawasan hutan, ada aturannya. Di laut atau pesisir, beda lagi aturannya. Jadi aturan tersebar dan membuat masyarakat adat seperti dibelah-belah anggota tubuhnya."
"Jadi tidak ada UU khusus masyarakat adat."
Baca juga: Dijanjikan 5.000 Suara, Caleg DPRD Sumsel Rugi Rp 60,5 Juta
Penyebab lain, kata Rukka, UU yang lahir sejak Indonesia merdeka digunakan untuk melegitimasi perampasan wilayah adat.
Yang dampaknya membuat masyarakat adat terusir begitu saja atas nama pembangunan dan investasi atau menjadi korban bencana.
Beranjak dari perkara itulah, AMAN memutuskan memperluas partisipasi masyarakat adat untuk masuk ke tempat-tempat pengambilan keputusan.
Keterlibatan masyarakat adat dalam kontestasi pemilu pertama kali dimulai pada 2009.
Aliansi ini mulai mendorong kader-kader pemimpin masyarakat adat melaju ke parlemen atau kepala daerah hingga desa dengan tujuan agar melahirkan kebijakan yang berpihak pada orang adat.
"Ketika ada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35 tahun 2012 yang menyatakan hutan adat berada di wilayah adat dan bukan di kawasan hutan negara, kader-kader politik AMAN membuat perda."
"Sekarang sudah ada 200-an produk peraturan daerah yang berpihak pada masyarakat adat dan 221.000 hektare wilayah adat telah dikembalikan sebagai hutan adat."
Organisasi ini memperkirakan ada sekitar 40 juta hektare tanah adat yang mesti dikembalikan negara. Dari jumlah itu 26,9 hektare sudah dipetakan secara mandiri.
Tiga di antaranya lewat DPD RI; empat di DPRD Provinsi; 24 lainnya di DPRD Kabupaten/Kota; dan satu-satunya orang yaitu Aleta Baun di DPR RI.
Adapun pada Pemilu 2019, utusan politik masyarakat adat yang terpilih sebanyak 34 orang. Mereka lolos di berbagai level, mulai dari DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Khusus untuk Aleta Baun – kalau berhasil melenggang ke Senayan – ditugasi satu hal: mendorong pengesahan RUU Masyarakat Adat yang mangkrak selama sepuluh tahun.
"Di UU itu, tidak hanya mengatur wilayah adat, tapi ekonomi politik dan sosial budaya yang bisa dimiliki ketika punya wilayah adat."
Baca juga: Raja dan Sultan Se-Indonesia Berkumpul, Dorong RUU Adat Kerajaan Nusantara Jadi UU
"Ada ribuan masyarakat adat di Indonesia, sehingga harus jelas hak-haknya apa saja. Bagaimana wilayah adat itu diidentifikasi dan diakui."
Kendati demikian, Rukka menyadari harapan itu sukar terkabul.
Pengamatannya UU Masyarakat Adat mandek gara-gara mayoritas partai, terutama PDIP dan Golkar, tak kunjung setuju menggolkan beleid tersebut ke paripurna.
Tapi keberadaan Aleta Baun di parlemen, kata Rukka, setidaknya bisa menginisiasi terbentuknya Kaukus Masyarakat Adat.
"Tentu saja ada satu orang lebih baik daripada tidak ada sama sekali."
-
Wartawan Quin Pasaribu melakukan liputan ini dan menuliskannya untuk BBC News Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.