SOLO, KOMPAS.com - Fenomena kepala daerah dari kalangan perempuan semakin karib terjadi di Solo Raya, Jawa Tengah (Jateng).
Faktanya, jumlah pemimpin daerah perempuan di wilayah yang dulu lebih dikenal dengan julukan Subosukowonosraten (akronim dari Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten) itu terus bertambah.
Rina Iriani Sri Ratnaningsih adalah perempuan pertama yang mencatatkan diri menjadi kepala daerah di Solo Raya pada 22 tahun silam.
Ia terpilih menjadi Bupati Karanganyar dalam pemilihan 17 Oktober 2012, lalu mendapat amanah lagi memimpin untuk periode 2008-2013.
Tak berselang lama, jumlah pemimpin daerah perempuan di Solo Raya resmi bertambah menjadi dua orang.
Baca juga: Pilkada dan Keyakinan Perempuan Memimpin Daerah
Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2015, Sri Hartini berhasil meraup mayoritas suara di Kabupaten Klaten. Ia saat itu bahkan menang ketika berdampingan dengan perempuan lain, yakni Sri Mulyani.
Usai dilantik, mereka pun sempat diberi penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pasangan bupati dan wakil bupati (wabub) perempuan pertama di Indonesia hasil Pilkada langsung.
Sementara itu, dr. Kusdinar Untung Yuni berhasil memenangkan Pilkada Kabupaten Sragen 2015.
Dalam perjalannya, jumlah kepala daerah perempuan di Solo Raya bertambah lagi menjadi tiga orang setelah gelaran Pilkada 2020.
Saat itu, Yuni terpilih kembali menjadi Bupati Sragen, Sri Mulyani sukses meraih kursi kepemimpinan di Klaten, dan Etik Suryani berhasil menang dalam Pilkada Kabupaten Sukoharjo.
Ketiganya akan menjabat sebagai bupati di daerah masing-masing hingga 2024 ini.
Saat diwawancara secara terpisah, baik Yuni, Sri Mulyani, maupun Etik, menyatakan ada berbagai penyebab angka pencalonan maupun keterpilihan perempuan dalam Pilkada di Solo Raya mengalami tren kenaikan.
Mereka sama-sama berpandangan, salah satu faktor utamanya yakni meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesetaraan gender.