MATARAM, KOMPAS.com - Kepolisian Resor (Polres) Kota Mataram melayangkan panggilan ke pihak Pondok Pesantren Al Aziziyah, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap santriwati berinisial NI (13) yang meninggal diduga dianiaya, Sabtu (29/6/2024).
"Kami sudah terbitkan LP (Laporan Polisi) terkait kasus santriwati NI ini dan hari ini kami sudah layangkan surat panggilan pada pihak Ponpes Al Aziziyah," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram, Kompol I Made Yogi Purusa Utama, Selasa (2/7/2024).
Baca juga: Tangis Raodah, Ibu Santriwati yang Meninggal Diduga Dianiaya: Anak Saya Selalu Minta Pulang
Polisi akan memeriksa sejumlah orang di lingkungan ponpes yang mengetahui kondisi NI sebelum santriwati tersebut dibawa ke klinik dan RSUP Soejono, Selong, Lombok Timur.
"Berdasarkan hasil Visum et Repertum (VeR), penyelidikan sudah kita tingkatkan statusnya menjadi penyidikan, untuk kelengkapan alat bukti kita juga masih menunggu hasil outopsi yang dilakukan di RS Bhayangkara Polda NTB," kata Yogi.
Baca juga: Santriwati Korban Dugaan Penganiayaan Meninggal, Keluarga Setuju Jenazah Diotopsi
Tim penyidik Polresta Mataram, kata Yogi, telah menemukan adanya indikasi perbuatan melawan hukum atau tindakan pidana.
"Dari Berita Acara Interogasi (BAI) meningkat menjadi Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Selain kedua orangtua korban, kawan sesama santri satu kampung (Ende NTT) serta orangtuanya yang membawa korban termasuk sopir yang membawanya keluar ponpes," kata Yogi.
Baca juga: 2 Tahanan Kejari Mataram Kabur, Lompat dari Jendela Mobil Usai Sidang di Pengadilan Negeri
Kuasa Hukum Korban Yan Mangandar mengatakan bahwa proses pemeriksaan saksi bisa dilakukan untuk membuktikan adanya tindakan pidana.
"Jadi kepolisian sudah menemukan minimal alat bukti dan sudah sangat yakin kasus ini adalah dugaan tindak pidana penganiayaan terhadap anak. Ini sudah merupakan ketentuan ketika status kasusnya naik ke penyidikan berarti polisi sudah kantongi dua alat bukti," kata Yan.
Dua alat bukti yaitu hasil pemeriksaan NI oleh dokter di RSUD Soedjono Selong, Lombok Timur yakni diduga ada benturan benda tumpul di bagian kepala, kemudian hasil visum awal saat otopsi.
"Yang kedua hasil keterangan orangtua korban, pihak yang menjemputnya, didukung oleh hasil pemeriksaan dokter yang didukung oleh keterangan saksi ahli dari pihak rumah sakit. Dua alat bukti itu keterangan para saksi dan hasil Visum Et Repertum (VeR)," katanya.
Baca juga: Misteri Kematian Santriwati di Lombok Barat, Merengek Minta Pulang Sebelum Meninggal
Kemudian rekaman CCTV yang disebut sebut oleh ponpes.
"Tapi kami tidak yakin pihak ponpes akan membuka CCTV itu jika tidak ditunjukkan ke publik, sehingga bukti yang paling kuat adalah keterangan para saksi," kata Yan.
Yan Mangandar juga menekankan agar para saksi dari pihak santriwati harus benar benar bebas dari tekanan, karena mereka masih tetap menjalani proses pendidikan di ponpes tersebut.
"Mereka rentan mendapat intimidasi atau tekanan sehingga tak berani menyampaikan yang sebenarnya, kita berharap jangan sampai ada oknum atau pihak tertentu yang berupaya melakukan intimidasi," katanya.
Untuk memastikan tak ada intimidasi, pihak kuasa hukum berharap ada pendamping dari pekerja sosial profesional dari Kementerian Sosial RI.
"Jika ada larangan didampingi Peksos, tentu kami mempertanyakannya," kata Yan Mangandar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.