Alasan membakar
Selain Isminah, peladang lain dari Kampung Ongko Asa, Fransiskus Suseno (32) juga tidak sepakat, petani atau peladang yang bakar ladang dituding pemicu utama karhutla.
Menurut dia, masyarakat adat punya cara sendiri membakar dan melindungi hutan.
"Kalau ditanya kenapa kami pakai bakar, selain karena tradisi, juga biar ladang bersih. Saat Nugal kondisi ladang harus bersih, biar tanam ke lubang bisa kelihatan," ungkap pria dengan sapaan Acam ini saat dihubungi Kompas.com.
Acam meminta, dinas atau pun pihak terkait bisa menyaksikan proses pembakaran ladang di lokasi, biar tudingan terhadap masyarakat buka ladang, bisa diluruskan.
"Beberapa kali saya temukan di wilayah sini, titik api justru muncul dari wilayah izin perusahaan, bukan ladang masyarakat," sebut dia.
Baca juga: Ular Sanca hingga Kura-kura Mati Terbakar akibat Karhutla di Riau
Sekretaris Adat Dayak Modang di Kabupaten Kutai Timur, Beng Lui menjelaskan tahapan buka ladang sampai tanam padi merupakan serangkaian tradisi yang sudah dijalankan turun temurun termasuk cara membakar.
Dari rangkaian itu ada pelaksanaan ritual adat dan kepercayaan yang menjadi kearifan lokal masyarakat adat di Kaltim termasuk suku Dayak Modang.
"Sampai sekarang kami masih menyakini padi sebagai nyawa layaknya manusia. Makanya ritual tanam padi ini, ada tarian Hudoq yang dipercayai memanggil roh baik untuk kesuburan tanah dan padi," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).
"Jadi itu (bakar ladang) hanya versi pemerintah. Mereka enggak pernah lihat ke lapangan," sambungnya.
Beng Lui khawatir, bahwa tudingan bakar ladang disebut pemicu utama karhutla, bisa bikin masyarakat meninggalkan tradisi berladang. Karena, takut terjerat hukum.
Baca juga: Dibantu Helikopter BNPB, Kebakaran Hutan akibat Erupsi Gunung Ile Lewotolok Dipadamkam
Selain itu, kata dia, tudingan itu akan membuka ruang penegak hukum akan menyasar masyarakat adat karena disebut aktor dominan picu karhutla.
"Padahal perusahaan pernah diawasi enggak? Saya lihat sekarang ada modus baru. Perusahaan bagi bibit ke masyarakat, kemudian masyarakat menebas buka kebun, pasti ujung-ujung dibakar. Tapi tetap masyarakat juga yang jadi kambing hitam setelahnya jika ada masalah, padahal perusahaan biang kerok," jelas dia.