Setelah bakar, kata Isminah, pemilik ladang biasa menunggu sampai malam, memastikan api tidak menjalar baru bisa pulang.
Proses itu berlangsung sejak dahulu. Karenanya, sebagai peladang yang sejak lahir dan besar di kampung ini dengan mayoritas suku Dayak Tunjung ini, yakin betul tradisi bakar ladang masyarakat adat jarang memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) karena diawasi ketat oleh masyarakat.
Meski begitu, Dinas Kehutanan Kaltim maupun Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kaltim menyebut masyarakat buka ladang dengan cara membakar penyebab utama karhutla.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat pada 2019, total luasan karhutla di Kaltim mencapai 68,524 hektar. Jumlah ini terbesar selama selama enam tahun terakhir.
Sebelumnya pada 2016 total luas lahan dan hutan terbakar di Kaltim sebanyak 43.136,78 hektar.
Pada 2017 sempat menurun menjadi 676,38 hektar. Namun, 2018 naik lagi jadi 27.893,20 hektar hingga tertinggi pada 2019.
Meski begitu, dua tahun terakhir cenderung turun. Data KLHK, selama 2020 luas karhutla Kaltim hanya 5.221,00 hektar. Sampai Agustus tahun ini hanya 414,00 hektar.
Kepala Dinas Kehutanan Kaltim, Amrullah menyebutkan faktor utama pemicu karhutla di Kaltim yakni pembukaan ladang oleh masyarakat dengan membakar.
"Buka ladang itu loh. Masyarakat membakar, kemudian berpindah-pindah. Ini faktor utama (pemicu)," ungkap Amrullah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).
Kepala Seksi Pengendali Kerusakan dan Pengamanan Hutan Dinas Kehutanan Kaltim, Shahar Al Haqq menambahkan, faktor pembukaan ladang dengan membakar oleh masyarakat menyumbang sekitar 90-an persen.
"Pelaku ya masyarakat, petani yang buka kebun, tapi tidak semua," kata dia.
Baca juga: Tangkap 3 Tokoh Adat Dayak Modang Long Wai, Polisi: 2 Kali Panggilan Tak Hadir
Selain petani, kata Shahar faktor lain akibat kelalaian membuang puntung rokok sembarang atau pun sisa api unggun serta faktor alam.
Ditreskrimsus Polda Kaltim melaporkan sebanyak 12 pelaku diproses hukum karena kasus karhutla sejak 2019 sampai Agustus 2021.
Dari jumlah pelaku tersebut, semuanya perorangan, tidak ada koorporasi.