Nilai kearifan lokal
Aktivis Lingkungan Kaltim, Akhmad Wijaya menjelaskan, masyarakat Dayak punya metodelogi dan kearifan lokal dalam membakar lahan.
Dayak Kenyah, misalnya, kepala adat kepala akan menentukan waktu dimulai bakar dengan melihat posisi matahari.
"Ada kayu disimpan di tengah kampung atau rumah panjang, sebagai penentu waktu. Sampai menurut kepala adat boleh, baru dibakar," ungkap Wijaya saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/8/2021).
Berbeda dengan, Dayak Bahau dan Dayak Benua. Metodologis membakar ladang kedua suku ini, kata dia menggunakan petunjuk arah angin.
Baca juga: Warga Dayak Long Wai 13 Tahun Berjuang Mengembalikan 4.000 Hektar Tanah Adat dari Perusahaan Sawit
Mereka menggantung tempayang depan rumah, dengan coretan arang hitam. Gantungan itu sekaligus pertanda ada warga sedang bakar ladang.
"Jadi cukup mudah identifikasi. Begitu ada kebakaran, semua orang langsung tahu di ladang siapa terbakar. Bagi saya ini cara peringatan dini versi mereka," tuturnya.
Selain itu, kearifan lokal dengan menggantung tempayang juga memercayai saat pembakaran ladang, bakal dijaga dewa-dewa, supaya api bagus, dan lain-lain.
Cara lain, Dayak Benua sebelum bakar, masyarakat menyiapkan alat semprot dari bambu.
"Mereka juga menyiapkan alat pemukul api," terangnya.
Di samping itu, pilihan membakar juga dianggap mengurangi hama, menetralisir kadar asam tanah di Kaltim yang rata-rata memiliki yang pH rendah, di bawah 5, dan memperlambat tumbuh gulma.
Baca juga: Hadiah Rp 100 Juta untuk Desa yang Berhasil Pertahankan Wilayah Bebas Karhutla
Hanya saja, Wijaya bilang belakangan ini tradisi kearifan lokal yang berlangsung turun temurun itu, mulai memudar seiring perkembangan zaman.
Misalnya, dia menemukan motivasi orang berladang yang sebelumnya murni kebutuhan pangan, kini berubah orientasi yang cenderung hanya ganti rugi ketika masuk perusahaan.
"Jadi sekarang ini, banyak juga yang mengikuti metodologi membakarnya, tapi meninggalkan kearifan lokalnya," terang dia.
Peladang di Kampung Ongko Asa, Fransiskus Suseno bilang salah satu faktor masyarakat meninggalkan kearifan lokal seperti ritual-ritual adalah agama.