Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mbo Gentong, Pelestari Adat Kelahiran Anak Suku Bajau di Teluk Tomini

Kompas.com - 26/10/2020, 09:58 WIB
Rosyid A Azhar ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Setelah orang Bajau mengenal dan hidup di rumah mereka memilih melahirkan di rumah meski saat itu Puskesmas sudah ada.

Karena kepercayaan terhadap ilmu pangule yang menangani proses melahirkan sangat tertanam di benak orang Bajau.

Namun, saat ini sesuai anjuran sudah banyak wanita Bajau yang melahirkan di Puskesmas atau rumah sakit.

Mbo Gentong sebagaimana pangule Bajau terdahulu, dia akan menghanyutkan ari-ari bayi Bajau di tengah laut meski sang ibu melahirkan di rumah sakit atau puskesmas.

Baca juga: Hutan Mangrove Penolong Nelayan Suku Bajau Saat Musim Angin Barat

Dalam percakapan di rumahnya di perkampungan di atas laut, Mbo Gentong menuturkan sejumlah pantangan yang harus ditaati oleh wanita yang tengah hamil, antara lain tidak boleh melilit kain atau selendang di tubuhnya.

“Kalau melilitkan selendang di tubuh bisa mengakibatkan tali pusat bayi terlingkar ke tubuh bayi,” tutur Mbo gentong.

Selain itu juga dilarang keluar rumah menjelang maghrib, apalagi sampai keluar di saat angin kencang tengah melanda perkampungan.

Dalam kondisi ini ari-ari yang masih di dalam tubuh ibu hamil akan memar membiru kehitam-hitaman.

Keadaan ini disebut tasambang, jika hal ini terjadi maka bayi terancam meninggal.

Kondisi hutan bakau warga bajau serumpun yang subur. Mereka memperjuangkan pelestarian hutan ini untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR Kondisi hutan bakau warga bajau serumpun yang subur. Mereka memperjuangkan pelestarian hutan ini untuk kehidupan masa depan yang lebih baik.

Pantangan seorang ibu setelah melahirkan bayi, terutama kepada sang ayah antara lain tidak boleh membelah kayu dan memompa lampu minyak sebelum tali pusat bayi mengering dan sembuh.

Sang ayah belum boleh beraktivitas keras apalagi sampai berkegiatan yang berhubungan dengan benda tajam selama tali pusat belum kering.

Setelah tali pusat sang bayi kering, pangule akan membubuhi serbuk dari arang tempurung kelapa yang sudah dihaluskan ke pusat bayi. Ini proses terakhir pengobatan tali pusat bayi yang sudah dipotong setelah lahir.

Selain kemampuan teknis bagaimana menolong persalinan wanita Bajau, pangule juga memiliki keahlian lain, yaitu merapalkan mantra-mantra saat bayi baru dilahirkan dan menangis keras.

Ini bagian dari sangkine yang harus dikuasainya agar bayi sehat secara fisik dan tidak diganggu oleh kekuatan jahat.

Sangkine merupakan perawatan kepada wanita sejak kehamilan awal hingga bayi dilahirkan.

Dalam sangkine, seorang pangule memiliki jimat atau yang biasa mereka sebut sebagai susuku, tatali dan ringe yang diwarisi dari leluhurnya.

Susuku ini berupa kepingan uang gulden berangka nominal setengah gulden yang bergambar Ratu Wilhelmina yang sisinya bergambar mahkota dan lambang kerajaan. Uang ini berangka tahun emisi 1930.

Baca juga: Tomini, Teluk Di Balik Garis Imajiner

Sementara tatali berupa kepingan uang gulden yang berangka tahun emisi 1945 senilai seperempat gulden dengan mahkota dan lambing kerajaan belanda di satu sisi, sementara sisi lainnya berupa aksara jawa dan arab.

Sementara ringge adalah uang keping yang lebih besar diameternya.

Jimat-jimat yang dimiliki Mbo Gentong ini merupakan benda yang langka dan sulit ditemukan.

“Susuku, tatali dan ringge saat ini sulit ditemukan, ketiganya dijadikan benda keramat dalam adat kami, orang Bajau,” kata Rena Pasandre, warga Bajau yang menemani Mbo Gentong.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com