KOMPAS.com - Kasus penyebaran foto dan video intim dengan sasaran perempuan sebagai sarana untuk mengancam semakin meningkat di Indonesia.
Salah seorang yang mengaku mengalami ancaman seperti ini selama bertahun-tahun adalah Bunga (bukan nama sebenarnya). Pengalaman itu membuatnya berada pada titik terendah dalam hidupnya.
"Saat naik mobil sama dia lewat tol dengan kecepatan tinggi, saya coba lompat keluar, tapi ditahan. Rasanya tidak mampu hidup lagi," cerita Bunga tentang apa yang dideritanya.
"Saya menangis tapi tidak keluar air mata, saya depresi hingga tidak bisa berucap, pandangan kosong, di pikiran saya hanya satu, bunuh diri," kata Bunga.
Baca juga: Ancam Sebar Video Syur dan Ajak Korbannya Mesum, Pemuda Ini Diciduk dengan Cara Dijebak
Air matanya mengalir deras mengingat kejadian itu.
Bunga mengaku mengalami beragam kekerasan verbal dan fisik dari mantan pacarnya, mulai dari menyebutnya sebagai "pelacur", mencekik, hingga menyebarkan konten seksual ke sosial media sebagai bentuk ancaman.
Tindakan kekerasan itu muncul sebagai aksi balasan yang disebut revenge porn atau nonconsensual intimate images yang dilakukan pelaku karena penyintas ingin mengakhiri hubungan.
Bunga enggan melaporkan kasus itu ke polisi karena proses hukum yang panjang dan dianggap diskriminatif terhadap perempuan serta potensi ancaman pidana dalam UU tentang Pornografi dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Baca juga: Begini Ancaman Pemuda yang Coba Peras Artis GL lewat Video Syur
Bunga hanyalah satu contoh dari lebih 1.400 kasus kekerasan berbasis gender siber (KBGS) yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan catatan akhir tahun Komnas Perempuan tahun 2020, terjadi lonjakan tajam pengaduan KBGS yang juga dipengaruhi situasi pandemi virus corona, dengan kenaikan 348% dari 490 kasus di tahun 2019 menjadi 1.425 kasus di tahun 2020.
Kemudian, berdasarkan data dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK), dari ratusan kasus yang ditangani, hanya sekitar 10% berujung ke pengadilan.
Baca juga: Begini Ancaman Pemuda yang Coba Peras Artis GL lewat Video Syur
Tanpa kerangka hukum yang kokoh, untuk melindungi korban, menurut LBH APIK, pelaku tidak akan terjerat dan bisa bebas begitu saja.
LBH APIK juga mengatakan kasus kekerasan siber seperti ini meningkat pesat pada masa pandemi Covid-19, dan diperkirakan karena pengaduan melalui online yang lebih memudahkan korban.
Contoh yang mengegerkan publik yaitu kasus video seksual yang menjerat V di Garut, dan Baiq Nuril, guru honorer di Nusa Tenggara Barat.
Dalam banyak kasus, berbagai organisasi menyebut perempuan selalu menjadi korban.
Baca juga: Fakta Baru Kasus Video Mesum Garut, Ditemukan 113 Video Seks di Ponsel Pemeran Pria
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi solusi mendesak yang harus diundangkan dalam melindungi perempuan, kata Komnas Perempuan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah memasukkan RUU PKS dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Sementara polisi menegaskan bahwa korban tidak perlu takut untuk melapor karena ada prosedur penanganan oleh polisi wanita (polwan) mulai dari pemeriksaan hingga penyembuhan trauma.
Pemerintah, melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) belum memberikan komentar terkait upayanya dalam mengatasi peningkatan KBGS.
Baca juga: Pegawainya Buat 450 Konten dan Video Seks Anak, Kepala Bapelkes Batam: Ini Pukulan Berat