Ketua Panja RUU PKS DPR Willy Aditya mengatakan akan memprioritaskan pembahasan RUU PKS yang menjadi prolegnas prioritas 2021.
Alasannya, tambah Willy, karena Indonesia belum memiliki instrumen hukum yang memadai terhadap kekerasan seksual secara online, perzinahan, hubungan sejenis, perspektif aparat penegak hukum berbasis gender, dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
"Dengan fokus pada perspektif terhadap korban yang selama ini dianggap tabu dalam kultur kita. Fenomena gunung es meningkat signifikan, kekerasa seksual online perlu dikhawatirkan, itu yang paling penting," katanya.
Baca juga: Mengapa Kita Membutuhkan Undang Undang untuk Melawan Kekerasan Seksual?
Terkait tudingan bahwa DPR yang paling bertangung jawab terhadap munculnya banyak perempuan yang dikrimininalisasi akibat UU Pornografi, Willy mengatakan DPR akan melakukan perbaikan melalui RUU PKS.
"Dimana nanti tumpang tindihnya dengan RUU Pornografi, UU ITE, UU Perkawinan, KUHP. Kami benar-benar akan melakukan hearing kepada publik secara komprehensif dari semua pihak," katanya yang menyebut draf usulan RUU PKS ditandatangani oleh mayoritas anggota.
Baca juga: Banyak Remaja Perempuan Tidak Sadar Jadi Korban Kekerasan Seksual
"Polisi sudah mempunyai aturan bahwa dalam penanganan oleh polwan. Semua kepala yang menangani perempuan dan anak oleh polwan, ada tim trauma healing juga. Lalu, ruangan pemeriksaan berbeda dengan ruangan penyidikan lainnya," kata Argo melalui pesan singkat.
Argo mengatakan, menurut data yang dimiliki polisi, keenganan korban kekerasan seksual online melaporkan ke polisi lebih disebabkan karena rasa malu.
Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, DPR Dukung Pengesahan RUU PKS
"Korban enggan melapor karena malu kalau aibnya ketahuan orang, yang melakukan ada hubungan kekerabatan. Mungkin yang ditanya belum pernah lapor? Belum pernah lapor kok sudah bisa cerita?" kata Argo.
Sementara itu, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Vennetia R Dannes, belum memberikan komentar terkait upaya pemerintah dalam mengatasi peningkatan KBGS, khususnya kekerasan balasan seksual (revenge porn atau nonconsensual intimate images).
Berdasarkan survei KemenPPPA dan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, sebanyak 33,4% perempuan usia 15-64 tahun Indonesia telah mengalami kekerasan fisik dan atau kekerasan seksual selama hidupnya, dengan jumlah kekerasan fisik sebanyak 18,1% dan kekerasan seksual 24,2%.
Baca juga: AJI Indonesia Nilai Banyak Perusahaan Media Belum Miliki SOP Tangani Kekerasan Seksual
Kemudian, sebesar 42,7% kekerasan baik secara fisik dan seksual dialami oleh perempuan yang belum menikah dimana pelaku adalah pacar, teman, rekan kerja, tetangga, dan pelaku lainnya.
---------------------
Melalui layanan psikologi SEJIWA, KemenPPPA memberikan pendampingan bagi para perempuan dan anak terdampak Covid-19, seperti perempuan korban KDRT, perempuan dalam situasi darurat dan kondisi khusus, perempuan pekerja migran, perempuan disabilitas, serta anak yang memerlukan perlindungan khusus.
Masyarakat dapat konsultasi dengan tenaga psikolog melalui hotline 119 ext. 8 yang juga merujuk kepada hotline unit pengaduan Kementerian PPPA (0821-2575-1234/0811-1922-911) atau melalui situs pengaduan.
Anda juga dapat melaporkan kasus yang Anda alami sendiri atau yang Anda saksikan kepada LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan melalui situs pengaduan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.