NUNUKAN, KOMPAS.com – Sebanyak 54 ekor sapi dari total 57 ekor sapi bantuan DPRD Provinsi Kaltara, untuk Kelompok Tani "Pelangi Perbatasan" di Nunukan, Kalimantan Utara, mati.
57 ekor sapi tersebut ditempatkan di kandang milik kelompok tani Pelangi Perbatasan yang ada di tengah perkebunan kelapa sawit, di Jalan Sei Banjar, RT 07 Desa Binusan, Kecamatan Nunukan.
Baca juga: Petugas Buru Pembuang Bangkai Sapi di Sungai Semarang
"Setiap terduduk itu sapi, pasti mati. Jadi problemnya, asal duduk itu sapi, gak mungkin hidup sudah. Biar makan banyak, ndak juga bisa gemuk. Hari hari mati, pusing betul kami dibuatnya," ujar Ketua Kelompok Tani ‘Pelangi Perbatasan’, Jumliadi, saat dihubungi melalui telepon, Senin (1/7/2024).
Jumliadi menegaskan, sapi-sapi yang merupakan bantuan dari Provinsi Kaltara tersebut berjatuhan dan tewas tak lama setelah diserahterimakan pada November 2023.
Awalnya para anggota kelompok tani, menggali lubang untuk menguburkan bangkai sapi yang mati.
Namun, semakin lama jumlah sapi yang mati semakin banyak, sehingga mereka kelelahan membuat lubang dan membiarkan bangkai sapi membusuk begitu saja.
"Capek sekali sudah kami mengubur. Jadi sebagian kami biarkan saja mati, itu tulang belulangnya banyak berserakan, sebagian kami buang ke kebun lain, ada juga ke sungai. Tidak sanggup kami kalau menguburkan terus, pusing kami dibuatnya," keluh Jumliadi.
Jumliadi memastikan, 54 ekor sapi dari total 57 sapi bantuan, semua mati tanpa ia tahu sebabnya.
"Itu nyata mati sapinya. Tidak ada dijual, silahkan tanya tetangga kami. Mereka juga bingung ada kejadian begini. Sisa tiga ekor saja sapinya yang masih hidup. Saya titipkan ke Pacik gembala disini yang punya sapi banyak. Semogalah bisa hidup itu yang tiga ekor," kata Jumliadi.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Nunukan, Muhtar membenarkan, sapi bantuan untuk Kelompok Tani "Pelangi Perbatasan" hampir semuanya mati.
Ia menegaskan, DKPP Nunukan menyerahkan 57 ekor sapi ke Kelompok Tani Pelangi Perbatasan, dalam kondisi layak dan setelah menjalani karantina selama 14 hari.
"Kami menduga ada kesalahan dalam pemeliharaan dan perawatan. Yang jelas, sapi yang kami datangkan dari Pare Pare, Sulawesi Selatan tersebut kondisinya sehat saat kami serah terimakan," jawabnya, saat ditemui, Senin (1/7/2024).
Muhtar menyayangkan kelompok tani tidak segera melaporkan kejadian sapi bantuan saat pertama kali bermasalah.
Para petani, jarang sekali mengirimkan foto atau laporan kondisi hewan ternaknya, sehingga pengawasan dan penanganan oleh dokter hewan pada DKPP Nunukan sudah sangat terlambat.
"Laporan masuk ketika sapi sudah sekarat. Dokter Hewan kami juga memiliki keterbatasan kemampuan, sehingga kondisi yang seharusnya bisa dicegah, menjadi berkelanjutan, sampai akhirnya hampir semua sapi bantuan mati," sesalnya.