Diancam dan Dikriminalisasi
Setelah dibeli oleh pengusaha, langkah Adi untuk mengelola Pematang Damar semakin sulit. Dia tidak hanya berhadapan dengan pemerintah, pengusaha, dan warga yang pro perusahaan.
Adi memang diadang banyak orang dan banyak pihak. Tapi dia bergeming tak mundur barang selangkah pun. Terlanjur maju pantang surut ke belakang.
Baca juga: Polisi Buru Pemilik Gudang Minyak Ilegal yang Terbakar di Jambi
Ketika sedang panas-panasnya soal Pematang Damar, Adi sempat mendapatkan aksi kriminalisasi dari tiga kepala desa. Kemudian diancam rumahnya mau dibakar, dibunuh, dan diusir dari kampung.
"Banyak warga kampung yang bilang saya ini sudah gila. Tidak normal seperti masyarakat pada umumnya, cuma gara-gara mau menyelamatkan anggrek," kata dia menirukan suara-suara sumbang kala itu.
Upaya pembungkaman perusahaan kepada Adi tidak hanya dengan jalan kekerasan tetapi dengan cara-cara licik. Adi disogok uang ratusan juta oleh perusahaan.
Bahkan ia dijanjikan 20 hektar tanah, agar dia tidak bersuara lagi terkait Hutan Pematang Damar. Semuanya ditolak mentah-mentah.
Pusing bukan kepalang menghadapi Adi, akhirnya hutan Pematang Damar dibakar pada 2015. Kala itu, terjadi kabut asap yang berasal dari ratusan titik lahan terbakar di Jambi.
Adi menduga hutan sengaja dibakar atau karena kawasan hutan Pematang Damar yang merupakan hutan gambut, terbakar karena sudah dikeringkan dengan sistem kanalisasi.
Kembali ke rumah
Perjuangan Adi dan GMB pupus setelah Pematang Damar terbakar. Ada puluhan anggrek alam di sana mati. Pohon-pohon terpanggang menjadi abu.
Di tengah kebuntuan itu, Adi mendapatkan ilham, untuk menanam anggrek di belakang rumah. Kebun sawitnya seluas 3,5 hektar menjadi korban, karena disulap menjadi tempat konservasi anggrek.
"Ada 76 spesies dari 84 anggrek yang diselematkan, kini hidup di tempat konservasi, di tanah pribadi miliknya namun dikelola secara komunitas," kata dia.
Sampai sekarang, sudah lebih dari 1.000 anggrek macan yang ditanam. Kata Adi fokusnya memang anggrek macan, karena teridentifikasi anggrek terbesar dan terberat di dunia.
"Anggrek terbesar dan terberat di dunia. Muarojambi inilah habitatnya. Selain candi terluas di Asia, juga ada anggrek. Itu alasannya kami pilih anggrek macan," kata pria 42 tahun ini.
Selain anggrek dia juga menanam pohon lokal seperti bungur, bengkal, labu kayu, putat, kayu aro nasi, kayu aro sudu, beringin, kemenyan putih, tampung, pulai, cupak, bedaro, tempunek dan kecapi. Total lebih dari 30 jenis kayu lokal yang ditanam.
Tempat konservasi di belakang rumah ini diberi nama Taman Sakat Lebung Panjang. Dalam bahasa lokal Muarojambi, sakat sama dengan anggrek.
Taman sakat ini, konsepnya menyediakan tempat bagi orang untuk berbagi kebaikan dengan menanam pohon anggrek dan menyemai bibit ikan lokal.
Dia menyakini, aktivitas berbagi kebaikan ini, akan terus tumbuh dan hidup. Ketika ia menanam pohon, buahnya akan dimakan burung. Saat itu, burung pun berdoa untuk keselamatan semua orang.
"Dengan mengalir tanpa hentinya kebaikan di Taman Sakat, membuat Adi bahagia. Ini adalah penebus dosa masa lalu. Kebaikan akan tumbuh dari segala penjuru," kata Adi dengan penuh harapan.
Bebas dari Intervensi Pemerintah
Setelah hutan Pematang Damar terbakar 2015, semua anggota GMB lesu karena hutan konservasi yang diimpikan hilang di depan mata.
Namun, anggrek yang sudah diselamatkan harus hidup. Maka dibangunlah taman sakat (kolam anggrek) pada Februari 2017 dengan dana pinjaman sebesar Rp 50 juta untuk menormalisasi sungai.
Kala itu ada 40 orang yang siap berjuang membangun Taman Sakat. Tapi karena beberapa hal, Adi tinggal sendirian. Satu persatu kawan pergi meninggalkan.