Sebab Adi gigih menolak campur tangan pemerintah, ia membuat sungai secara mandiri. Sungai ini menjadi kebutuhan air bagi pohon dan anggrek, serta untuk menghidupkan budaya sungai.
Kemudian dia juga merawat ikan endemis yang langka seperti putak, belido, jale, bujuk, klemak, lais, dan baung.
Baca juga: Gubernur Khofifah Dorong Petani Anggrek Jatim Tembus Pasar Dunia
Adi pernah ditawari konsep taman wisata dengan ide tematik sesuai keinginan pemerintah, namun dia tolak. Adi meyakini hal itu tidak bertahan lama karena serba instan. Sementara Adi menginginkan yang berkesinambungan.
Prosesnya panjang dan lama untuk mendapatkan manfaat, maka satu persatu anggota GMB meninggalkan Adi, karena dipengaruhi orang banyak.
"Utang normalisasi sudah aku bayar. Maka beberapa kawan mau bergabung kembali. Saya yakin apabila menanam kebaikan, maka akan tumbuh kebaikan," kata Adi.
Didukung teman yang kembali setelah semua persoalan dibereskan Adi sendirian, maka Taman Sakat Lebung Panjang hidup dan harapannya menjadi miniatur hutan Muarojambi.
Tempat konservasi anggrek Adi, kini sudah populer, banyak orang yang datang memberi dukungan seperti Dirjen Kebudayaan, Hilman Farid, kemudian Gubernur Jambi, Fachrori Umar dan BUMN Pertamina yang membuat rumah bayang ukuran 8×12 meter persegi, untuk pembibitan anggrek.
Selain itu, dikunjungi aktivis lingkungan dari Kanada, Xavier dan dua orang pecinta lingkungan dari Swiss dengan menanam pohon tembesu dan anggrek.
Belum lama ini, mendapat kunjungan dari pengurus Perhimpunan Anggrek Indonesia.
Tidak hanya melakukan penyelamatan anggrek, Adi juga melakukan ekspedisi Batang Rawang untuk menyusuri tapak-tapak tua sepanjang Sungai Batanghari, menggali sejarah negeri tua di kawasan Candi Muarojambi.
Adi juga aktif mengembangkan tradisi gambang, karena kesenian ini sudah kehilangan satu generasi.
Masa Kecil
Saat kecil, Adi sempat meninggalkan bangku sekolah, karena ingin ikut ayahnya membuka hutan untuk kebun.
"Saya 3 tahun ikut orangtua berladang-pindah membuka hutan untuk kebun," beber Adi.
Tetapi Adi kecil sempat tidak rela melihat hutan-hutan ditebang. Maka dia meminta kepada ayahnya untuk tidak menebang hutan lagi. Maka dia menanam pohon di hutan.
"Saya mikirnya sederhana, bapak nebang pohon di hutan, maka saya mau menanamnya lagi," kata Adi.
Dia mengaku heran pikiran konservasi sudah ada dalam dirinya sedari kecil. Tetapi akibat pikiran Adi kecil yang melarang ayahnya menebang pohon untuk membuat kebun, dia dikirim ke pesantren.
"Saya pernah bilang sama orangtua, kasihan hutannya ditumbang terus. Maka orangtua berhenti dan memasukkan aku ke pesantren," tutup Adi.
Perjuangan untuk menyelamatkan anggrek alam yang dilakukan pemuda kampung tanpa pendidikan tinggi ini, sesungguhnya bisa menjadi teladan bagi generasi muda dalam mengisi kemerdekaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.