Salin Artikel

Cerita Adi Ismanto Selamatkan Anggrek Langka, Diancam Dibunuh hingga Ditawari Uang Ratusan Juta Rupiah

JAMBI, KOMPAS.com - Pohon durian jangkung tampak kokoh di malam yang temaram. Seorang lelaki paruh baya bersusah payah memanjat pohon durian. Bermodal senter di kepala, dia meraba-raba tanaman di ujung dahan. Tanaman itu adalah anggrek.

Lelaki yang memanjat pohon durian setinggi 30 meter di tengah malam itu adalah Adi Ismanto. Dia ingin menyelamatkan anggrek karena esok hari pohon durian hendak di tebang yang empunya batang.

Penyelamatan yang dilakukan Adi Ismanto selama 13 tahun bukan tanpa alasan. Selain keberadaan anggrek yang mulai langka di alam, hal ini dilakukannya untuk menebus dosa.

"Saya adalah pendosa yang bertaubat. Sebab dulu saya pernah jual beli anggrek langka," kata Adi Ismanto di Taman Sakat Lebung Panjang, tempat dia melakukan konservasi anggrek, Selasa (16/8/2022).

Saat melakukan jual-beli anggrek, dirinya belum menyadari kalau keberadaan anggrek di alam semakin menipis.

Kelangkaan anggrek tidak hanya dipicu jual beli anggrek, tetapi adanya aktivitas alih fungsi lahan.

Celakanya, sambung Adi, ia pernah bekerja sebagai operator alat berat selama 12 tahun di perusahaan yang membabat pohon untuk perkebunan.

Padahal, hutan itu rumah bagi puluhan spesies anggrek langka dan endemis.

"Saya juga pernah bebalok (illegal logging). Tapi itu masa lalu, kini saya sudah bertobat dan ingin menebus dosa. Menyemai kebaikan untuk alam," kata Adi yang kini aktif mendalami sejarah dan budaya di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarojambi.

Selamatkan Anggrek Langka dan Endemik

Setelah menyadari keberadaan anggrek mulai langka di alam, Adi membentuk Paguyuban Anggrek Muarojambi pada 2009. Namun, tak bertahan lama karena rekan-rekannya banyak terlibat politik.

Tak lama berselang, masih di tahun yang sama, Adi kembali mendirikan komunitas Gerakan Muarojambi Bersakat (GMB), bertepatan dengan hari lingkungan. Komunitas ini didirikan oleh 4 orang, yakni Adi Ismanto, Edward Sasmita, Sanusi, dan Junaidi.

Aktivitas penyelamatan anggrek mulai dilakukan di bawah bendera GMB. Kala itu, alih fungsi lahan sangat masif sehingga hutan-hutan gundul dan anggrek-anggrek menghilang.

Berpacu dengan kerusakan hutan, Adi terus menyelamatkan anggrek secara mandiri.

Seperti 80 spesies anggrek di antaranya anggrek macan (Grammatophyllum speciosum), anggrek hitam (Coelogyne pandurata), kemudian anggrek hutan (Dendrobium lampongense) Bulbophyllum, Cymbidium, Appendicula, Pomatocalpa, Phalaenopsis atau Eria, Trichotosia Ferox, Thelasis, Flicking Coelogyne, Javanica dan anggrek keris (Dendrobium aporum aloifolium).

"Totalnya ada 80 spesies anggrek yang dapat kami selamatkan dari hutan. Kemudian dibawa ke rumah masing-masing anggota GMB, untuk dirawat dan nantinya akan dilepasliarkan ke alam," kata Adi.

Beberapa tahun merawat anggrek di rumah, para anggota GMB menemukan banyak kendala. Mulai dari biaya perawatan hingga membagi waktu dengan pekerjaan lain.

Akibatnya, banyak anggrek yang mati. Dari kejadian tersebut, mulai tumbuh kesadaran baru bagi Adi. Dia ingin melakukan penyelamatan yang lebih besar, yakni mengelola kawasan hutan untuk merawat anggrek.

"Saya sadar susah menanam anggrek di rumah. Karena anggrek ini dari alam, maka harus dikembalikan ke alam," kata Adi.

Maka pada 2013, Adi bersama kawan GMB menemui sejumlah pihak terkait seperti Dinas Kehutanan Kabupaten Muarojambi dan Provinsi Jambi, lalu Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pemda Muarojambi.

Mereka hendak meminta izin mengelola hutan Pematang Damar yang berada di Kecamatan Marosebo, Kabupaten Muarojambi, untuk kegiatan konservasi anggrek.

"Mereka bilang Pematang Damar itu bukan hutan tapi APL atau area penggunaan lain. Tapi menurut kami orang kampung, kalau ada kayu besar itu yo namanya rimbo atau hutan," kata pria yang telah menghidupkan seni tradisi gambang ini.

Kasak kusuk Adi ingin mengelola Pematang Damar rupanya terbaca oleh pengusaha yang rakus akan lahan di Jambi.

Pada 2014, dengan kekuatan uangnya, para pengusaha membeli kawasan hutan Pematang Damar, pada warga setempat.

Diancam dan Dikriminalisasi

Setelah dibeli oleh pengusaha, langkah Adi untuk mengelola Pematang Damar semakin sulit. Dia tidak hanya berhadapan dengan pemerintah, pengusaha, dan warga yang pro perusahaan.

Adi memang diadang banyak orang dan banyak pihak. Tapi dia bergeming tak mundur barang selangkah pun. Terlanjur maju pantang surut ke belakang.

Ketika sedang panas-panasnya soal Pematang Damar, Adi sempat mendapatkan aksi kriminalisasi dari tiga kepala desa. Kemudian diancam rumahnya mau dibakar, dibunuh, dan diusir dari kampung.

"Banyak warga kampung yang bilang saya ini sudah gila. Tidak normal seperti masyarakat pada umumnya, cuma gara-gara mau menyelamatkan anggrek," kata dia menirukan suara-suara sumbang kala itu.

Upaya pembungkaman perusahaan kepada Adi tidak hanya dengan jalan kekerasan tetapi dengan cara-cara licik. Adi disogok uang ratusan juta oleh perusahaan.

Bahkan ia dijanjikan 20 hektar tanah, agar dia tidak bersuara lagi terkait Hutan Pematang Damar. Semuanya ditolak mentah-mentah.

Pusing bukan kepalang menghadapi Adi, akhirnya hutan Pematang Damar dibakar pada 2015. Kala itu, terjadi kabut asap yang berasal dari ratusan titik lahan terbakar di Jambi.

Adi menduga hutan sengaja dibakar atau karena kawasan hutan Pematang Damar yang merupakan hutan gambut, terbakar karena sudah dikeringkan dengan sistem kanalisasi.

Kembali ke rumah

Perjuangan Adi dan GMB pupus setelah Pematang Damar terbakar. Ada puluhan anggrek alam di sana mati. Pohon-pohon terpanggang menjadi abu.

Di tengah kebuntuan itu, Adi mendapatkan ilham, untuk menanam anggrek di belakang rumah. Kebun sawitnya seluas 3,5 hektar menjadi korban, karena disulap menjadi tempat konservasi anggrek.

"Ada 76 spesies dari 84 anggrek yang diselematkan, kini hidup di tempat konservasi, di tanah pribadi miliknya namun dikelola secara komunitas," kata dia. 

Sampai sekarang, sudah lebih dari 1.000 anggrek macan yang ditanam. Kata Adi fokusnya memang anggrek macan, karena teridentifikasi anggrek terbesar dan terberat di dunia.

"Anggrek terbesar dan terberat di dunia. Muarojambi inilah habitatnya. Selain candi terluas di Asia, juga ada anggrek. Itu alasannya kami pilih anggrek macan," kata pria 42 tahun ini.

Selain anggrek dia juga menanam pohon lokal seperti bungur, bengkal, labu kayu, putat, kayu aro nasi, kayu aro sudu, beringin, kemenyan putih, tampung, pulai, cupak, bedaro, tempunek dan kecapi. Total lebih dari 30 jenis kayu lokal yang ditanam.

Tempat konservasi di belakang rumah ini diberi nama Taman Sakat Lebung Panjang. Dalam bahasa lokal Muarojambi, sakat sama dengan anggrek.

Taman sakat ini, konsepnya menyediakan tempat bagi orang untuk berbagi kebaikan dengan menanam pohon anggrek dan menyemai bibit ikan lokal.

Dia menyakini, aktivitas berbagi kebaikan ini, akan terus tumbuh dan hidup. Ketika ia menanam pohon, buahnya akan dimakan burung. Saat itu, burung pun berdoa untuk keselamatan semua orang.

"Dengan mengalir tanpa hentinya kebaikan di Taman Sakat, membuat Adi bahagia. Ini adalah penebus dosa masa lalu. Kebaikan akan tumbuh dari segala penjuru," kata Adi dengan penuh harapan.

Bebas dari Intervensi Pemerintah

Setelah hutan Pematang Damar terbakar 2015, semua anggota GMB lesu karena hutan konservasi yang diimpikan hilang di depan mata.

Namun, anggrek yang sudah diselamatkan harus hidup. Maka dibangunlah taman sakat (kolam anggrek) pada Februari 2017 dengan dana pinjaman sebesar Rp 50 juta untuk menormalisasi sungai.

Kala itu ada 40 orang yang siap berjuang membangun Taman Sakat. Tapi karena beberapa hal, Adi tinggal sendirian. Satu persatu kawan pergi meninggalkan.

Sebab Adi gigih menolak campur tangan pemerintah, ia membuat sungai secara mandiri. Sungai ini menjadi kebutuhan air bagi pohon dan anggrek, serta untuk menghidupkan budaya sungai.

Kemudian dia juga merawat ikan endemis yang langka seperti putak, belido, jale, bujuk, klemak, lais, dan baung.

Adi pernah ditawari konsep taman wisata dengan ide tematik sesuai keinginan pemerintah, namun dia tolak. Adi meyakini hal itu tidak bertahan lama karena serba instan. Sementara Adi menginginkan yang berkesinambungan.

Prosesnya panjang dan lama untuk mendapatkan manfaat, maka satu persatu anggota GMB meninggalkan Adi, karena dipengaruhi orang banyak.

"Utang normalisasi sudah aku bayar. Maka beberapa kawan mau bergabung kembali. Saya yakin apabila menanam kebaikan, maka akan tumbuh kebaikan," kata Adi.

Didukung teman yang kembali setelah semua persoalan dibereskan Adi sendirian, maka Taman Sakat Lebung Panjang hidup dan harapannya menjadi miniatur hutan Muarojambi.

Tempat konservasi anggrek Adi, kini sudah populer, banyak orang yang datang memberi dukungan seperti Dirjen Kebudayaan, Hilman Farid, kemudian Gubernur Jambi, Fachrori Umar dan BUMN Pertamina yang membuat rumah bayang ukuran 8×12 meter persegi, untuk pembibitan anggrek.

Selain itu, dikunjungi aktivis lingkungan dari Kanada, Xavier dan dua orang pecinta lingkungan dari Swiss dengan menanam pohon tembesu dan anggrek.

Belum lama ini, mendapat kunjungan dari pengurus Perhimpunan Anggrek Indonesia.

Tidak hanya melakukan penyelamatan anggrek, Adi juga melakukan ekspedisi Batang Rawang untuk menyusuri tapak-tapak tua sepanjang Sungai Batanghari, menggali sejarah negeri tua di kawasan Candi Muarojambi.

Adi juga aktif mengembangkan tradisi gambang, karena kesenian ini sudah kehilangan satu generasi.

Masa Kecil

Saat kecil, Adi sempat meninggalkan bangku sekolah, karena ingin ikut ayahnya membuka hutan untuk kebun.

"Saya 3 tahun ikut orangtua berladang-pindah membuka hutan untuk kebun," beber Adi.

Tetapi Adi kecil sempat tidak rela melihat hutan-hutan ditebang. Maka dia meminta kepada ayahnya untuk tidak menebang hutan lagi. Maka dia menanam pohon di hutan.

"Saya mikirnya sederhana, bapak nebang pohon di hutan, maka saya mau menanamnya lagi," kata Adi.

Dia mengaku heran pikiran konservasi sudah ada dalam dirinya sedari kecil. Tetapi akibat pikiran Adi kecil yang melarang ayahnya menebang pohon untuk membuat kebun, dia dikirim ke pesantren.

"Saya pernah bilang sama orangtua, kasihan hutannya ditumbang terus. Maka orangtua berhenti dan memasukkan aku ke pesantren," tutup Adi.

Perjuangan untuk menyelamatkan anggrek alam yang dilakukan pemuda kampung tanpa pendidikan tinggi ini, sesungguhnya bisa menjadi teladan bagi generasi muda dalam mengisi kemerdekaan.

https://regional.kompas.com/read/2022/08/16/113820778/cerita-adi-ismanto-selamatkan-anggrek-langka-diancam-dibunuh-hingga

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke