Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pasangan Muda Dirikan Rumah Belajar di Pelosok Papua, Ekspedisi Jalan Kaki Susuri 26 Kampung

Kompas.com - 10/02/2022, 05:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - "Kami anak Kosarek, sudah menerima injil Yesus Kristus, dan firman Tuhan sudah dinyatakan di Tanah Kosarek. Kami sudah menjadi orang percaya, tetapi juga, kami ingin belajar dan sekolah yang tinggi."

Puisi itu dibacakan oleh Yanes dan Yuman, dua anak asal Kampung Kosarek, Kabupaten Yahukimo, Papua dalam sebuah perayaan Natal pada Desember 2021 di hadapan puluhan warga yang menyaksikan.

Puisi berjudul "Doaku, Anak Kosarek" itu mereka ciptakan sendiri setelah belajar mengenal puisi dalam kelas Bahasa Indonesia.

Yanes dan Yuman adalah murid yang duduk di bangku setara kelas 2 SD di Rumah Belajar Kosarek, sekolah alternatif yang didirikan oleh sepasang suami istri, Zakharia Primaditya (36) alias Adit dan Putri Kitnas Inesia (36).

Baca juga: Konser Musik Virtual Natal, Kumpulkan Rp 300 Juta untuk Rumah Baca di Sentani Papua

Selama tiga tahun terakhir, Rumah Belajar Kosarek menjadi satu-satunya tempat bagi lebih dari 60 anak di kampung itu untuk menempuh pendidikan.

Yanes dan Yuman adalah dua di antara murid-murid pertama yang dididik oleh Adit dan Putri.

Putri masih ingat betul bagaimana Yanes dan Yuman saat pertama kali datang untuk belajar. Mereka tidak fasih berbahasa Indonesia, tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung.

"Walaupun usia mereka sudah belasan tahun, tapi karena tidak pernah sekolah kami kasih materi kelas 2 SD untuk mereka," kata Putri kepada BBC News Indonesia.

Baca juga: Peduli Literasi, Belasan Pemuda Dirikan Rumah Baca di Lereng Gunung Wilis

Dua anak asal Kampung Kosarek, Papua mengikuti pelajaran di Mome Lemnep Ae, satu-satunya sekolah alternatif yang ada di kampung mereka.ZAKHARIA PRIMADITYA, PUTRI KITNAS INESIA via BBC Indonesia Dua anak asal Kampung Kosarek, Papua mengikuti pelajaran di Mome Lemnep Ae, satu-satunya sekolah alternatif yang ada di kampung mereka.
Kampung Kosarek berlokasi di pelosok Kabupaten Yahukimo, dengan jarak tempuh tujuh hari dari kota terdekat, Wamena.

Minimnya infrastruktur membuat kampung itu terpencil dan sulit dijangkau. Sekolah formal sudah belasan tahun tidak beroperasi, sehingga mayoritas anak-anak tidak tersentuh pendidikan.

Situasi itu yang membawa Adit dan Putri datang ke Kosarek, meninggalkan karir dan kehidupan mereka sebelumnya untuk menggerakkan kembali pendidikan di kampung itu.

Keduanya adalah lulusan universitas ternama di Pulau Jawa. Putri bahkan telah menempuh pendidikan magister di Austria.

Baca juga: Cerita Guru SLB Mendirikan Rumah Baca Cengka Ciko di Pedalaman Manggarai Timur

Dengan latar belakang itu, keduanya bisa saja memilih berkarir di kota-kota besar seperti yang dilakukan mayoritas pemuda usia produktif di Indonesia.

"Kami punya pilihan lain, bisa kerja di Jakarta dengan gaji yang mumpuni dan karir yang lebih baik," kata Adit, yang sebelumnya pernah menjadi kepala sekolah di sekolah Kristen di wilayah Bokondini, Papua.

"[Keputusan ini] adalah panggilan kami. Dari dulu panggilan kami memang untuk kemanusiaan, untuk orang-orang yang termarjinalkan," lanjut dia.

Adit merasakan panggilan yang begitu kuat setelah pada 2015 dia bepergian ke Yahukimo dan melihat banyak anak di sana belum terjangkau pendidikan.

Baca juga: Kisah Rumah Baca Bintang, Pelopor Literasi di Desa Terpencil dengan Kondisi Memprihatinkan

Hal itu membuatnya gelisah. Bagi Adit, kegelisahan itu adalah panggilan spiritual dari Tuhan untuk menjangkau anak-anak tersebut.

Momen itu lah yang membuat Adit bersama Putri bertekad menjalankan misi sebagai pendidik.

"Banyak anak mau didampingi tapi orang-orang belum banyak yang terpanggil untuk datang. Kami ingin memberikan hidup untuk anak-anak ini sehingga mereka bisa bertumbuh seperti anak-anak di daerah lain yang lebih beruntung," ujar Putri.

 

Ekspedisi berjalan kaki menyusuri 26 kampung

Murid-murid belajar di ruang kelas sederhana saat masa-masa awal Rumah Belajar Kosarek didirikan pada awal 2019 lalu.ZAKHARIA PRIMADITYA, PUTRI KITNAS INESIA via BBC Indonesia Murid-murid belajar di ruang kelas sederhana saat masa-masa awal Rumah Belajar Kosarek didirikan pada awal 2019 lalu.
Adit dan Putri memulai misi mereka dengan berjalan kaki menyusuri 26 kampung di Kabupaten Yahukimo pada penghujung 2017.

"Kami ingin merasakan sendiri, melihat, dan mencari tahu kira-kira tempat mana yang Tuhan tunjuk kami untuk menyelenggarakan pendidikan," kata Putri.

Tidak ada akses jalan raya dan transportasi darat yang bisa digunakan. Mereka harus berjalan menyusuri hutan untuk mencapai kampung-kampung di Yahukimo.

Opsi lainnya adalah menggunakan pesawat perintis yang tentunya berbiaya mahal.

Sebanyak 26 kampung mereka singgahi dalam kurun 42 hari perjalanan, salah satunya Kampung Kosarek.

Baca juga: 9 Rumah Baca Kampayekan Literasi dengan Cara Unik, Dikelola Mantan Mucikari hingga Aggota TNI Polri

Adit dan Putri menemui banyak anak usia sekolah di Kosarek, tetapi mereka tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung. Sebab, terakhir kali sekolah formal beroperasi di distrik itu ialah pada 2006.

Seluruh penduduk di Kampung Kosarek beragama Kristen, sehingga setiap pekan mereka mengikuti Sekolah Minggu di gereja. Berbagai kegiatan masyarakat pun dikoordinasikan oleh gereja.

Namun, tingkat literasi yang rendah membuat anak-anak itu tidak bisa membaca injil meski telah diterjemahkan ke dalam bahasa Mek, bahasa asli mereka.

Melihat situasi itu, Adit dan Putri meyakini bahwa Kampung Kosarek lah tempat yang ditunjuk Tuhan untuk mereka.

Baca juga: Saat KKN, Mahasiswa di Lampung Barat Bangun 15 Rumah Baca

Mereka kemudian menyampaikan misi untuk menggerakkan kembali pendidikan di kampung itu kepada misionaris gereja.

"Waktu kami memperkenalkan diri dan menyampaikan visi kami untuk menggerakkan pendidikan di daerah terpencil, mereka [misionaris gereja] senang," kata Adit.

"Bagi mereka, kami adalah pergumulan dan jawaban doa mereka, dan bagi kami mereka juga adalah jawaban dari doa-doa kami," ujarnya.

Mome Lemnep Ae Kosarek

Setelah ekspedisi dan proses yang panjang, Adit dan Putri akhirnya memulai misi mereka di Kampung Kosarek pada Oktober 2018.ZAKHARIA PRIMADITYA, PUTRI KITNAS INESIA via BBC Indonesia Setelah ekspedisi dan proses yang panjang, Adit dan Putri akhirnya memulai misi mereka di Kampung Kosarek pada Oktober 2018.
Setelah ekspedisi dan proses yang panjang, Adit dan Putri akhirnya memulai misi mereka di Kampung Kosarek pada Oktober 2018.

Ini adalah keputusan besar yang membuat mereka harus tinggal jauh dari keluarga, meninggalkan segala fasilitas dan kenyamanan di kota.

Misi itu mereka mulai bermodal uang tabungan pribadi. Rumah pertama yang mereka tempati di Kosarek adalah sebuah bangunan sederhana berdinding kayu yang telah belasan tahun tidak dihuni.

Mendapatkan kebutuhan pokok tidak lagi semudah datang ke toko terdekat. Bahan-bahan pokok harus mereka datangkan dari kota menggunakan pesawat, dengan biaya lebih mahal.

Baca juga: HUT Ke-76 RI, Ini Harapan Masyarakat di Pelosok Papua

Sumber listrik bergantung pada panel surya, dan pada saat itu, belum ada sambungan internet yang bisa menghubungkan mereka dengan dunia luar. Tetapi tekad mereka lebih kuat di tengah segala keterbatasan itu.

"Kami benar-benar nekat. Kami tidak ada pengalaman misionaris, tidak ada pengalaman crowdfunding, cari dana atau apa pun. Kami hanya komitmen ke Tuhan," kenang Adit.

Pada masa-masa awal di Kosarek, Adit dan Putri mengasuh Sekolah Minggu sebanyak dua kali dalam sepekan, mengajarkan literasi dasar dan alkitab untuk anak-anak usia dini.

Mereka juga melatih dan mendampingi pemuda setempat yang dulunya putus sekolah untuk menjadi tutor belajar bagi anak-anak yang lebih muda.

Baca juga: Viral, Video Barter Emas di Pedalaman Papua, 1 Gram Dapat 1 GB Internet, Ini Ceritanya

Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang variatif seperti melalui dongeng, permainan, kuis berhadiah, bahkan lagu.ZAKHARIA PRIMADITYA, PUTRI KITNAS INESIA via BBC Indonesia Materi pelajaran disampaikan dengan cara yang variatif seperti melalui dongeng, permainan, kuis berhadiah, bahkan lagu.
Seiring berjalannya waktu, Adit dan Putri akhirnya mendirikan rumah belajar, yang dalam bahasa Mek mereka sebut sebagai Mome Lemnep Ae Kosarek.

Berawal di sebuah bangunan sederhana berdinding kayu dan beralas rumput, Mome Lemnep Ae menjadi tempat pertama bagi anak-anak Kosarek untuk menimba ilmu setelah belasan tahun lamanya.

Di Mome Lemnep Ae, anak-anak mendapat pelajaran agama, matematika, dan bahasa. Tetapi, materi pelajaran disampaikan dengan cara yang variatif seperti melalui dongeng, permainan, kuis berhadiah, dan lagu.

"Saya bikin video hari pertama belajar di alas rumput. Untuk pertama kalinya mereka merasa kita belajar, tapi kayak main," kenang Putri.

Baca juga: Perjuangan Telma di Pedalaman Papua demi Tuntaskan Buta Aksara

Ketika murid-muridnya hendak belajar menulis atau menggambar, maka Adit dan Putri akan mengajak mereka menyanyikan lagu yang liriknya berupa instruksi untuk melakukan gerakan jari ringan sebagai pemanasan.

Lagu itu diciptakan sendiri oleh Adit dalam bahasa Mek, sehingga anak-anak mampu memahaminya dengan baik.

Adit dan Putri juga membekali anak didik mereka dengan keterampilan nonteknis.

Setiap tahun mereka meminta anak-anak untuk tampil di hadapan banyak orang dengan bernyanyi, bermain musik, drama, atau membaca puisi untuk melatih kepercayaan diri mereka.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Guru di Pedalaman Papua Butuh Tambahan Dana Operasional

Sebab, sebagian besar anak-anak di Kosarek pada awalnya adalah pribadi yang pemalu dan rendah diri karena tidak memiliki cukup ruang untuk beraspirasi.

"Sekarang kalau anak Mome Lemnep Ae ditanya siapa yang mau buat penampilan, semua angkat tangan baku rebut, karena kepercayaan diri mereka sudah tumbuh," jelas Putri.

Setiap pulang sekolah, mereka juga menjalankan peternakan yang dikelola bersama.

Anak-anak bisa menyumbang ubi untuk makanan ternak ayam dan bebek. Mereka juga memiliki jadwal piket untuk membersihkan kandang.

"Ketika usia ayam sudah cukup, hasilnya masuk ke tabungan pendidikan anak-anak. Kami tidak memungut biaya, kami hanya ingin anak-anak punya tanggung jawab dan kemandirian yang tinggi," kata Putri.

Baca juga: Bagikan Buku Saku untuk Anak, Cara Sosialisasi Corona di Wilayah Pedalaman Papua

 

Mengajar dengan bahasa ibu

Buku cerita dalam bahasa Mek di Mome Lemnep Ae.ZAKHARIA PRIMADITYA, PUTRI KITNAS INESIA via BBC Indonesia Buku cerita dalam bahasa Mek di Mome Lemnep Ae.
Beberapa bulan yang lalu, Rumah Belajar Kosarek kedatangan seorang murid baru bernama Yon.

Di mata Adit dan Putri, Yon adalah anak yang cerdas. Dia cukup lancar membaca, menulis, dan juga bisa mengenali angka.

Namun ketika mengerjakan soal-soal latihan dari buku paket berbahasa Indonesia, Yon tertinggal dibandingkan murid-murid lain.

Adit dan Putri kemudian memberi kelas tambahan untuk Yon menggunakan bahasa Mek. Upaya itu ternyata bisa ditangkap dengan baik oleh Yon.

Baca juga: SPBU Akan Dibangun di Pedalaman Papua

Seperti Yon, banyak anak-anak Kampung Kosarek lainnya yang tak fasih berbahasa Indonesia. Akibatnya, mereka kesulitan memahami konsep ilmu dalam bahasa yang asing bagi mereka.

"Kami mau memperkenalkan pendidikan dan pengetahuan yang baru di luar dunia mereka tapi dengan cara yang dekat, bahasa yang dekat di hati mereka, paling tidak untuk anak usia dini," tutur Putri.

Bahasa Mek akhirnya menjadi bahasa utama yang mereka gunakan untuk mengajar anak-anak usia dini, setidaknya sampai mereka cukup fasih berbahasa Indonesia.

Sejumlah lagu anak-anak populer Indonesia mereka terjemahkan ke dalam bahasa Mek agar anak-anak bisa mengerti.

Baca juga: Kisah Perjuangan Guru Pedalaman Papua, Ingin Wujudkan Mimpi Siswa jadi Orang Nomor Satu

Mereka kemudian dibantu oleh sebuah yayasan yang mengadvokasi pendidikan berbahasa ibu untuk menyediakan alat-alat belajar berbahasa Mek.

Salah satunya adalah buku-buku cerita berbahasa Mek yang pemilihan ceritanya disesuaikan dengan kearifan lokal dan kehidupan sehari anak-anak Kosarek.

"Ceritanya dipilih yang dekat dengan anak-anak. Tidak ada cerita tentang kereta api karena di sini tidak ada kereta, tapi misalnya menceritakan tentang kus kus," jelas Putri.

Hasilnya, kata dia, anak-anak tersebut menunjukkan perkembangan belajar yang baik.

"Kami pikir enggak adil melabeli anak cerdas atau tidak karena kemampuan membaca atau berhitung dalam bahasa yang bukan bahasa ibu mereka," ujar dia.

Baca juga: Cerita Ones, Guru Pedalaman Papua Dapat Beasiswa di Rusia, Ingin Bangun Sekolah di Kampung Halaman

'Jangan paksa mereka berhitung dengan 10 jari'

Setelah tiga tahun berjalan, Mome Lemnep Ae kini memiliki ruang kelas yang lebih layak.ZAKHARIA PRIMADITYA, PUTRI KITNAS INESIA via BBC Indonesia Setelah tiga tahun berjalan, Mome Lemnep Ae kini memiliki ruang kelas yang lebih layak.
Selain soal bahasa, pendekatan serupa juga berlaku ketika Adit dan Putri mengajarkan cara berhitung kepada murid-murid mereka.

Tidak ada satu pun anak-anak yang memahami cara berhitung dengan konsep 10 jari, termasuk menggunakan tanda tambah atau kurang.

Masyarakat Kosarek ternyata memiliki cara sendiri dalam mengidentifikasi angka secara verbal.

Angka disimbolkan oleh bagian-bagian tubuh, dengan total mencapai 27. Sebagai contoh, angka tiga disimbolkan oleh jari tengah, bukan tiga jari yang diangkat secara bersamaan.

Baca juga: Kisah Guru di Pedalaman Papua, Gaji Habis Beli Air dan Minyak Tanah

"Konsep numerasi itu sudah ada. Tapi ketika itu di bahasa Indonesia, pakai simbol 1, simbol 2, lambang tambah, kurang, mereka tidak mengerti karena itu bukan makanan mereka, bukan bahasa mereka, di sini tidak ada tulisan. Semua budaya verbal," jelas Adit.

Itu menyadarkan Adit dan Putri, bahwa mereka tidak bisa memaksakan konsep berhitung dengan 10 jari, tanpa pendekatan berhitung yang selama ini mereka kenal.

Mereka kemudian mencoba menggunakan kartu bergambar posisi jari atau bagian tubuh yang menunjukkan angka dalam bahasa Mek.

Dengan cara itu, anak-anak ternyata menunjukkan kemampuan yang mengesankan mengenali konsep angka.

Baca juga: Surat dari Pedalaman Papua untuk Menteri Nadiem: Ibu Guru, Kami Takut Meja Patah

Hal itu lagi-lagi membuktikan bahwa setiap anak memiliki kecerdasan masing-masing di luar suku dan latar belakang mereka.

"Ternyata konsep budaya setempat lewat pendidikan kontekstual dan akar rumput terbukti lebih aktif untuk mentransfer ilmu modern di tengah masyarakat tradisional," kata dia.

Jiwa-jiwa yang akhirnya tersentuh

Ilustrasi siswaDOK. PIXABAY Ilustrasi siswa
Setelah tiga tahun berjalan, Mome Lemnep Ae kini memiliki ruang kelas yang yang lebih layak. Kegiatan belajar berjalan empat kali dalam satu pekan.

Ada lebih banyak pemuda-pemudi setempat yang mereka latih untuk menjadi pendamping bagi anak-anak setempat.

Hanya saja, ada sebagian orang tua yang menganggap rumah belajar itu sebatas "latih-latih" atau "bermain-main" karena metode belajar yang berbeda dengan sekolah formal pada umumnya.

Statusnya sebagai sekolah alternatif juga membuat Mome Lemnep Ae tidak bisa menerbitkan ijazah, yang bagi sebagian orang tua dianggap penting dari sebuah proses belajar.

Baca juga: Kisah Dokter Soeko, Bertugas di Pedalaman Papua, Wafat dalam Kerusuhan Wamena

Mereka berupaya mengakomodasi aspirasi itu dan tengah mendaftarkan rumah belajar mereka sebagai pusat kegiatan belajar mengajar nonformal.

Dengan demikian, anak-anak didik mereka bisa mengikuti ujian kejar paket A dan mendapatkan ijazah setara kelulusan SD.

Hal itu, juga memberi peluang bagi anak-anak itu untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di masa yang akan datang.

Namun bagi Adit dan Putri, proses belajar anak didiknya hingga bisa bertumbuh menjadi anak-anak yang berilmu lah yang terpenting.

Baca juga: Kisah Guru di Pedalaman Papua, Ajarkan Pancasila dan Lagu Indonesia Raya

Seperti Yanes dan Yuman yang tadinya tidak bisa baca tulis, kini telah mampu menciptakan karya. Keduanya bahkan kini telah menjadi pendamping belajar bagi anak-anak di Kampung Kosarek.

"Kami terharu dan bangga melihat perkembangan mereka, dari masih kecil dengan bahasa Indonesia patah, menulis tidak bisa, sampai sekarang mereka menjadi tutor lokal untuk anak kelas 2 SD," kata Putri.

"Ada jiwa-jiwa yang kami sentuh dan sampai sekarang mau bertumbuh bersama kami itu yang membuat kami berpikir, 'Oh ini alasan kami mau meninggalkan kenyamanan di kota'," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Tak Berizin, Aktivitas Pengerukan Pasir oleh PT LIS di Lamongan Dihentikan

Regional
Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Mengaku Dilempar Pisau oleh Oknum Polisi

Regional
Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Dianggap Bertindak Asusila, PNS dan Honorer Bangka Barat Jalani Pemeriksaan Etik

Regional
Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Bikin 20 Kreditur Fiktif, Mantan Pegawai Bank Korupsi KUR Rp 1,2 Miliar

Regional
Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, 'Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta'

Sambil Nangis, Calon Mahasiswa Baru Unsoed Curhat ke Rektor, "Orangtua Saya Buruh, UKT Rp 8 Juta"

Regional
Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Menparekraf Sandiaga Uno Kunjungi Kampung Tenun di Bima, Beli Kain Motif Renda

Regional
Sempat Menghilang, Pedagang Durian 'Sambo' Muncul Lagi di Demak

Sempat Menghilang, Pedagang Durian "Sambo" Muncul Lagi di Demak

Regional
Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Diajak Menikah, Mahasiswi Ditipu Marinir Gadungan hingga Kehilangan Uang dan Ponsel

Regional
Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Hilang 9 Hari, Nenek 80 Tahun di Sikka Ditemukan Meninggal

Regional
Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Kesaksian Penumpang KM Bukit Raya Saat Kapal Terbakar, Sempat Disebut Ada Latihan

Regional
Irjen Pol Purn Johni Asadoma Mendaftar sebagai Calon Gubernur NTT ke PAN

Irjen Pol Purn Johni Asadoma Mendaftar sebagai Calon Gubernur NTT ke PAN

Regional
Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Layani Penerbangan ke Jeddah dan Mekkah

Jadi Bandara Domestik, SMB II Palembang Tetap Layani Penerbangan ke Jeddah dan Mekkah

Regional
Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Mahasiswa di Ambon Tewas Gantung Diri, Diduga karena Masalah Asmara

Regional
Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Cabuli Anak Tiri Saat Istri Tak di Rumah, Pria di Agam Ditangkap Polisi

Regional
BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

BPBD Minta Warga Lebak Waspadai Hujan Lebat di Malam Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com