KOMPAS.com - Onesimus Aluwa, pemuda dari daerah pedalaman Yahukimo, Papua, bercerita tentang keinginannya membangun sekolah di desa asalnya setelah menempuh studi magister melalui beasiswa ke Rusia.
Ones, begitu panggilannya, baru-baru ini tiba di ibu kota Moskow.
Dua tangannya sembunyi di balik jaket, saat salju pertama mulai turun.
"Tidak apa-apa, Kakak. Di Wamena dingin juga, tapi di Moskow memang terlalu dingin," katanya kepada BBC News Indonesia.
Ones menyusuri Tverskaya, kawasan di Moskow, untuk mencari-cari mesin penjual pulsa. Dia agak gelisah, tak sabar lagi ingin mengabari kakak-kakaknya kalau ia sudah sampai di tujuan.
Baca juga: Mengenal Abah Landoeng Guru Asal Bandung, Sosok Inspirasi Lagu Oemar Bakri Ciptaan Musisi Iwan Fals
Ones telah menempuh perjalanan sekitar 11.000 kilometer, dari daerah pelosok di Kabupaten Yahukimo ke Moskow.
Pemuda berusia 25 tahun ini berasal dari Yalmabi, kampung di pelosok Kabupaten Yahukimo yang ditempuh dengan berjalan kaki "satu hari".
"Belum ada jalan yang menuju ke Yalmabi, artinya kalau saya keluar kampung pukul 06:00 pagi, tiba di Yahukimo antara pukul 06.00 atau 07.00 sore."
"Kami masih lewat jalur orang tua dulu, lewat hutan. Ada dua bukit yang besar sekali, tapi setelah itu lurus rata saja jalannya," urai Ones tentang kampung di perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini tersebut.
Baca juga: Warung Makan Milik Pasangan Suami Istri Pemulung Ini Jadi Inspirasi, Begini Ceritanya
"Metode mereka mengajar berbeda. Santai, tidak terlalu ditekan seperti di Indonesia," katanya, walau ia mengakui materi untuk saat ini masih sulit.
"Guru mengajarkan semua pakai bahasa Rusia, saya belum tahu banyak kata-kata," kata Ones. Ia mangatakan keluarga menjadi pemberi semangat untuk melanjutkan studi.
Tidak berkembangnya pendidikan di daerahnya menakutkan buat Ones.
Baca juga: Dedikasi Temu Misti Jadi Inspirasi Festival Tari Gandrung
"Di sana tidak ada perpustakaan. Di sekolah biasa guru mengajar, setelah itu anak-anak belajar di rumah lewat buku catat," katanya.
Di Moskow, ia mengatakan terdapat lebih dari 400 perpustakaan.
"Internet dan WiFi gratis juga lancar, kalau di sana error-error."
Sebelum berangkat ke Moscow, tamatan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kristen, Wamena, ini diperbantukan mengisi kekosongan guru di sebuah sekolah yayasan di Kabupaten Yahukimo setelah lulus sebagai sarjana.
"Status PNS atau status honor juga belum. Hanya bantu saja," urainya.
Baca juga: Inspirasi Aksi Nyata SMP Tenggarong Pulihkan Dampak Karhutla