LAMONGAN, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), menghentikan sementara operasional kapal Trailing Suction Hopper Dredger (TSHD) Sorong milik PT Lamongan Integrated Shorbase (LIS).
Kapal tersebut terekam dalam data dan informasi intelijen command center KKP (Pusdal Ditjen PSDKP) melakukan aktivitas pengerukan dan dumping pasir laut pada akhir 2023 di Pelabuhan Umum Kawasan Industri Lamongan Shorebase di Tanjung Pakis, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur.
"Kapal ini sudah beroperasi sejak 2023, kebetulan terdeteksi oleh Pusdal kami dan sampai saat ini pengurusan PKKRL (Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang harusnya izin dari kementerian, belum dilakukan," ujar Plt. Direktur Jenderal (Dirjen) PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono kepada awak media di Lamongan, Jumat (26/4/2024).
Baca juga: Beredar Pesan Bupati Lamongan Minta Uang, Diskominfo: Penipuan
Ipunk, panggilan Pung Nugroho Saksono, menjelaskan, usai kapal terdeteksi melakukan aktivitas ilegal pengerukan dan dumping pasir laut, lantas dilakukan pemantauan oleh Polisi Khusus Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K) Satwas Lamongan di bawah Pangkalan PSDKP Benoa, Bali. Kemudian, pada hari ini resmi dilakukan penutupan sementara.
"Jadi dalam hal ini negara hadir, Kementerian Kelautan dan Perikanan hadir untuk menertibkan supaya dalam hal pengelolaan sumber daya kelautan ini bisa lestari, supaya semuanya itu sesuai peraturan," ucap Ipunk.
Baca juga: Pengerukan Pasir Laut di Bangka Terkendala Biaya
Ipunk menambahkan, penertiban tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 18 angka 12 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Undang-undang tersebut menyatakan, setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari perairan pesisir wajib memiliki PKKPRL dari pemerintah pusat.
"Para pelaku usaha diharapkan untuk tertib administrasi dan peraturan yang berlaku, agar masyarakat mampu merasakan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Untuk itu, kapal ini kami hentikan dulu operasionalnya," kata Ipunk.
"Nanti jika sudah mengurus izin PKKPRL bisa dibuka (segel) lagi untuk melanjutkan operasional. Kami tidak menghambat usaha, namun apabila ini dibiarkan maka mungkin 10 tahun lagi masyarakat sudah tidak bisa menikmati (sumber daya kelautan),” tambahnya.
Adapun luasan area kerja keruk dan dumping kapal STHD tersebut sekitar 44,55 hektare yakni, area kerja keruk 14,03 hektare dan area dumping 30,52 hektare. Dengan volume material keruk sebesar 397.208,78 meter kubik.
Sementara potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) bila PT LIS mengurus PKKPRL seluas DLKP 2.653,64 Hektare sesuai rencana induk pelabuhan senilai Rp 49.569.995.200. Angka tersebut dari hasil penjumlahan 2.653,64 Hektare dikalikan dengan Rp 18.680.000.
"Kalau laut ini dikelola dengan baik, semua terdata, siapa yang mengelola, siapa yang melakukan eksploitasi, kita pemerintah bisa memastikan semua itu sesuai dengan aturan yang ada. Ketika tidak sesuai dengan aturan yang ada, maka tugas kami untuk menertibkan," tutur Ipunk.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.