Dikatakannya, kasus ini bermula saat munculnya tren aplikasi PeduliLindungi yang menjadi syarat pengecekan vaksinasi.
Tim Subnit I Ditreskrimsus Polda Jabar yang dipimpin oleh AKBP Andry Agustino kemudian melakukan patroli siber dan penelusuran.
Polisi kemudian mendapati jasa pembuatan sertifikat vaksin tanpa penyuntikan vaksin yang ditawarkan para tersangka secara online melalui media sosial.
Sertifikat vaksin ilegal ini dapat diterbitkan lantaran dua orang tersangka yang merupakan eks relawan vaksinasi itu memiliki akses dengan memasukan data pemesan saat proses vaksinasi.
"Karena tersangka ini dasarnya relawan saat vaksinasi sehingga memiliki akses. Beda kasus dengan ilegal akses, kalau ini ilegal authority. Punya akses dan mencantumkan data palsu, padahal belum divaksin," ungkapnya.
Setiap pemesanan, tersangka mematok harga senilai Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu setiap per sertifikatnya.
Setelah pemesan memberikan data dan nomor NIK, tersangka IF dan JR kemudian menginputnya melalui situs web Primary Care.
"Pemesan akan mendapatkan sertifikat vaksin Covid-19 tanpa melakukan penyuntikan vaksin terlebih dahulu," ungkapnya.