Isrofi juga mengatakan, salah satu motivasinya berziarah ke makam Mbah Mudzakkir memang karena rasa penasaran terhadap kebenaran makam yang terapung di tengah laut.
"Setelah membuktikan sendiri, memang benar ada hal semacam ini (makam yang tak tenggelam oleh air laut)," kata Isrofi.
Para peziarah lain yang datang hampir bersamaan dengan rombongan Isrofi adalah jemaah asal Kota Semarang.
Menurut Mahsin, pimpinan rombongan, jemaahnya memang rutin berziarah ke makam Mbah Mudzakkir.
Baca juga: Mengenal Demak Nagari Para Wali, Raden Fatah dan Syiar Islam Pertama di Pulau Jawa
Hampir tiap bulan selalu berkunjung berdoa di sini terlebih pada momentum Ramdhan kali ini.
"Kita rutin berziarah disini agar keluarga dan lingkungan senantiasa mendapatkan keberkahan serta ketenteraman batiniah," ujar Mahsin.
Untuk bisa sampai ke makam yang dikeramatkan oleh warga sekitar, para pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 2,5 kilometer dari jalan Pantura Semarang - Demak.
Dari titik parkiran yang disediakan pengelola makam, pengujung bisa menuju makam dengan menempuh jalan darat maupun laut.
Jika memilih menggunakan jalan darat, maka harus berjalan kaki sepanjang 1 kilometer melewati lokasi pemukiman yang hampir lenyap diterjang gelombang laut maupun banjir rob.
Jalan yang semula dicor beton kini menjadi jalan setapak karena rusak parah tak tahan gempuran abrasi.
Beberapa meter dari lokasi makam, pengunjung akan disuguhi oleh puing rumah penduduk yang masih mereka tinggali karena enggan berpisah dari lokasi tersebut.
Baca juga: Kisah Satu Keluarga Pilih Hidup di Desa Tenggelam, Rela Jadi Benteng Terakhir Pantura Demak
Muhammad Untung (50) Tokoh Masyarakat Desa Bedono Kecamatan Sayung Demak Jawa Tengah mengungkapkan, semula pemukiman di sekitar makam Mbah Mudzakkir dihuni 70 kepala keluarga (KK).
Sejak 1999, warga mulai pindah rumah secara bertahap sebab air laut makin tinggi merendam rumah mereka.
"Kini tinggal lima rumah yang ditinggali penduduk. Mereka tidak mau pindah. Alasannya macam macam," ungkap Untung.