Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace: Sejak 2015 hingga 2018, 3,4 Juta Hektare Lahan Terbakar

Kompas.com - 25/09/2019, 13:53 WIB
Rachmawati

Editor

"Penanaman kembali ini bisa dimaksudkan untuk melakukan rehabilitasi, hanya itu. Padahal luasannya yang terbakar seluas Singapura, nggak ada kompensasi lain yang seharusnya mereka bayarkan," kata dia.

Ada juga perusahaan dibawah grup Sinar Mas/APP lainnya yang areanya terbakar setiap tahun dalam kurun waktu 2015-2018, namun tidak menerima sanksi perdata atau administrasi yang serius. Sejauh ini ditemuikan ada lebih dari 200 titik api di tahun ini.

Berdasar temuan Greenpeace, perusahaan lain terkait APRIL/RGE mempunya lahan yang terbakar tiap tahun sejak 2015, termasuk pada 2019.

Pada periode 2015-2018, perusahaan yang bersangkutan menerima sanksi tegas perdata dan administrasi hanya sebanyak dua kali.

Baca juga: Orangutan Korban Kebakaran Lahan Diselamatkan dari Hutan Ketapang

Dalam tanggapannya, APRIL mengatakan bahwa sejak 1 Juli hingga 20 September 2019, perusahaan mendeklarasikan periode darurat kebakaran di semua konsesinya yang berlokasi di Provinsi Riau.

"Deklarasi ini adalah kunci dari upaya perusahaan untuk memperketat penggunaan api oleh pihak ketiga di lahan yang berisiko dan mendukung komitmen kami untuk bekerja sama dengan pemerintah, pemegang konsesi lain dan masyarakat selama musim kemarau," tulis perusahaan itu dalam tanggapannya.

Namun, Greenpeace berkukuh temuan-temuan dari analisis ini sangat bertolak belakang dengan klaim pemerintah soal penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku karhutla, yang berdampak pada jutaan orang Indonesia.

Baca juga: Polres Lingga Riau Amankan 2 Orang Pembakar Hutan

"Titik api ditemukan lagi karena nggak ada sanksi sama sekali, jadi mereka nggak merasa bersalah. Tidak ada efek jera," tegas Kiki.

Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani mengungkapkan, terhitung sejak 2015, pemerintah menggugat perdata 17 perusahaan terkait karhutla dan sembilan di antaranya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Nilai gugatan dan ganti rugi mencapai Rp3,9 triliun.

"Ini putusan ganti rugi ini terbesar dalam sejarah penegakan hukum karhutla," kata dia.

Namun, hingga kini, pemerintah baru menerima Rp79 miliar dari kompensasi yang harus dibayarkan perusahaan akibat karhutla di lahan mereka.

Baca juga: Hampir Satu Juta Orang Menderita ISPA akibat Kebakaran Hutan dan Lahan

"Gugatan perdata terhadap perusahaan terkait karhutla tidak semata dampak nilai gugatan tang harus dibayarkan tapi juga reputasi mereka."

Namun, menurut Kiki Taufik dari Greenpeace Indonesia, nilai ini sangat kecil jika dibandingkan dengan kerugian akibat kebakaran hutan.

Bank Dunia memperkirakan krisis karhutla tahun 2015 telah menelan biaya Rp221 triliun, merugikan sektor kehutanan, pertanian, pariwisata, dan industri lainnya.

Selain itu, kabut dari kebakaran menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan penyakit lain pada ribuan orang di seluruh wilayah.

Dan, kabut asap karhutla diperkirakan melepaskan sekitar 11,3 juta ton karbon per hari lepas ke atmosfer, lebih tinggi daritingkat emisi seluruh Uni Eropa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com