Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Greenpeace: Sejak 2015 hingga 2018, 3,4 Juta Hektare Lahan Terbakar

Kompas.com - 25/09/2019, 13:53 WIB
Rachmawati

Editor

Merujuk analisis Greenpeace Indonesia, tidak ada satu pun dari 10 konsesi kelapa sawit di Indonesia dengan total area terbakar terbesar diberikan sanksi yang serius, baik sanksi perdata maupun sanksi administratif.

Baca juga: WALHI Nilai Sanksi Administratif Tak Bikin Jera Perusahaan Pembakar Lahan

Justru, sejumlah perusahaan tersebut memiliki jumlah titik api yang tinggi di konsesi mereka pada tahun ini. Salah satunya adalah PT Deny Marker Indah Lestari di Sumatra Selatan, dengan total hotspot sebanyak 182 titik pada karhutla tahun ini.

Pada periode 2015-2018, lahan yang terbakar dalam konsensi itu seluas 5.400 ha.

Sander Van Den Ende, Direktur Lingkungan dan Konservasi SIPEF - perusahaan yang mengakuisisi Deny Marker Indah Lestari pada 2017, menjelaskan bahwa pada karhutla 2015, cakupan lahan yang terbakar mencapai 4.817 hektare.

"Ini menjadi subjek dari sanksi yang diberikan polisi, dan diselesaikan oleh pemilik sebelumnya dengan Kementerian Lingkungan Hidup," tulis Sander Van Ende dalam responsnya.

Baca juga: KLHK Segel 9.000 Hektar Lahan Milik Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan dan Lahan

Menanggapi tingginya titik api yang terjadi di lahannya pada karhutla tahun ini, dia menegaskan bahwa perusahaannya tidak pernah membakar hutan untuk pembukaan lahan.

Sementara, menurut laporan Greenpeace Indonesia, lahan seluas 5.000 ha di Kalimantan Tengah yang konsesinya dimiliki oleh PT GLobalindo Agung Lestari -yang tergabung dalam Grup Genting terbakar dalam karhutla 2015-2018. Namun kini, ada sejumlah 297 titik api di lahan itu.

Demikian halnya, PT Monrad Intan Barakat di Kalimantan Selatan yang areanya seluas 8.100 ha terbakar selama kurun waktu 2015-2018, kini ditemukan 103 titik api di lahan itu.

Baca juga: Bertambah, Kini 6 Perusahaan Jadi Tersangka Kebakaran Hutan dan Lahan

Laporan Greenpeace pula mencatat, lima grup perusahaan kelapa sawit yang memiliki area kebakaran terbesar dalam konsesi mereka, pada periode 2015-2018, antara lain Sungai Budi/Tunas Baru Lampung dengan area kebakaran 16.500 hektar, Bakrie (16.500 ha), Best Agro Plantation (13.700 ha) LIPPO (13.000 ha) dan Korindo (11.500 ha).

"Berdasar grup perusahaan perkebunan kelapa sawit, ada 12 grup yang terlibat dalam karhutla pada periode 2015-2018, hanya dua grup yang mendapat sanksi," ujar Kiki Taufik dari Greenpeace Indonesia.

Dalam tanggapannya, Korindo mengatakan bahwa setelah melakukan analisis terhadap peta kebakaran hutan, sejak 2016-2018 tidak terjadi kebakaran di areal lahan mereka.

Baca juga: 46 Mahasiswa Asal Malaysia di Pekanbaru Pulang Kampung karena Kabut Asap

"Bahwa sejak awal Januari 2019 sampai dengan saat ini juga tidak pernah terjadi kebakaran lahan di perkebunan sawit Korindo di Papua," tulis perusahaan tersebut dalam responsnya.

Perusahaan sawit dibawah naungan Grup Korindo, PT Dongin Prabhawa, memiliki area seluas 5.200 ha yang terbakar dalam kurun waktu 20155-2018. Namun, kini memang tidak didapati titik api di area tersebut.

"Korindo Group menerapkan dan melaksanakan program Pengendalian dan Penanggulangan Kebakaran di areal perkebunan perusahaan secara konsisten dan penuh tanggung jawab," tulisnya kemudian.

Sementara itu, PT Astra Agro Lestari (AAL) mengatakan bahwa pada September 2015 pihaknya telah mengeluarkan kebijakan keberlanjutan yang menitikberatkan pada "zero burning policy".

"Mulai sejak itu, kami mengintensifkan Fire Management System yang telah kami tumbuh-kembangkan sejak tahun 2007 dan terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun," sebut perusahaan tersebut.

Baca juga: Hujan Turun, Kabut Asap di Riau Mulai Berkurang


Lahan seluas Singapura terbakar

Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani mengungkapkan, terhitung sejak 2015, pemerintah menggugat perdata 17 perusahaan terkait karhutla dan sembilan di antaranya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Nilai gugatan dan ganti rugi mencapai Rp3,9 triliun.

Namun, hingga kini, pemerintah baru menerima Rp79 miliar dari kompensasi yang harus dibayarkan perusahaan akibat karhutla di lahan mereka. Anton Raharjo/Anadolu Agency via Getty Images Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani mengungkapkan, terhitung sejak 2015, pemerintah menggugat perdata 17 perusahaan terkait karhutla dan sembilan di antaranya sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap. Nilai gugatan dan ganti rugi mencapai Rp3,9 triliun. Namun, hingga kini, pemerintah baru menerima Rp79 miliar dari kompensasi yang harus dibayarkan perusahaan akibat karhutla di lahan mereka.
Lebih lanjut, merujuk pada laporan terbaru Greenpeace, sejumlah area dengan luas melebihi Singapura terbakar dalam konsesi yang berkaitan dengan Sinar Mas/Asia Pulp & Paper (APP) antara 2015 hingga 2018, yakni konsesi yang dikelola PT Bumi Andalas Permai dengan luas area terbakar lebih dari 81.000 ha.

Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, Kiki Taufik, menjelaskan, dengan area kebakaran terbesar di seluruh Indonesia, konsesi ini hanya menerima sanksi perdata dan sanksi administrasi yang sangat ringan dimana salah satu sanksinya berupa penanaman kembali di area yang sebelumnya terbakar.

Baca juga: Akhirnya, Sebagian Wilayah Sumsel Mulai Diguyur Hujan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com