Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Hari Pendidikan Nasional dari Kami...

Kompas.com - 02/05/2017, 08:10 WIB

KOMPAS.com - Hari ini tanggal 2 Mei, Hari Pendidikan Nasional.

Hari ini akan berlalu sama saja dengan hari-hari yang lain. 24 jam ke depan akan menguap begitu cepat.

Namun terimalah salam dari "kami", mereka yang gairahnya begitu besar untuk menerima pengajaran atau memberikan pendidikan yang layak bagi para generasi muda.

Harapan "kami", semoga sekolah lekas diperbaiki, guru-guru bertambah, biaya sekolah bisa lebih murah, nasib guru di pedalaman lebih diperhatikan, kesejahteraan bisa meningkat.

"Kami" hanya ingin melanjutkan sekolah....

"Kami" hanya ingin anak-anak di mana pun, di penjuru Indonesia, bisa mengenyam pendidikan dengan layak....

Itu saja.

Berikut ini cerita para siswa dan guru yang terus berjuang untuk pendidikan yang layak, di lima tempat berbeda di Indonesia:


1. Selamat Hari Pendidikan Nasional dari ruang SD Negeri 1 Suwatu Grobogan yang atapnya baru saja runtuh.

Kompas.com/Puthut Dwi Putranto kondisi lima ruang kelas SDN 1 Suwatu, Kecamatan Gabus, Grobogan, Jateng hancur, Senin (01/5/2017)
Meja dan kursi jadi hancur karena tertimpa puing atap. Mira Ramadhani, siswi kelas V SDN 1 Suwatu, mengaku, dia dan teman-temannya mulai takut karena tiang kayu penyangga kelas sudah mulai usang.

"Terkadang harus diganjal dengan kayu lain agar tidak ambruk. Kalau hujan deras disertai angin kencang, kami dipulangkan. Kami takut ketiga ruang yang tersisa ini bakalan ambruk. Bagaimana mau belajar dengan nyaman kalau begini," katanya, Senin (1/5/2017).

Kepala Sekolah SDN 1 Suwatu, Kusno, mengatakan, bangunan sekolah mulai didirikan pada 1982 dan sudah mengalami kerusakan. Karena dinilai membahayakan, lima ruang kelas sudah tidak dipakai lagi sejak tujuh tahun lalu.

"Kami sudah berkali-kali mengajukan proposal anggaran perbaikan ke Dinas Pendidikan tapi belum ada tanggapan," tutur Kusno.

(Baca selengkapnya cerita sekolah Mira: Lima Ruang Kelas SD di Grobogan Hancur, Aktivitas Belajar Terganggu)

 

2. Selamat Hari Pendidikan Nasional juga dari Syahroni, bocah berusia 11 tahun dari Banyuwangi.

KOMPAS.COM/Ira Rachmawati Syahroni tinggal bersama bapak dan ibunya yang bekerja sebagai pencari daun pisang serta adiknya yang masih duduk di kelas 1 SD
Syahroni biasa berjualan es campur keliling desa seusai pulang sekolah. Karena akhir-akhir ini musim hujan, berjualan es campur diganti dengan mencari rumput untuk makan kambing tetangganya.

Anak bercerita, dirinya rela bekerja untuk meringankan beban bapak dan ibunya karena untuk sekolah dia harus membayar buku.

"Dibayar berapa saja saya terima kadang juga dapat makan," ungkap siswa kelas 6 SD Banjarsari 1 tersebut.

Saat ditanya apa cita-citanya, Syahroni yang tinggal bersama orangtuanya di Lingkungan Watubuncul Kelurahan Boyolangu Kecamatan Glagah ini mengaku hanya ingin melanjutkan sekolah.

"Saya enggak tahu apa bisa meneruskan sekolah atau tidak. Bapak sudah tua, kasian ibu dan adik saya," katanya pelan.

(Simak selengkapnya perjuangan Syahroni: Syahroni, Bocah 11 Tahun yang Rela Menjual Es Campur demi Buku Sekolah)

3. Salam juga dari para siswa SDN 04 Sungkung, Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, yang senang sekali menerima paket berisi tas, seragam dan perlengkapan sekolah dari Presiden RI Joko Widodo.

dok.Kompas TV Para siswa SDN 04 Sungkung menerima paket berisi seragam dan tas serta perlengkapan sekolah dari Presiden RI Joko Widodo, Senin (10/4/2017) pagi.
Kejutan itu datang setelah Anggit Purwoto, guru di sekolah tersebut, merekam video empat siswanya minta tas kepada Jokowi di akun Facebook miliknya.

Anggit mengatakan, dia hanya tak tahan melihat para siswanya selama ini belajar hanya dengan satu buah buku tulis, tidak memiliki pensil atau hanya mengenakan seragam lusuh.

Pria yang telah berada di Sungkung sejak September 2016 melalui program Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SMT3) itu lalu memutuskan untuk mengunggah video di akun Facebook miliknya.

"Jadi, sebenarnya hanya keinginan mereka untuk memiliki tas, seragam yang layak sama seperti anak di kota sana. Setidaknya saya ingin mereka merasakan yang namanya arti dari sila ke-5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," tuturnya seperti ditayangkan KompasTV.

(Saksikan binar bahagia anak-anak tersebut dan perjuangan keras para relawan mengantarkan paket tersebut dalam video ini: Ini Video Cerita di Balik Perjalanan Mengantar Tas Jokowi untuk Siswa SD Bengkayang)


 

4. Selamat Hari Pendidikan Nasional juga dari Purwandi (46), Agus Subekti (55), Trisno (54), Sucipto (36), Laila Maulida (35) dan Nurmala Sari (26) yang pagi ini pasti sudah tiba di sekolah setelah basah-basahan menempuh perjalanan sejauh 3,5 kilometer untuk mengajar.

KOMPAS/Bahana Patria Gupta Guru SD Negeri Pojokklitih 3, Kecamatan Plandaan, Jombang, (dari kiri ke kanan) Sucipto, Laila Maulida, Trisno, dan Nurmala Sari, menyeberangi sungai untuk mengajar, Kamis (23/3/2017).
Bukan 3,5 kilometer yang mudah. Karena agar 17 murid mereka di SD Negeri Pojokklitih 3, Kecamatan Plandaan, Jombang, bisa mendapat pendidikan, setiap hari mereka harus melewati bukit, pematang sawah, kebun, dan tiga kali menyeberang sungai selebar 20 meter.

Keringat dan lelah berganti sukacita ketika mereka tiba di sekolah dan mendengarkan teriakan girang para muridnya.

"Gurunya datang, gurunya datang!" siswa berteriak kegirangan.

Mereka pun berhamburan menyambut kedatangan guru yang masih basah akibat perjalanan panjang dan bolak balik menyeberang sungai. Mereka menyapa dengan tos dan cium tangan.

(Ikuti selengkapnya cerita perjuangan para guru ini di: Demi Mengajar, Tiap Hari 6 Guru Lewati Bukit, Sawah, Kebun dan 3 Kali Seberangi Sungai)


 

5. Dan salam dari suami istri, Samelan dan Saudah, guru Sekolah Dasar Negeri 14 Desa Tani Baru, Kecamatan Anggana, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Dani J Saat Maselan di rumahnya yang sudah reyot
Mereka sudah belasan tahun tinggal di rumah reyot "berhiaskan" celah dan lubang di dinding, yang nyaris rubuh.

Rumah kayu ini merupakan fasilitas tinggal bagi guru di Desa Tani Baru, sebuah kawasan terluar dari Kaltim dan berada di muara Sungai Mahakam.

Desa ini hanya bisa dijangkau dengan perahu bermesin dalam waktu paling cepat 3 jam dari Samarinda, Ibu Kota Kaltim. Laut Selat Makassar hanya sejauh 10 menit dengan perahu.

Darta, Kepala Sekolah SD 14, prihatin pengajarnya hidup bertahan seperti ini. Menurut Darta, hidup guru yang layak diyakini bisa memacu semangat belajar mengajar.

"Guru baru mana yang mau bertahan melihat perumahan guru seperti ini," kata Darta.

(Simak cerita Samelan dan Saudah selengkapnya: Belasan Tahun Hidup di Rumah Nyaris Rubuh, Elegi Guru di Pelosok Kukar)

 

 

Kompas TV Di Lumajang, Jawa Timur, seorang guru tewas saat menolong muridnya di air terjun pada sabtu siang (4/3). Selanjutnya jenazah korban dibawa ke rumah duka untuk dimakamkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com