JAMBI, KOMPAS.com - Induk Lereh murka. Ia mengambil sepotong kayu lalu melempar monyet di semak-semak. Monyet-monyet menghindar dan sembunyi.
Perempuan paling tua di Kelompok Tumenggung Minan yang mendiami kebun sawit di Desa Rejo Sari, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Merangin, Jambi itu terus mengupat.
Kawanan monyet aktif berburu makan di siang hari. Ketika orang-orang Rimba sedang bekerja. Monyet-monyet itu menyerbu sudong -- pondok tradisional orang Rimba yang atapnya atap dari terpal dan lantai kayu gelondongan -- untuk mencari makanan.
Baca juga: Tak Bisa Baca dan Panen Buah, Banyak Orang Rimba Tak Ikut Pemilu
Saat sudong ditinggal pemiliknya, monyet liar mulai berdatangan dan meninggalkan jejak berupa kotoran dan air liur di dalam pondok dan peralatan memasak.
Jejak kotoran dan air liur monyet liar itu berpotensi menjadi zoonosis, penyakit menular yang ditularkan hewan kepada manusia.
“Monyet datang ke sudong mencari makan. Kotorannya sering tinggal. Gelas, piring, periuk dijilat, kalau masih ada sisa makanan,” kata Induk Lereh saat ditemui Kompas.com, Minggu (23/6/2024).
Kawanan monyet yang berjumlah belasan ini merupakan satu kelompok. Mereka tidak hanya menyerang rumah orang Rimba, tetapi juga sering menyambangi pemukiman warga di desa. Jarak tempat tinggal orang Rimba dan warga desa hanya selemparan batu.
Pada Januari 2023, kata Lereh, petugas kesehatan gabungan dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Dinas Kesehatan Merangin, dan dokter misionaris mengambil tes dahak orang Rimba. Hasilnya 11 anak dinyatakan positif tuberkulosis.
Pengambilan sampel dahak ini dilakukan karena pada 2022 ada anak usia 18 tahun meninggal karena resisten obat tuberkulosis.
"Kematian terjadi karena Orang Rimba tak mengenal tuberkulosis," kata Lereh.
Anak yang meninggal resisten obat adalah anak bungsu Nering. Lelaki lansia ini menyebut, sebelum meninggal anaknya mengalami batuk parah dan mengeluarkan darah.
Anak tersebut sempat mendapat pengobatan. Namun ketika berburu di hutan, obat tersebut tak diminum.
“Kami tidak tahu beda batuk tuberkulosis dengan batuk biasa. Cucu saya juga batuk, sudah dibawa ke puskesmas. Kini sudah sembuh,” kata Nering.
Kompas.com menyaksikan Nering membiarkan cucunya bermain dengan anak monyet. Orang Rimba kadang menangkap anak monyet untuk dipelihara. Setelah monyet dewasa baru akan dilepaskan ke hutan.
Nering mengaku tidak mengetahui tuberkulosis bisa menular. Apalagi soal monyet bisa memicu penyakit tuberkulosis.
Dia berkata, bila ada penyakit yang berisiko menular, orang Rimba akan menerapkan tradisi besasandingon.
Dalam penerapannya, orang yang sakit (cenenggo) akan dipisahkan dengan orang yang sehat (bungaron) di kawasan hutan yang berbeda.
Bila perlu berkomunikasi, cenenggo dan bungaron akan berbincang dengan menjaga jarak (sesulongon) sekitar 10-15 meter.
“Kami paling takut dengan gelabah atau wabah. Jadi kalau ada penyakit menular, kami sangat hati-hati dan menjaga jarak kalau bicara, terutama pada orang luar,” kata Nering.
Ahli Pharmaco Ephidemiologi dari Monash University Indonesia, Grace Wangge bilang, memang ada potensi penularan tuberkolosis dari monyet ke manusia atau sebaliknya.
Namun dia menegaskan, kencing dan kotoran monyet bukan media penularan tuberkulosis.
Grace mengatakan, air liur monyet bisa menularkan penyakit ke manusia. Namun bukan air liur yang menempel pada benda atau peralatan masak orang Rimba. Namun air liur yang menyebar di udara saat monyet bersin atau batuk.
Dalam kondisi ini bakteri penyebab tuberkulosis dapat bertahan hingga 3-4 bulan apabila berbentuk droplet di udara.
Grace menuturkan, dalam jurnal Plos One, Non-invasive specimen collections for Mycobacterium tuberculosis detection in freeranging long-tailed macaques (Macaca fascicularis) ada kasus di Thailand monyet tertular tuberkulosis. Kamboja yang menjadi negara dengan populasi monyet ekor panjang cukup besar di Asia Tenggara juga ditemukan kasus tuberkulosis pada monyet.
Dalam paper A Systematic Literatur The Impact Of The Climate To The Case Of Tuberculosis (TB): A Review (2021), kata Grace, iklim berkontribusi terhadap kepadatan vektor suhu udara dan iklim musiman menjadi faktor penyebab penyakit tuberkulosis.
Baca juga: Rokok Mengisap Masa Depan Anak-anak Orang Rimba
“Ada korelasi yang signifikan antara dampak iklim seperti curah hujan dan perubahan suhu dengan terjadinya tuberkulosis,” kata Grace.
Meskipun monyet ekor panjang dapat tertular tuberkulosis dan bisa menjadi transmisi penularan, kata Grace, perlu tes komprehensif terhadap monyet yang hidup dekat dengan Orang Rimba. Artinya potensi penularan dari monyet memang ada, tetapi penularan tuberkulosis pada Orang Rimba dengan peluang tertinggi, bisa datang dari masyarakat desa atau orang luar yang berinteraksi dengan Orang Rimba.
Hal senada dikatakan Coordinator at Indonesia One Health University Network, Wiku Adisasmito. Ia mengatakan jangan gegabah untuk menyebutkan tuberkulosis yang menginfeksi Orang Rimba berasal dari monyet ekor panjang.