Salah seorang Atthasilani, Gunanandini menceritakan proses penasbihan. Selain izin dari keluarga, ada berbagai persyaratan lainnya yang mesti terpenuhi oleh peserta Atthasilani.
“Menjadi seorang Atthasilani itu sesuai kemampuan dan kemauannya. Untuk jadi Atthasilani selain harus mendapat izin dari keluarga juga harus bersedia ikut aturan latihan Atthasilani. Tidak punya penyakit menular, minimal berusia 7 tahun dan maksimal usianya itu 60 tahun,” ungkap perempuan yang akrab disapa Sila Guna itu.
Mereka dapat memilih untuk melanjutkan pelatihan sebagai seorang Atthasila atau kembali menjalani kehidupan sebagai umat biasa.
“Mereka bisa memilih. Dalam agama Buddha ada dua pola kehidupan. Pertama, pola kehidupan rumah tangga. Kedua, meninggalkan pola kehidupan rumah tangga. Dan itu semua pilihan, bergantung pada sejauh kapasitas kemampuannya, seberapa lama bisa menjalaninya,” tuturnya.
Baca juga: Panas Terik Tak Surutkan Semangat Umat Buddha Ikuti Detik-detik Waisak di Candi Borobudur
Melalui pelatihan Atthasilani, seluruh peserta menjalani kehidupan bak seorang Bhikku di Vihara Tanah Putih dan mengikuti Pindapata dengan menerima makanan dari umat.
Selama pelatihan Atthasilani, peserta tak boleh makan lewat dari tengah hari.
Kemudian tak diperkenankan mengenakan riasan wajah, wewangian, dan segala sesuatu yang bertujuan untuk mempercantik diri.
“Jadi mereka makannya dua kali, pagi jam 07.00 dan siang jam 11.00. Sebagai seorang Atthasilani juga tidak diperkenankan berias yang tujuannya untuk mempercantik diri.
Sebelum bulan purnama, sehari sebelum penasbihan Atthasilani seluruh peserta memotong rambut. Hal itu dimaksudkan untuk melepas sesuatu yang dianggap mahkota seorang perempuan.
“Menjadi Atthasilani ini kan berarti melepas diri dari kehidupan duniawi. Salah satunya dengan memotong rambut yang merupakan mahkota bagi perempuan. Ini artinya juga melepaskan keduniawian,” pungkas Sila Guna.
Puluhan anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jateng turut hadir dalam perayaan Hari Trisuci Waisak. Mereka menyalami umat Budha usai merampungkan proses peribadatan.
"Semua umat beragama itu tidak ada permusuhan tetapi kita terus menebarkan perdamaian, maka hari ini sengaja kami hadir dengan sekian orang untuk ikut berbahagia di Hari Raya Waisak ini," pungkas Ketua FKUB Jateng, Taslim Syahlan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.