BANDUNG, KOMPAS.com - Buruh di Jawa Barat (Jabar) mengancam akan mogok nasional jika penetapan upah minimum tahun 2022 menggunakan perhitungan PP 36/2021 tentang Pengupahan.
Sebab PP 36/2021 ini merupakan aturan turunan UU Cipta Kerja yang sedang diuji.
"Untuk itu pemerintah harus menghormati proses hukum di MK dengan menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK SPSI), Roy Jinto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/11/2021).
Baca juga: Pengusaha di Yogyakarta Tak Bayar Upah Pekerja Sesuai Aturan Bisa Dipidana
Roy mengaku, mogok akan dilakukan sebelum penetapan upah minimum 2022. Ada dua tuntutan yang akan disampaikan buruh.
Pertama, MK batalkaan UU Cipta Kerja. Kedua, tetapkan upah minimum tahun 2022 naik sebesar 10 persen.
"Mogok nasional dan mogok daerah terpaksa kaum buruh lakukan karena pemerintah memaksakan kehendak untuk mendegradasi hak-hak kaum buruh," ucap dia.
Baca juga: Tuntut Kenaikan Upah 2022, Ratusan Buruh Geruduk Kantor Ganjar Pranowo
Ia mengungkapkan, saat ini UU Cipta Kerja yang diuji secara formil dan materiil di Mahkamah Konstitusi belum ada putusan.
Pihaknya kini tengah menunggu jadwal sidang pembacaan putusan. Karena itu, pemerintah harus menghormati proses hukum dengan menunda pelaksanaan UU Cipta Kerja dan turunannya sampai ada putusan.
Kemudian, penetapan upah minimum berdasarkan PP 36/2021 menghilangkan hak buruh melalui dewan pengupahan untuk berunding.
Baca juga: Pegawai Kantor Pinjol Ilegal yang Digerebek Polisi Ada yang Baru Kerja 2 Hari, Gajinya UMR Yogya
Meragukan data yang dirilis pemerintah
Sebab semua data-data sudah diputuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga fungsi Dewan Pengupahan hanya legitimasi dan mengamini saja.
"Hal tersebut bertentangan dengan Konvensi ILO 98 tentang Hak Berunding Bersama dan juga Kepres 107/2004 tentang Dewan Pengupahan," beber dia.
Selain itu, PP 36/2021 mensyaratkan pertumbuhan ekonomi atau inflasi kab/kota 3 tahun terakhir. Sedangkan tidak semua kabupaten/kota menghitung dan merilis pertumbuhan ekonomi tersebut.