BANDUNG, KOMPAS.com - Belum lama ini, postingan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di akun Instagramnya menarik perhatian.
Postingan itu menceritakan kerja sama Pemerintah Provinsi Jabar dengan Octopus, aplikasi digital pengumpulan sampah.
Uniknya, penghasilan pelestari atau pengumpul sampah daur ulang bisa mencapai Rp 10 juta per bulan.
Lalu bagaimana sebenarnya cara kerja Octopus?
Baca juga: Ekonomi Sirkular Diterapkan dalam Pengelolaan Sampah Perkotaan
Koneksikan semua pihak yang ingin terlibat ekonomi sirkular
Ridwan Kamil mengatakan, aplikasi digital ini intinya menghubungkan rumah tangga pemilah sampah dengan pelestari yang berujung ke pabrik canggih yang mengolah plastik kembali menjadi produk.
General Partnership Octopus Indonesia, Zulkhaidir Purwanto mengatakan, Octopus sudah beroperasi 1 tahun. Octopus saat ini telah beroperasi di Makassar, Bali, dan Bandung.
"Dalam operasionalnya ada beberapa entitas. Yakni user, yakni siapa saja yang ingin berdaur ulang. User ini bisa datang dari kalangan, rumah tangga, sekolah, kantor, dan lain-lain," tutur Zul.
Baca juga: Duduk Perkara Polemik Bau Sampah Tangsel, Berakhir dengan Kompensasi Rp 1 Miliar
Kemudian pelestari. Yaitu petugas yang akan menjemput sampah plastik dari user. Ada berbagai jenis sampah yang bisa diambil.
Seperti sampah plastik berupa botol air, gelas air mineral, kemasan shampoo, kaleng alumunium, sampah elektronik, kardus, LDPE (plastik lebih elastis seperti odol), hingga popok.
Nantinya, sampah dari user ini akan disimpan di checkpoint. Di sini, pihaknya menggaet orang yang ingin terlibat dalam konsep ekonomi sirkular.
Siapapun bisa terlibat dalam checkpoint ini. Baik itu pelapak, pengepul, bahkan ibu rumah tangga bisa terlibat.
"Misal, ibu rumah tangga enggak punya kendaraan tapi di rumahnya ada halaman. Bisa menjadi cek point (bukan pelestari)," tutur dia.
Baca juga: Sampah Jabar Masuk ke Jateng, Ganjar Pranowo Ajukan Protes