Namun pegiat pendidikan Doni Koesoema menyebut asesmen nasional bukan solusi untuk mengatasi ketimpangan kemampuan akademik siswa.
"Learning loss terkait tingkat kemampuan akademik siswa ketika dia kembali ke sekolah. Jika dia ke sekolah dan guru langsung melanjutkan materi, anak akan semakin tertinggal. Jadi pembelajaran tatap muka malah jadi tidak efektif," kata Doni.
"Harus ada asesmen awal. Harus dilihat, misalnya anak kelas tiga sudah bisa bacakah? Kalau guru berasumsi semua murid bisa membaca, akan ada anak-anak yang makin tertinggal.
"Asesmen nasional berbeda. Yang saya maksud adalah asesmen kelas untuk mengukur tingkat akademik siswa.
Baca juga: Pelajar NTT: Bapak Jokowi Tolong Lihat Kami di Sini, Kami Butuh Internet
"Pada pelajaran bahasa Inggris misalnya, anak SMP yang melewatkan materi dasar, saat guru melanjutkan materi ke gramatikal, dia tidak akan paham.
"Saya belum melihat kementerian melakukan assesment kelas. Padahal banyak riset sudah merujuk itu," ujar Doni.
Kritik serupa dikatakan Ulfah Alifia dari Smeru Research Institute.
Untuk mengatasi ketimpangan kualitas pendidikan yang diterima siswa selama pandemi, dia menyebut para guru perlu mendiagnosa kemampuan siswa.
Diagnosa itu, kata Ulfah, kemudian harus dilanjutkan dengan sistem pembelajaran yang terdeferensiasi.
Baca juga: Gunung Bunyi Terus, Kami Takut, tetapi Mau Bagaimana Lagi di Sini yang Ada Jaringan Internet
"Guru harus mengajar dengan cara berbeda pada setiap muridnya. Dia bisa membuat kelompok, dari siswa yang berkemampuan tinggi sampai rendah," tutur Ulfah.
"Cara mengajarnya harus berbeda pada setiap kelompok anak. Semua anak mengalami learning loss, tapi dampaknya dirasakan berbeda. Anak yang paling terdampak harus mendapatkan pembelajaran paling intensif.
"Ini sudah ada dalam panduan kurikulum untuk tahun ajaran baru. Tapi saya tidak tahu implementasinya seperti apa," ucapnya.
Baca juga: Bapak Presiden Jokowi Tolong Lihat Kami di Sini, Kami Butuh Jaringan Internet
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa urusan pendidikan anak usia dini dan nonformal serta pendidikan dasar (SD dan SMP) merupakan kewenangan pemerintah kabupaten atau kota.
Adapun urusan pendidikan menengah dan pendidikan khusus menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Sebaliknya, pemerintah pusat diserahi tugas mengurus manajemen pendidikan, kurikulum, akreditasi, pendidik dan tenaga kependidikan, serta perizinan pendidikan.
Baca juga: 45 Pelajar SMP di Kalbar Jalan Kaki 13 Km untuk Ikuti ANBK, Gunakan Jaringan Internet Malaysia
"Pemda itu eksekutor di lapangan untuk asesmen. Mereka harus punya data, berapa anak yang tidak bisa belajar karena tidak punya gawai, misalnya," kata Doni.
"Dari situ pemda memulai intervensi. Mereka juga membantu pembiayaannya. Selama ini pemda diam saja karena menanggap semuanya sudah diurus pemerintah pusat. Pemda tidak pernah ada insiatif sesuai kebutuhan," ucapnya.
Namun tudingan ini dibantah, setidaknya oleh Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat, Adib Alfikri.
Adib mengakui terdapat disparitas pendidikan di setiap siswa di provinsinya. Untuk mengatasi itu, sudah lembaganya meminta para guru untuk membuat siasat yang sesuai dengan persoalan di wilayah mereka.
Baca juga: Perjuangan Siswa di Sikka, 5 Jam Seberangi Laut demi Jaringan Internet, Ada yang Menangis Ketakutan
"Masing-masing sekolah dan guru punya metode evaluasi berbeda, misalnya remedi dan pembelajaran tambahan," kata Adib.
"Jadi tergantung kreativitas guru. Batas yang kami berikan adalah bahwa guru harus melakukan evaluasi, sejauh mana murid memahami materi dalam sistem pembelajaran daring.
"Kami di dinas selalu punya strategi. Bagi daerah yang tidak bisa daring sama sekali, kami izinkan untuk bersekolah sesuai protokol karena tidak mungkin kami paksakan daring sehingga anak tidak belajar sama sekali," kata Adib.
Bagaimanapun, learning loss hanyalah satu dari persoalan pendidikan yang dipicu pandemi.
Jurang kesejahteraan pada masa depan juga diprediksi akan meningkat karena menurut data Kemendikbud, angka putus sekolah naik hingga 10 kali lipat.
Selain itu, menurut Komnas Perempuan, angka perkawinan anak juga melonjak hingga 300% dalam setahun terakhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.