Merem kini hanya bisa termenung tanpa bisa berbuat banyak, melihat lahan yang dia garap puluhan tahun digusur.
Merem pasrah lantaran tidak memiliki dokumen-dokumen kepemilikan tanah, meski telah puluhan tahun menggantungkan hidup dari bercocok tanam di lokasi itu.
Dia mau tak mau harus merelakan lahan tersebut diubah menjadi akses jalan menuju Sirkuit MotoGP Mandalika.
"Kami tak bisa melawan karena kami tak punya surat-surat, tanah yang kami garap sekitar 60 are," tutur dia.
Merem berharap pihak Indonesia Tourism Development Coorpotarion (ITDC) selaku pengelola memberikan solusi.
Setidaknya, dengan mengganti tanaman yang selama ini dirawatnya.
“Rasa sedih pasti ada, kami berharap tanaman kita diganti rugilah sama ITDC,” kata Merem.
Baca juga: Presiden Jokowi Minta Vaksinasi Warga di Sekitar Sirkuit Mandalika NTB Segera Diselesaikan
Sebelumnya diberitakan seorang warga Dusun Nandus, Gonjong (60) juga menolak penggusuran yang dilakukan ITDC.
Menurut Gonjong, ia belum menerima bayaran atas tanah yang dimilikinya, sejak surat atas kepemilikan hak diambil oleh Indonesia ITDC selaku pemegang Kawan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.
"Ceritanya dulu tanah ini mau dijual, surat-suratnya diambil oleh ITDC, tapi setelah diambil kok tidak dibayar-bayar samapai sekarang, makanya kami masih menempati lahan ini," kata Gonjong.
Gonjong bahkan menyampaikan, dirinya rela dikuburkan dengan alat berat di tanah tersebut, sebagai tanda bahwa ia membela haknya dan tidak pernah menerima bayaran sepeser pun dari ITDC.
"Saya minta petugas, buatkan saya lubang kuburan di sini dengan kato itu, biar saya mati di sini sekalian agar saya tidak melihat tanah saya digusur dan diambil," kata Gonjong.
Sementara itu Kepala Desa Mertak Moh Syahnan menyampaikan, dirinya telah mempertemukan warga dengan pihak ITDC untuk dimediasi.
Syahnan menyampaikan, dia tidak bisa berbuat banyak atas penggusuran lahan sawah yang menimpa warganya.
Sebab menurutnya di satu sisi mereka tidak mempunyai bukti kepemilikan, dan pihak ITDC tidak memberikan bukti surat jual beli atas penguasaan Hak Pengelolaan Lahan (HPL)
“Jadi saya sendiri tidak bisa mengambil langkah banyak, satu sisi warga saya tidak mempunya alat bukti untuk mempertahankan tanahnya, satu sisi juga ITDC tidak memberikan bukti jual beli atas penguasaan HPL,” kata Syahnan dikonfirmasi melalui telepon, Rabu (8/9/2021)
Syahnan berharap ada penyelesaian yang lebih bijak dari ITDC, agar masyarakat tidak merasa dirugikan atas tanah yang selama ini dimiliki puluhan warga Nandus.
“Kita berharap selain jalur hukum, kita bisa musyawarahkan bagaimana kita selesaikan persoalan tanah ini dengan baik, tanpa memberikan rasa kecewa pada masyarakat,” Syahnan.
Baca juga: Cerita Rinayu, Nenek yang Tetap Menenun di Lingkaran Sirkuit MotoGP Mandalika
Sebelumnya, Pihak ITDC menanggapi persoalan warga yang masih tinggal baik di lahan enclave atau yang masih mendiami bersetaus Hak Pengelolaan Lahan (HPL)
VP Corporate Secretary ITDC I Made Agus Dwiatmika menerangkan, dalam setiap kegiatannya ITDC selalu mengikuti prosedur hukum,
Disamapaikan Agus, lahan yang HPL sudah selesai dibebaskan, kendati demikian beberapa warga masih menepatinya.
"ITDC dalam setiap kegiatannya selalu mengikuti aturan dan ketentuan hukum yang berlaku. Selain itu, seluruh lahan yang masuk dalam HPL atas nama ITDC telah berstatus clear and clean, tetapi sebagian masih dihuni warga," kata Agus dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (21/8/2021)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.