Saat musim hujan, sungai akan meluap dan airnya akan menggenangi pekerangan rumah mereka.
Baca juga: PDI-P Akan Gelar Kegiatan di 70.000 Desa untuk Peringati Bulan Bung Karno
Sejak Desember hingga April, pekarangan rumah mereka selalu basah. Air tergenang yang bercampur sampah serta lumpur membuat Kusno terkena tifus. Selama Kusno sakit, sang ayah Sukemi selalu menemani.
Sukemi tidur di lantai semen yang lembab hanya beralaskan tikar tipis yang usang tepat di bawah tenpat tidur Kusno yang terbuat dari bambu.
Sukemi terus berdoa anaknya mendapatkan kekuatan dan segera sembuh. Selain tifus, Kusno juga terkena malaria, disentri dan penyakit lainnya. Sukemi pun berpikir untuk mengganti nama Kusno.
Baca juga: Menengok Jejak Dukungan Bung Karno Akan Kemerdekaan Bangsa Palestina...
Karena Sukemi pengagum cerita klasik Hindu zaman dulu Mahabharata, maka nama Kusno diganti dengan dengan Karna yang disebut Sukemi sebagai pahlawan terbesar dalam Mahabharata.
"Agar anakku menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Semoga engkau menjadi Karna yang kedua," kata Sukemi pada anak lelakinya.
Menurut Bung Karno, nama Karno atau Karno sama saja. Dalam bahasa Jawa huruf "A" dibaca "O". Awalan "Su" pada kebanyakan nama kami berarti baik, paling baik.
Jadi Sukarno berarti pahlawan yang terbaik.
Setelah Soekano sembuh, mereka pun pindah ke rumah di Jalan Eesiden Pamuji yang lebih kering.
Baca juga: 552 Peziarah Kunjungi Makam Bung Karno Selama Libur Lebaran
Bung Karno bercerita kehidupan keluarganya di Mojokerto sangat melarat.
Mereka sering tidak bisa makan nasi satu kali dalam sehari dan kebanyakan makan ubi kayu, jagung yang ditumbuk dengan bahan makanan yang lain.
Sang ibu, Idayu juga tak mampu untuk beli beras seperti yang suka dibeli oleh penduduk lain.
Uangnya hanya cukup untuk membeli padi dan setiap pagi Idayu menumbuknya degan lesung sehingga butir-butir yang mengandung sekam menjadi beras yang dijual orang di pasar.
Baca juga: Pedagang Menjerit, Hanya 40 Peziarah Kunjungi Makam Bung Karno di Lebaran Hari Kedua
Hal tersebut terus dilakukan Idayu di bawah terik matahari hingga tangannya memerah dan melepuh.
"Aku menghemat uang satu sen. Dan uang satu sen dapat membelikan sayuran buatmu, nak," kata Idayu kepada Soekarno.