Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Dayak Long Wai 13 Tahun Berjuang Mengembalikan 4.000 Hektar Tanah Adat dari Perusahaan Sawit

Kompas.com - 10/02/2021, 14:16 WIB
Zakarias Demon Daton,
Khairina

Tim Redaksi

SAMARINDA, KOMPAS.com – Masyarakat Adat Dayak Long Wai di Desa Long Bentuk, Kecamatan Busang, Kabupaten Kutai Timur, tengah memperjuangkan tanah adat mereka.

Masyarakat adat di desa ini tengah berkonflik dengan salah satu perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di sekitar desa mereka.

“Ada sekitar 4.000 hektar lahan masyarakat adat masuk dalam areal perusahaan, digusur dan ditanami sawit tanpa persetujuan masyarakat Dayak Long Wai,” ungkap Kepala Adat, Daud Lewing, melalui keterangan pers yang dikirim kepada Kompas.com, Rabu (10/2/2021).

Baca juga: Oknum Pegawai Kelurahan Diduga Pungli Pembuatan Surat Keterangan Tanah Rp 1 Juta Per Lembar

Perjuangan mengambil alih lahan itu, kata dia, sudah berlangsung lebih kurang 13 tahun.

Namun, hingga saat ini belum membuahkan hasil. Belum ada iktikad baik dari perusahaan.

Pada 30 Januari 2021, masyarakat adat melakukan aksi damai dengan menutup akses pengangkutan CPO dan buah sawit di wilayah adat Dayak Modang, Desa Long Bentuk, tepatnya di Kilometer 16.

Warga melakukan pemortalan jalan sambil membentang spanduk bertulisan "Kembalikan tanah adat kami", "Stop rampas hak masyarakat adat", dan berbagai seruan lainnya.

Aksi damai itu dilakukan berdasarkan hasil rapat masyarakat adat Dayak Modang Long Wai yang difasilitasi Dewan Adat Daerah Kalimantan Timur (DAD-KT) di Balai Adat pada 30 Januari 2021.

Penutupan akses jalan berlangsung sekitar lima hari.

“Aksi ini sebagai bentuk kekecewaan kami,” tegas dia.

Masyarakat meminta perusahaan keluar dari wilayah Desa Long Bentuk, sesuai batas adat yang sudah disepakati antar desa pada 1993.

“Kami meminta lahan adat seluas 4.000 hektar itu dikeluarkan dari konsesi perusahaan,” tutur dia.

Masyarakat juga meminta perusahaan mencabut kepala sawit yang telah ditanam di atas tanah adat milik masyarakat, dan segera memulihkan fungsi lingkungan seperti sediakalanya.

“Perusahaan harus menanam kembali kayu ulin, meranti, durian, karet, kelapa, kopi, dan lainnya di lahan yang digusur itu dan memeliharanya sampai berhasil,” tegasnya.

Baca juga: Dicabuli Ayah Kandung Sejak 2017, Siswi Melapor ke Wali Kelas

Selain itu, perusahaan juga dihukum denda adat karena merusak hutan dan tanaman tumbuh senilai Rp 15 miliar.

Nilai itu diakumulasi dari barang-barang adat, seperti mandau besi batu, antang, gong, manik, piring tapak kuda, beras, babi, ayam, dan barang lainnya untuk keperluan upacara Mekean Tenoaq atau pemulihan tanah.

“Upacara ini dimaksud untuk memulihkan fungsi spiritual lingkungan dan memperbaiki hubungan antar-masyarakat dengan roh pelindung semesta,” jelas dia. 


Kriminalisasi tokoh adat

Setelah aksi penutupan akses itu berlangsung beberapa hari, sejumlah aparat polisi mendatangi masyarakat adat Dayak Modang Long Wai di Desa Long Bentuk, lokasi aksi damai KM 16, pada  Jumat, (5/2/2021) sekitar pukul 21.00 Wita.

Rombongan polisi itu mengantar surat panggilan Polres Kutai Timur kepada tiga tokoh masyarakat adat Dayak Modang Long Wai atas kasus penutupan akses jalan tersebut.

Ketiga tokoh yang dipanggil, Daud Lewing selaku Kepala Adat, Benediktus Beng Lui selaku Sekretaris Adat dan Elisason selaku tokoh masyarakat.

“Ketiga tokoh ini diminta mendatangi Polres Kutim, Senin (8/2/2021) sebagai saksi atas laporan pemortalan jalan,” ungkapnya.

Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) 30 Kaltim, Buyung Marajo yang turut mendampingi masyarakat adat Dayak menilai surat panggilan tersebut sebagai upaya kriminalisasi tokoh-tokoh masyarakat yang berjuang membela hak-hak masyarakat adat Dayak Modang.

"Hentikan kriminalisasi masyarakat yang berjuang atas tanah dan ruang hidupnya," tegas Buyung.

Awal mula perusahaan masuk

Eksploitasi sumber daya alam Kecamatan Busang bermula sejak tahun 1999. Kala itu sebuah perusahaan kayu, hak penguasaan hutan (HPH) beroperasi di wilayah itu.

Seiring waktu berjalan, mulai muncul perusahaan sawit.

Pada 2016, Bupati Kutai Timur menerbitkan izin perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SA dengan luas konsesi 14.350 hektar.

Berlanjut pada tahun-tahun berikutnya jumlah perusahaan makin banyak masuk ke wilayah itu.

Hingga 2010, kasus perusahaan dan masyarakat adat muncul.

Salah satu perusahaan sawit menggusur wilayah masyarakat Adat Dayak Modang Long Wai Desa Long Bentuk.

Penggusuran itu menghilangkan hak-hak adat seperti kayu dan hutan tempat berburu dan mencari nafkah masyarakat adat Dayak.

“Konflik terus berlanjut. Sekitar April 2015 masyarakat adat menuju lokasi perusahaan dan meminta penggusuran di wilayah adat distop,” terang Buyung.

Masyarakat juga mengundang perusahaan datang ke kampung untuk menyelesaikan masalah hutan yang terlanjut digusur itu.

Permintaan itu tak diindahkan pihak perusahaan.

Masyarakat kemudian melayangkan surat teguran ke perusahaan karena menggarap tanah adat tanpa izin.

Sampai saat ini konflik tenurial antara masyarakat adat dan perusahaan sawit ini belum juga usai.

Penjelasan polisi
Kasat Reskrim Polres Kutai Timur AKP Abdul Rauf mengtakan, pihaknya menerima sebanyak empat laporan terkait penutupan akses jalan itu.

"Dampak penutupan itu banyak warga enggak bisa jual buah sawit ke perusahaan, pengangkutan CPO juga terhambat, jadi mereka lapor," ungkap Rauf saat dihubungi KOMPAS.com, Rabu (10/2/2021).

Untuk mengklarifikasi laporan itu, kata Rauf, pihaknya melayangkan surat panggilan ke 3 tokoh adat Dayak Long Wai.

"Kita panggil sebagai saksi. Kita minta keterangan mereka. Panggilan pertama, Senin (8/2/2021) mereka tidak hadir. Kami panggil kedua untuk pemeriksaan, Kamis (11/2/2021)," ujar Rauf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com