Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jerit Warga Perbatasan, Hidup Makin Sulit Sejak Malaysia Lockdown

Kompas.com - 18/10/2020, 08:00 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com– Hidup di Dataran Tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, jauh dari kata mudah.

Selain letaknya yang terisolasi di perbatasan Indonesia dengan Malaysia, harga barang untuk kebutuhan hidup juga tinggi.

Keadaan itu semakin parah saat wabah virus corona merebak. Warga Krayan yang semula tergantung dengan barang dari Malaysia, kini kesulitan karena Negeri Jiran menerapkan kebijakan lockdown

Baca juga: Sempat Berangsur Normal dari Virus Corona, Kini Malaysia PSBB Lagi

Sejak Malaysia mempersulit akses keluar masuk orang ke negaranya, harga sejumlah barang di Krayan mulai melambung.

Semisal gula pasir yang biasanya dijual seharga Rp 13.000 per kilogram, kini dijual Rp 45.000 per kilogram.

"Demikian juga dengan kebutuhan pokok lain, rata-rata naik beberapa kali lipat," kata Sekretaris Jenderal Lembaga Adat Dayak Lundayeh, Gat Khaleb, saat dihubungi Kompas.com. Sabtu (17/10/2020).

Gat, tokoh adat di Krayan, menyebut barang yang harga paling meroket setelah Malaysia lockdown adalah semen.

Di Krayan, satu sak semen dalam keadaan normal dijual seharga Rp 300.000. Kini, penjual baru mau melepas satu sak semen jika diberi uang Rp 1,5 juta.

Baca juga: Lakukan Patroli di Perbatasan Malaysia, Satgas Pamtas di Nunukan Sebut Ada 173 Batas Negara Hilang

Padahal, di Jawa dan Sumatera, harga satu sak semen tidak sampai Rp 100.000.

"Sudah macam Puncak Jaya harga material, paku saja susah dapatnya, makanya tidak ada warga yang bangun rumah sekarang," sebut Gat.

Pengiriman logistik KPU untuk dataran tinggi Krayan (rico)Kompas.com/Ahmad Dzulviqor Pengiriman logistik KPU untuk dataran tinggi Krayan (rico)
Sejak sulitnya barang dari negara tetangga masuk, warga Krayan juga beralih menggunakan kayu bakar untuk memasak.

Pasalnya, harga gas sudah tidak lagi terjangkau.

"Kan semua dari Malaysia, mereka tutup ya pakai kayu semua sekarang. Pesawat tidak mengangkut gas, bahkan seandainya mengangkut LPG, harganya bisa Rp 700.000 untuk yang tabung 12 kilogram, manalah masyarakat mau," jelas Gat.

Sebagai informasi, hingga kini Dataran Tinggi Krayan lebih mudah diakses lewat transportasi udara ketimbang darat.

Baca juga: Menanti Tersedianya Produk Lokal di Perbatasan RI-Malaysia

Bahkan, untuk perjalanan darat ke Dataran Tinggi Krayan perlu merogoh kocek dalam-dalam. 

"Musim sekarang (hujan) tidak jalan mobil kalau tidak bayar Rp 6 juta, pulang pergi Rp 12 juta. Itu untuk daerah antar-Krayan, dari Krayan Tengah ke Long Bawan Krayan Induk," sebut Gat.

Sudah Terbiasa Hidup Serba Sulit

Bagi Gat, berkurangnya suplai barang dari Malaysia secara drastis memang membuat hidup warga Krayan makin sulit. Namun, hal itu bukan barang baru bagi mereka.

Orang yang tinggal di dataran tinggi tersebut sudah punya berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan hidup saat arus masuk barang terputus.

Baca juga: Sempat Hilang di Hutan Krayan, Syamsudin 8 Hari Jalan Kaki dari Malaysia ke Nunukan, Ini Kisahnya

"Kami ini orang desa, sesulit apa pun masih bisa survive. Tak akan kekurangan kalau urusan makan, sawah kami masih luas. Kebun kami masih menghasilkan tanaman dan umbi-umbian. Jadi dari sisi kebutuhan hidup, alam menyediakan untuk kami. Keadaan sulit sudah biasa kami jalani," jelas Gat.

"Kami sudah terisolasi dari dulu, sudah biasa hidup susah. Kami survive sudah turun temurun. Persawahan kami menunjang pangan, sungai menyediakan protein dengan banyaknya ikan. Alam Krayan subur," sambungnya.

Kondisi jalan desa Bungayan dari jalan ini dewa Wa Yagung masih harus ditempuh 8 jam berjalan kaki jalanan penuh lumpur sepanjang rute dalam hutan menuju wa yagung membuat masyarakat setempat menamainya jalan kerbau (KPU Nunukan)Kompas.com/Ahmad Dzulviqor Kondisi jalan desa Bungayan dari jalan ini dewa Wa Yagung masih harus ditempuh 8 jam berjalan kaki jalanan penuh lumpur sepanjang rute dalam hutan menuju wa yagung membuat masyarakat setempat menamainya jalan kerbau (KPU Nunukan)
Minta Pemerintah Bangun Jalan

Kendati demikian, Gat meminta pemerintah tetap membangun infrastruktur di Krayan. Setidaknya untuk menghubungkan Desa Bungayan dan Desa Wa Yagung dengan daerah sekitar.

Menurut Gat, untuk berpindah antara dua desa itu butuh waktu hingga delapan jam.

Medan yang dilalui pun tidak mudah, harus menembus hutan belantara. Tidak jarang orang yang coba masuk ke dua desa tersebut menemui lintah sebesar jempol orang dewasa.

"Tolong perhatikan dua desa itu, sampai hari ini mereka belum menikmati apa yang sudah bisa dinikmati saudara mereka di wilayah Krayan lain. Keduanya belum terkoneksi dengan kecamatan dan belum ada akses jalan," pinta Gat.

Baca juga: Malaysia 2 Kali Langgar Batas Wilayah di Nunukan, KSAL Kirim Nota Protes

Bebas Covid-19 karena Terisolasi

Meski hidup semakin sulit saat wabah virus corona merebak, Gat tetap bersyukur dengan keadaan daerah tinggalnya yang terisolasi.

Bukan tanpa alasan, keadaan itu membuat Dataran Tinggi Krayan bebas dari orang terjangkit Covid-19.

Saat virus itu mulai mewabah, Gat bercerita, kekhawatiran juga sempat muncul. Warga daerah perbatasan itu sampai membuat pos pantau di tiap jalur masuk desa.

Setiap pendatang juga diawasi secara ketat agar tidak membawa penyakit.

"Sempat ada masyarakat Krayan terindikasi Covid-19, tapi cepat sembuh. Mungkin karena warga Krayan terbiasa hidup di hutan, bertani dan berladang, sehingga imun mereka bisa melawan corona. Puji Tuhan tidak ada kasus corona di Krayan saat ini," papar Gat.

Baca juga: Patok Batas Negara Diukur Ulang, Puluhan Hektar Lahan di Sebatik Jadi Wilayah Malaysia

Pernyataan Gat dibenarkan juru bicara Satgas Percepatan Penangan Covid-19 Kabupaten Nunukan Aris Suyono.

"Tidak ada suspect atau kasus terkonfirmasi di wilayah Krayan saat ini," ujar Aris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com