Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Petani Masih Gunakan Jebakan Tikus Beraliran Listrik meski Sudah 24 Nyawa Melayang

Kompas.com - 13/10/2020, 12:21 WIB
Sukoco,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Selain memasang jebakan beraliran listrik, sejumlah petani di Desa Baderan juga mencoba memberantas hama tikus dengan cara diracun. Namun, cara itu dinilai tidak efektif.

Cara lain yang sempat dilakukan yaitu gropyok . Gropyok adalah sistem berburu tikus pada siang hari dengan cara membakar belerang di lubang sarang tikus.

 

Setelah tikus keluar dari sarang karena asap belerang, warga bersiap dengan tongkat pemukul.

“Satu hari bisa dapat satu karung tikus kalau gropyok,” kata Bisri Ansori, sekretaris kelompok tani Desa Baderan.

Untuk meningkatkan efektifitas pemberantasan tikus, kelompok tani di Desa Baderan menghargai satu ekor tikus dengan uang Rp 2.000.

Meski berhasil menekan serangan tikus hingga 200 ekor sehari, petani tetap kewalahan.

“Biasanya serangan tikus setelah padi dipupuk. Tanaman padi itu dipotong sampai di bawah,” ujar dia.

Samirin, petani dari  Desa Kasreman memilih tidak menanami lahan sawah sewaan miliknya di musim tanam ketiga.

Ini karena hampir seluruh petani yang menggarap sawah di sekitar jalur tol melakukan hal yang sama untuk menghindari gagal panen karena serangan hama tikus.

Tikus di sekitar Desa Kasreman banyak yang bersarang di siring jalan tol sehingga petani kesulitan membasminya karena tidak bisa masuk ke kawasan tol.

“Saking parahnya, hama tikus saya biarin sawahnya, tidak saya tanami karena kemarin habis sama tikus,” katanya.

Bagi Samirin dan Sugito panen padi di sawah garapan yang mereka sewa sangat berarti untuk menutup modal yang dikeluarkan untuk sewa dan menggarap sawah.

Sugito mengatakan, setiap tahun dia harus mengeluarkan biaya Rp 40 juta untuk sewa dan menngolah lahan, hingga membeli pupuk.

“Jadi gampangannya itu panen ketiga itulah untungnya petani. Kalau habis sama tikus kami mau makan apa? Habis kami,” katanya.

Sementara Samirin menilai petani saat ini kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com