Salin Artikel

Cerita Para Petani Masih Gunakan Jebakan Tikus Beraliran Listrik meski Sudah 24 Nyawa Melayang

Jika malam hari, lampu-lampu tersebut akan menyala untuk memberi tanda bahwa di sawah tersebut terdapat jebakan tikus yang dialiri listrik. Hal itu juga menandakan warga harus berhati-hati.

Kurang lebih setengah meter dari pinggiran sawah terdapat batang bambu seukuran jempol orang dewasa. Panjangnya kurang lebih 20 cm dan ditanam di antara tanaman padi.

Di bagian bawah bilah bambu tersebut terikat kawat yang dipasang membentang sepanjang petak sawah yang terhubung dengan bola lampu.

Melalui bentangan kawat tersebut aliran listrik dari PLN maupun dari mesin diesel warga akan menyalakan lampu penanda.

Tikus dipastikan tidak selamat jika melewati kawat tersebut karena langsung tersengat aliran listrik bertegangan tinggi.

Namun, hal serupa juga akan terjadi jika ada orang yang menyentuh kawat tersebut.

Rangkaian listrik sederhana tersebut menurut sejumlah petani di Desa Kasreman dan Desa Sidorejo merupakan cara paling efektif untuk membasmi hama tikus yang  beberapa tahun terakhir terus menyerang padi mereka.

Tidak ada yang tahu siapa yang pertama kali merangkai bentangan kawat tersebut menjadi jebakan tikus yang mematikan.

“Tahunya dari petani lain, getok tular. Satu malam bisa puluhan sampai ratusan tikus bisa mati. Tapi kalau sudah agak lama pasangnya, biasanya jumlah tikus yang mati akan menurun,” ujar Sugito, salah satu petani di Desa Sidorejo, Minggu (11/10/2020).

Sugito mengakui bahwa memasang jebakan tikus beraliran listrik di desanya sangat berbahaya.

Namun, cara tersebut merupakan cara paling efektif mengurangi jumlah tikus yang memangsa padi.

Dia menilai bantuan pemberantasan hama tikus dari  Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi tidak efektif mengatasi hama tikus.

“Bantuan semacam racun seperti makanan tikus tidak efektif. Tikus tidak mau makan racun itu. Masih efektif jebakan pakai listrik,” ujar dia.

Cara lain tak efektif

Selain memasang jebakan beraliran listrik, sejumlah petani di Desa Baderan juga mencoba memberantas hama tikus dengan cara diracun. Namun, cara itu dinilai tidak efektif.

Cara lain yang sempat dilakukan yaitu gropyok . Gropyok adalah sistem berburu tikus pada siang hari dengan cara membakar belerang di lubang sarang tikus.

Setelah tikus keluar dari sarang karena asap belerang, warga bersiap dengan tongkat pemukul.

“Satu hari bisa dapat satu karung tikus kalau gropyok,” kata Bisri Ansori, sekretaris kelompok tani Desa Baderan.

Untuk meningkatkan efektifitas pemberantasan tikus, kelompok tani di Desa Baderan menghargai satu ekor tikus dengan uang Rp 2.000.

Meski berhasil menekan serangan tikus hingga 200 ekor sehari, petani tetap kewalahan.

“Biasanya serangan tikus setelah padi dipupuk. Tanaman padi itu dipotong sampai di bawah,” ujar dia.

Samirin, petani dari  Desa Kasreman memilih tidak menanami lahan sawah sewaan miliknya di musim tanam ketiga.

Ini karena hampir seluruh petani yang menggarap sawah di sekitar jalur tol melakukan hal yang sama untuk menghindari gagal panen karena serangan hama tikus.

Tikus di sekitar Desa Kasreman banyak yang bersarang di siring jalan tol sehingga petani kesulitan membasminya karena tidak bisa masuk ke kawasan tol.

“Saking parahnya, hama tikus saya biarin sawahnya, tidak saya tanami karena kemarin habis sama tikus,” katanya.

Bagi Samirin dan Sugito panen padi di sawah garapan yang mereka sewa sangat berarti untuk menutup modal yang dikeluarkan untuk sewa dan menggarap sawah.

Sugito mengatakan, setiap tahun dia harus mengeluarkan biaya Rp 40 juta untuk sewa dan menngolah lahan, hingga membeli pupuk.

“Jadi gampangannya itu panen ketiga itulah untungnya petani. Kalau habis sama tikus kami mau makan apa? Habis kami,” katanya.

Sementara Samirin menilai petani saat ini kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.

Belum lagi jika gagal panen ditambah tidak mendapat bantuan kompensasi apapun dari pemerintah.

Petani juga tidak pernah mendapat kompensasi pandemi Covid-19 seperti profesi lainnya.

“Siapa bilang kami tidak terdampak Covid-19? Tapi kami tidak pernah mendapat bantuan,” ujarnya.

Sugito mengaku tidak ada solusi yang ditawarkan pemerintah daerah terkait hama tikus yang terjadi sampai saat ini.

Tentu saja petani akan dengan senang hati mematuhi imbauan pemerintah jika ada cara lebih efektif untuk membasmi tikus.

“Kami dilarang, tapi tidak ada solusi. Coba pemerintah membuatkan jebakan tikus beraliran listrik yang aman bagi manusia. Masak sekian orang pandai tidak bisa?” ujar dia.

Solusi pemerintah daerah

Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi mencatat  lahan sawah yang ditanami padi di tahun 2020 seluas lebih dari 50.000 hektar.

Kasie Perlindungan Tanaman Pangan dan Hama Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi Nurhamid mengatakan,  di masa tanam ketiga tahun ini, keluhan tanaman padi yang diserang hama tikus mengalami penurunan.

Namun, jumlah pemasangan jebakan tikus beraliran listrik malah mengalami peningkatan.

“Belum bisa dipastikan apakah penurunan keluhan petani ada kaitannya dengan pemasangan jebakan tikus beraliran listrik,” katanya.

Nurhamid menambahkan, bantuan stimulan yang diberikan pemerintah memang sangat terbatas.

Namun, saat ini Dinas Pertanian sedang mempersiapkan cara baru memberantas hama tikus yang lebih ramah lingkungan.

“Saat ini kita akan memperkenalkan jebakan tikus yang seperti di rumah itu yang sudah dimodifikasi. Kita akan viralkan cara itu,” ujar dia.

24 korban tewas karena jebakan tikus

Kepolisian Resor Ngawi, Jawa Timur mencatat 24 korban tewas akibat tersengat aliran listrik dari jebakan tikus yang dipasang petani dari tahun 2019 hingga September 2020.

Kasatreskrim Polres Ngawi AKP I Gusti Agung Ananta Pratama mengatakan, dari 24 korban jiwa, 20 korban meninggal merupakan petani yang memasang sendiri jebakan tikus.

“20 korban merupakan yang memasang jebakan tikus, sementara empat korban itu orang lain,” katanya.

Polres Ngawi juga tengah memproses empat tersangka dengan pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal.

Ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

https://regional.kompas.com/read/2020/10/13/12210581/cerita-para-petani-masih-gunakan-jebakan-tikus-beraliran-listrik-meski-sudah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke