Selain pesut pesisir, RASI juga menemukan hewan mamalia lain seperti lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus), porpoise tanpa sirip belakang (Neophocaena phocaenoides) dan duyung (dugong-dugong) yang juga sebagai penghuni perairan Teluk Balikpapan.
“Tapi populasi terbanyak pesut,” tuturnya.
Meski demikian ancaman bagi habitat pesut di kawasan teluk dengan luas perairan kira-kira 160 kilometer persegi dan lebar teluk sekitar 7 kilometer ini tiada henti.
Baca juga: Seekor Pesut Ditemukan Mati di Sungai Mahakam, Diduga Terjerat Jaring Nelayan
Lalu lintas ponton batu bara dan kayu serta keberadaan kapal tanker minyak sangat mengganggu habitat pesut pesisir.
Suara bising yang ditimbulkan dari aktivitas tersebut membuat pesut dan mamalia lainnya yang hidup di perairan teluk lari.
Ancaman serupa juga terjadi di Sungai Mahakam. Perairan dengan panjang 920 kilometer membelah daratan timur Pulau Kalimantan itu hanya tersisa 80-81 ekor pesut yang hidup.
Jumlah tersebut terus menurun tiap tahunnya hingga kini terancam punah. Padahal tahun 1976 jumlah pesut di Sungai Mahakam sempat mencapai ribuan ekor.
Lalu lintas kapal-kapal bermesin pengangkut batu bara, kayu dan hasil perkebunan di Sungai Mahakam membuat pesut lari ke hulu Mahakam.
Baca juga: Pertahankan Nihil Kasus Covid-19, Mahakam Ulu Lakukan Tes Massal Sebelum Berlakukan New Normal
Kondisi tersebut diperparah dengan pencemaran limbah-limbah perusahaan.
“Pesut tak tahan dengan suara bising dalam air (polusi suara). Ia akan terganggu dan menghindar,” tutur Danielle.
Hal tersebut karena suara dan pendengaran jadi alat komunikasi dan interaksi pesut dalam air. Jika terjadi polusi suara, maka komunikasi dan interaksinya pun terganggu.