Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Pembatasan Kegiatan Masyarakat di Semarang, Apa Bedanya dengan PSBB?

Kompas.com - 28/04/2020, 11:33 WIB
Rachmawati

Editor

Sementara itu, dalam penerapan PKM, tempat wisata dan hiburan ditutup dan kegiatan di sekolah beralih menjadi pembelajaran jarak jauh. Sementara, aktivitas keagamaan mengikuti saran MUI atau tokoh agama.

Di sisi lain, perusahaan diminta mengatur jam operasi dan membatasi jumlah pekerja yang masuk. PKL juga masih diperbolehkan menggunakan fasilitas ruang terbuka publik dari jam 14.00 hingga 20.00 WIB.

Sementara, pasar tradisional, toko modern, restoran dan kafe diperbolehkan buka hingga jam 21.00 WIB.

Baca juga: Tidak Terapkan PSBB, Angka Kesembuhan Covid-19 di Kota Semarang Terus Bertambah

Bagaimana dengan operasional di lapangan?

Hari pertama penerapan PKM, pemerintah Kota Semarang langsung mengerahkan 48 tim patroli gabungan di 16 pos terpadu Covid-19.

Tim yang terdiri dari gabungan TNI/Polri dibantu oleh Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, BPBD dan Satpol PP ditempatkan di 16 pos pantau di kota Semarang, delapan di antaranya berada di perbatasan dengan wilayah lain. Kemudian di tiap kecamatan, akan ditempatkan tiga tim.

"Jadi masing-masing kecamatan ada tiga tim yang bergilir untuk mengingatkan pada masyarakat supaya pakai masker, supaya kerumunan segera bubar, kalau ada tempat jualan lebih dari jam 20.00 supaya ditegur, tidak boleh melayani pembeli," jelas Hendrar.

Baca juga: Bandara Ahmad Yani Semarang Setop Penerbangan hingga 31 Mei 2020

Selain memeriksa orang yang hilir mudik di wilayah kota Semarang, Hendrar menjelaskan bahwa tim tersebut bertugas mengingatkan masyarakat pada saat berkendara agar tetap menerapkan protokol kesehatan, antara lain mengenakan masker dan membatasi jumlah penumpang kendaraan.

Berdasarkan pemantauannya di dua pos terpadu Covid-19 di perbatasan Semarang dengan daerah tetangga, Hendrar menjelaskan bahwa jumlah orang dari luar daerah yang masuk ke Semarang jauh berkurang.

"Hanya ada satu dua saja kendaraan dengan plat nomor yang berbeda, kita tanya mereka dan mereka punya alasan yang bisa dipertanggungjawabkan," kata dia.

Baca juga: Seluruh Perjalanan KA Penumpang Daop 4 Semarang Berhenti Beroperasi

Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan belum semua pelaku usaha mengindahkan pembatasan kegiatan masyarakat ANTARA FOTO/Aji Styawan/aww Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan belum semua pelaku usaha mengindahkan pembatasan kegiatan masyarakat
Dia menjelaskan, fungsi pos pantau adalah memastikan orang yang masuk ke Semarang punya aktivitas yang tidak bisa ditunda, misalnya pekerjaan dan lainnya.

"Pos pantau memastikan pelarangan orang yang masuk ke Semarang karena mudik," kata dia.
Belum semua terapkan protokol kesehatan

Di sisi lain, dia mengakui masih ada beberapa pabrik yang belum menerapkan protokol kesehatan jaga jarak sosial, dengan jarak antara buruh yang terlalu rapat.

"Pengelolanya mengatakan akan melakukan penyesuaian," kata dia.

"Peraturan Wali Kota tentang PKM ini mengakomodasi teman-teman yang ada di wilayah ekonomi. Jangan sampai sudah kita akomodir, justru mereka jadi persoalan bagi seluruh kota," tegasnya.

Baca juga: Resmi, Mulai Senin Besok Kota Semarang Berlakukan PKM Non PSBB

Hal yang juga berlaku bagi para PKL yang meski tetap diperbolehkan berdagang, namun harus tetap menjalankan SOP kesehatan ketika beroperasi.

Akan tetapi, Rohmi, seorang pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan Jalan Siliwangi, Semarang mengaku meski sudah leluasa berjualan, namun dagangannya tak kunjung laku.

"Ini sejak ada corona jadi susah cari uang. Barangnya ada, tapi jualnya susah. Bisa kulakan, jualnya kesulitan," ujar perempuan berusia 50 tahun ini.

"Tapi ini tidak hanya terjadi pada saya saja, yang lain juga," tuturnya kemudian.

Baca juga: Belum Terapkan PSBB, Kota Semarang Pilih Berlakukan Jogo Tonggo

Lebih lanjut, Rohmi menjelaskan selama menjajakan dagangannya dia sudah menerapkan SOP kebersihan dengan menyediakan tempat cuci tangan bagi pembelinya dengan tempat duduk yang berjarak satu sama lain.

Sementara itu, warga Semarang yang lain Dwi Marzuki, mengakui penerapan pembatasan kegiatan masyarakat yang baru saja diterapkan mengharuskannya untuk mengurangi aktivitas yang berhubungan dengan orang banyak dan menerapkan SOP kebersihan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com