Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Umur Saya Dipalsukan Jadi 24 Tahun (3)

Kompas.com - 23/01/2020, 09:39 WIB
Rachmawati

Editor

Puluhan perempuan Indonesia jadi pengantin pesanan

Terdapat 42 perempuan Indonesia yang diadvokasi KBRI di Beijing dalam kasus pengantin pesanan selama tahun 2019. Dari perkara itu, 36 orang di antaranya sudah dipulangkan.

Judha berkata, kasus seperti ini bakal terus terjadi jika tidak ada pencegahan di daerah-daerah yang menjadi kantong pengantin pesanan.

Pemerintah daerah, menurut Judha, bisa berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran perempuan soal kerentanan pengantin pesanan.

Kalaupun secara sadar memutuskan untuk menikah ke China, otoritas di daerah disebut Judha perlu mengkampanyekan resiko-resiko yang dapat perempuan alami.

Baca juga: Polri Diminta Bongkar Perdagangan Orang Modus Pengantin Pesanan

"Ini pernikahan antara dua budaya. Menikah tanpa memahami perbedaan budaya, akan muncul banyak masalah, sesederhana urusan makan atau peran istri untuk suami," ujar Judha.

"Masyarakat China sangat patriarkis, yang diutamakan laki-laki, perempuan hanya membantu suami, termasuk dalam pekerjaan. Jika suaminya petani, istri diharapkan ikut bekerja."

"Itu yang sering tidak dipahami perempuan Indonesia dan memunculkan masalah ketika mereka tinggal di sana," ucapnya.

Baca juga: Selama Setahun, Ada 20 Korban Perdagangan Manusia dengan Modus Pengantin Pesanan

BBC Indonesia telah berjumpa dengan Wakil Bupati Mempawah, Muhammad Pagi, untuk berbincang tentang persoalan pengantin pesanan di daerahnya. Namun ia menolak berkomentar.

Pelaksana Tugas Kepada Dinas Dukcapil Mempawah, Selfi Kurniati, juga menolak mengomentari dugaan keterlibatan anak buahnya dalam pengurusan dokumen calon pengantin pesanan, terutama yang masih di bawah umur seperti kasus Yuli.

Baca juga: Gubernur Viktor Laiskodat Diminta Fokus Atasi Perdagangan Manusia, Tak Hanya Pernyataan Kontroversial

Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemda Mempawah, Rizal Multiadi, berkata, "Di mana-mana ada yang seperti ini. Tapi lebih kuatnya di Singkawang, bukan Mempawah. Di Mempawah memang ada, tapi jarang sekali."

"Kami tetap mencegah. Itu dilakukan bidang perlindungan anak dan perempuan Dinas Sosial," katanya.

Namun program pencegahan itu dianggap tidak pernah ada oleh SBMI.

Baca juga: Kisah Rustia, Korban Perdagangan Manusia di Irak: Saya Takut Tidak Bisa Pulang

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com