Salin Artikel

Cerita Perempuan Pengantin Pesanan China: Umur Saya Dipalsukan Jadi 24 Tahun (3)

Yuli belum setengah tahun kembali ke Indonesia setelah hijrah dan menikah ke China selama beberapa bulan.

Bekas pengantin pesanan ini kini bekerja sebagai pelayan di toko pakan burung di Mempawah.

Yuli, seorang keturunan Tionghoa dan besar dari keluarga petani. Ia tidak tamat SMP. Pada umur 16 tahun, ia menerima tawaran comblang untuk menikah dengan laki-laki China.

"Saya berpikir, kalau saya nikah dengan orang China, orang tua saya akan bahagia, saya akan hidup mewah di sana. Itu yang saya bayangkan."

"Laki-laki yang dikenalkan ke saya itu pendiam, terlihat seperti orang baik. Saya sempat cari tahu orang yang pernah nikah ke China, rata-rata mereka dapat suami yang baik," kata Yuli.

Segera setelah mengiyakan tawaran menikah itu, kata Yuli, comblang mengurus administrasi kependudukan serta syarat kepergiannya ke China.

"Saya dibuatkan paspor. Nama saya diganti. Umur saya juga dipalsukan jadi 24 tahun," tuturnya.

Yuli berkata, permohonan izin tinggalnya ditolak Kedutaan China di Jakarta. Belakangan ia berangkat dengan visa turis.

Kisah yang dialami Yuli di China nyaris serupa dengan Merry.

Paspornya dipegang mertuanya. Janji uang kiriman untuk orang tua di Kalimantan tak pernah ditepati suaminya.

Saat akhirnya kabur dari rumah suami dan mengadu ke kantor polisi soal kekerasan yang ia terima, Yuli justru ditahan.

Tuduhan terhadapnya adalah visa yang kedaluwarsa dan penyalahgunaan izin kunjungan.

"Di tahanan saya ketemu banyak orang, dari Vietnam, Kamboja, semua kasusnya sama seperti saya. Ada yang sudah dikurung satu tahun, tapi belum dipulangkan," kata Yuli.

Ia bercerita baru saja dipukuli suaminya.

Yuniar dua kali menikah dengan laki-laki China. Seluruh proses itu ia lakukan melalui perantara comblang. Sejak terbang ke China, hingga kini ia belum pernah pulang ke Indonesia.

Sekarang Yuniar tinggal di kota Xuancheng, Provinsi Anhui. Kawasan itu berjarak 12 jam perjalanan darat dari kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang berada di Beijing.

"Suami pertama sering sekali pukuli aku, tapi suami yang sekarang baru dua kali pukul."

"Aku anggap kekerasan itu buah rumah tangga, tapi aku sudah tidak tahan hidup di China tanpa uang," kata Yuniar.

Yuniar berkata, keluarga suaminya tak mengizinkannya pulang kampung. Alasannya, mereka khawatir Yuniar tak kembali ke China.

"Aku lagi cari foto ayah yang lagi sakit di kampung. Mungkin kalau menunjukkan itu, aku diizinkan pulang," tuturnya.

Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugroho, menyebut staf KBRI tidak bisa begitu saja memulangkan pengantin pesanan ke Indonesia atas alasan mengalami KDRT, apalagi tidak betah.

Judha berkata, terdapat sejumlah alasan hukum yang membuat ruang gerak KBRI terbatas dalam merespons persoalan para pengantin pesanan di China.

"Jika terikat perkawinan resmi dan tidak ingin melanjutkannya, mereka harus bercerai dulu. Kalau tidak, pemerintah China tidak akan mengeluarkan izin keluar kepada mereka," ujarnya, Kamis (19/12).

"Perwakilan kami di China bekerja berdasarkan hukum internasional dan regulasi setempat. Saat muncul kasus, staf KBRI tidak bisa serta merta datang dan mengambil warga Indonesia."

"Yang bisa kami lakukan adalah melapor ke otoritas setempat agar mereka mengambil tindakan lebih lanjut," kata Judha.

Judha berkata, kasus seperti ini bakal terus terjadi jika tidak ada pencegahan di daerah-daerah yang menjadi kantong pengantin pesanan.

Pemerintah daerah, menurut Judha, bisa berperan penting untuk menumbuhkan kesadaran perempuan soal kerentanan pengantin pesanan.

Kalaupun secara sadar memutuskan untuk menikah ke China, otoritas di daerah disebut Judha perlu mengkampanyekan resiko-resiko yang dapat perempuan alami.

"Ini pernikahan antara dua budaya. Menikah tanpa memahami perbedaan budaya, akan muncul banyak masalah, sesederhana urusan makan atau peran istri untuk suami," ujar Judha.

"Masyarakat China sangat patriarkis, yang diutamakan laki-laki, perempuan hanya membantu suami, termasuk dalam pekerjaan. Jika suaminya petani, istri diharapkan ikut bekerja."

"Itu yang sering tidak dipahami perempuan Indonesia dan memunculkan masalah ketika mereka tinggal di sana," ucapnya.

BBC Indonesia telah berjumpa dengan Wakil Bupati Mempawah, Muhammad Pagi, untuk berbincang tentang persoalan pengantin pesanan di daerahnya. Namun ia menolak berkomentar.

Pelaksana Tugas Kepada Dinas Dukcapil Mempawah, Selfi Kurniati, juga menolak mengomentari dugaan keterlibatan anak buahnya dalam pengurusan dokumen calon pengantin pesanan, terutama yang masih di bawah umur seperti kasus Yuli.

Sementara itu, Kepala Bagian Humas Pemda Mempawah, Rizal Multiadi, berkata, "Di mana-mana ada yang seperti ini. Tapi lebih kuatnya di Singkawang, bukan Mempawah. Di Mempawah memang ada, tapi jarang sekali."

"Kami tetap mencegah. Itu dilakukan bidang perlindungan anak dan perempuan Dinas Sosial," katanya.

Namun program pencegahan itu dianggap tidak pernah ada oleh SBMI.

Tersangka itu, kata Sutrisno, ditangkap atas dugaan mengimingi-imingi anak di bawah umur bernama Citra (bukan nama sebenarnya) untuk menikah dengan laki-laki China.

Dari situ, tersangka, yang juga mantan pengantin pesanan, diduga menerima imbalan uang. Tapi apakah hanya tersangka yang menjadi perantara Citra dan pencari istri dari China itu?

Kasus Citra adalah dugaan perdagangan orang berkedok perkawinan pertama yang ditangani Polres Mempawah.

Kepolisian di daerah lain di Kalimantan Barat selama 2019 menetapkan beberapa terduga comblang menjadi tersangka.

Agustus lalu, Polres Mempawah bersama pejabat Kecamatan Sungai Kunyit, menggrebek prosesi pertunangan Citra dan laki-laki asal China. Uang tunai dan sejumlah perhiasan disita dari acara itu.

"Dari penyidikan hingga saat ini, kami belum menemukan pihak terkait lainnya," kata Sutrisno di kantornya, November lalu.

"Dugaan pemalsuan surat juga bisa saja terjadi, tapi sampai saat ini kami masih fokus pada tindak pidana perdagangan orang. Tapi tetap bisa muncul tersangka baru," ujarnya.

Sosok para 'bos pengantin pesanan' itu pun disebut sudah diketahui secara umum oleh sebagian warga Mempawah.

Menjawab tudingan itu, Sutrisno memberi sanggahan, "Boleh kita mengetahui bahwa A adalah pencuri ayam, tapi kita juga harus memiliki bukti dan keterangan saksi yang memperkuat dugaan bahwa dia adalah pencuri ayam."

"Masyarakat sudah tahu beberapa orang adalah comblang. Kami dapat informasi itu, tapi transaksi belum terjadi, belum ada korban, dan keterangan saksi."

"Kami perlu berhati-hati menetapkan orang menjadi tersangka," ujar Sutrisno.

Bagaimanapun, hukuman terhadap comblang diharapkan sejumlah pengantin pesanan.

Ayah Citra, menyebut comblang harus bertanggung jawab atas dampak sosial yang dihadapi keluarganya.

"Comblang harus dihukum seberat-beratnya, tapi mereka pintar. Mereka yang bikin ulah, tapi mereka yang tidak bertanggung jawab dan justru menutupinya," katanya.

Selama kasus itu belum terkuak, ia menyebut keluarganya harus terus menghadapi tekanan mental dan stigma dari masyarakat.

Untuk memberikan dorongan mental pada anaknya, ayah Citra mengizinkan putrinya kini kembali bersekolah ke bangku SMP.

Matanya terlihat berair saat menjawab pertanyaan itu. Kalimat yang keluar dari mulutnya putus-putus.

"Ini jangan terlalu kita pikirkan. Manusia manapun, tak ada yang sempurna. Jangan jadi beban pikiran, kalau stres bisa gila," katanya.

"Ibarat jalan, kita harus bisa menyusuri jalan, walau kanan-kiri depan-belakang punya omongan tentang kita jangan pedulikan."

https://regional.kompas.com/read/2020/01/23/09390021/cerita-perempuan-pengantin-pesanan-china--umur-saya-dipalsukan-jadi-24-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke