KOMPAS.COM - Sarimin (59) dan istrinya Suyatmi (45) mendirikan warung di kompleks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Menariknya, di warung sederhana tersebut pembeli bisa membayar makanan dan minuman dengan sampal plastik tanpa harus mengeluarkan uang tunai.
Pelanggan warung tersebut rata-rata adalah pemulung, pengepul, dan sopir truk sampah yang banyak beraktivitas di kawasa TPA Jatibarang.
Pemulung yang datang sedikitnya membawa 20 kilogram sampah plastik yang dihargai Rp 20.000. Setelah dipotong harga makanan, selisih uang secara otomatis akan menjadi tabungan para pemulung.
Selain warung makana milik Sarimin, ada beberapa pengelolaan sampah yang unik dan inspiratif di Inonesia
Baca juga: Kisah Sarimin Buka Warung Makan Dibayar Pakai Sampah Plastik
Berikut 9 cerita pengelolaan sampah yang dirangkum Kompas.com:
Di desa tersebut, ada budidaya larva lalat black soldier fly yang memiliki kemampuan mengurai sampah.
Bukan hanya itu. Pengelolaan sampah di desa tersebut didukung organisasi non-pemerintah internasional Systemiq, yang didanai pemerintah Norwegia dan institusi bisnis Borealis dari Austria.
Mereka bekerja sama menjalankan program Stopping The Tap On Ocean Plastic (STOP) dan mengajak warga untuk menghentikan kebiasaan buruk membuang sampah di laut.
Pihak desa juga mengajak warga membayar iuran untuk sampah. Alhasil saat ini 8.900 warga Desa Tembokrejo telah aktif membayar iuran sampah
Selain iuran, Chief Delivery Officer STOP Project Systemiq, Andre Kuncoroyekti menjelaskan, Systemiq turut melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai pengelola sampah.
"Sekarang 100 persen warga sudah dilayani BUMDes. Cakupannya sudah mencapai 8.900 rumah tangga di Desa Tembokrejo. Awalnya sebelum kami masuk hanya 400 rumah," jelas Andre
Baca juga: Kisah Sukses Desa Tembokrejo, Kelola Sampah dan Ajak Warga Lebih Peduli Kebersihan
Saat itu, ada 30 warga yang menjadi pemulung. Sekitar tahun 2006 mereka membentuk Paguyuban Ormarose yang artinya Organisasi Mayeng Rosok
Pada tahun 2013, Kepala Dusun Tawang mulai memberdayakan masyarakat untuk mengolah sampah salah satunya dengan membuat Bank Sampah Dadi Mulya.
Setiap Minggu, pengelola bank sampah dengan mobil pikap mengambil sampah rumah tangga lalu dipilih.
Sampah hasil pilahan, diserahkan ke ibu-ibu di bagian kreativitas untuk dibuat aneka kerajinan.
Hasilnya, ada tas, topi, piring, taplak, hiasan meja, ecobrick, tempat tisu, dan dompet.
"Untuk bisa membuat itu, kami mengundang pelatih yang kami bayar secara swadaya. Saat ini, hasilnya sudah layak jual, dari harga Rp 20.000 hingga Rp 80.000 tergantung bahan dan kesulitan," imbuh koordinator bidang kreativitas, Fadillah.
Baca juga: Dusun Tawang, dari Kampung Pemulung Jadi Desa Wisata Sampah
Warga kemudian membentuk bank sampah Hade Jaya yang didirikan di atas tanah sewa.
Setiap dua minggu sekali, warga yang jadi nasabah bank sampah, menyetorkan sampah rumah tangga mereka setelah dipilah sesuai dengan jenisnya.
Jenis sampah juga akan menentukan berapa uang yang akan didapat dari tiap-tiap nasabah.
“Harganya beda-beda, paling mahal botol dan gelas air mineral, nanti semua dicatat di buku tabungan milik masing-masing warga,” kata Hendi Munawat, Direktur Bank Sampah Hade Jaya.