Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penuh Lalat dan Sampah, Kondisi Menyedihkan Pengungsian Korban Banjir dan Longsor di Bengkulu

Kompas.com - 07/05/2019, 08:05 WIB
Firmansyah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

Segerombolan ibu-ibu terlihat membongkar beberapa karung pakaian layak pakai, selanjutnya pakaian yang tidak terpakai dikumpulkan di sebuah tenda khusus.

Belum terlihat saat itu petugas dari pemerintahan di lokasi pengungsian. Pengungsi bebas mengakses logistik yang tertumpuk di tenda milik BPBD tersebut.

Baca juga: Pemprov Sumbar Salurkan 1,038 Ton Rendang untuk Korban Banjir Bengkulu

"Kalau makanan, pakaian, kami sudah cukup banyak dibantu warga, namun air bersih tentu masih kekurangan sementara sumur warga banyak rusak," kata Nasirun, Kepala Desa Genting.

Bergerak sedikit dari tenda milik BPBD menuju ke belakang terdapat beberapa tenda milik warga, ada warga yang bergerombol bercerita, tidur, juga melamun.

Tumpukan sampah dan bau menyengat dari domba mati

Tak jauh dari tenda warga terdapat beberapa tumpukan sampah. Parahnya tumpukan sampah tersebut bercampur dengan tempat air bersih yang diperuntukkan bagi pengungsi.

"Inilah kondisi pengungsian, kalau hujan becek dan banjir, lalat berterbangan, sampah sudah beberapa kali kami bersihkan tapi muncul lagi, lalat cukup banyak, khawatir dapat menyebarkan penyakit," jelas warga bernama Sawal.

Lalat berterbangan dari sampah yang berserakan, sementara itu bau busuk di permukiman desa berasal dari sejumlah domba yang mati dan belum sempat dievakuasi di dalam sebuah Polindes milik desa.

"Ada sembilan domba menyelamatkan diri saat banjir ke dalam polindes namun tidak selamat baunya menyengat," ujar warga lain.

Baca juga: 1 Ton Rendang untuk Korban Banjir Bengkulu

Sawal mengatakan tidak tahu sampai kapan mereka harus bertahan di lokasi pengungsian yang sumpek dan tidak sehat itu.

Warga ingin kembali namun kondisi desa rusak total. Genangan lumpur masih menutupi jalan desa, drainase dan perumahan.

"Warga ada yang membersihkan lumpur dari rumah, namun lumpur yang mengendap di drainase dan jalan desa, warga tidak mampu membersihkannya butuh semacam mobil pemadam kebakaran yang dapat membersihakn lumpur dengan semprotan kuat, atau butuh ekskavator mini," keluh Sawal.

Sejumlah anak-anak juga terlihat di lokasi tersebut. Warga mengaku belum ditemui penyakit yang menyerang anak-anak sejauh ini kecuali demam dan batuk.

Di lokasi pengungsian terlihat tiga orang petugas medis melayani kebutuhan kesehatan warga.

Tidak sekolah

Sementara itu proses pendidikan sembilan hari pascabencana harus dihentikan karena gedung sekolah hingga kini masih terendam lumpur.

Tania (7) siswi SD Negeri 41 Desa Genting menyebutkan sejak banjir menerjang sekolahnya ia tak lagi sekolah.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com