Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Edi, Bertahan Ajar 3 Murid Tersisa di Sekolah yang Nyaris Roboh

Kompas.com - 27/11/2018, 20:51 WIB
Muhlis Al Alawi,
Khairina

Tim Redaksi

Tak hanya itu, tiga siswanya itu hanya mau belajar setelah pergi mencari rumput atau bekerja berkebun. Muridnya terpaksa mencari nafkah karena ibunya hidup sendiri setelah ditinggal bapaknya menikah dengan wanita lain.

"Makanya mereka bekerja dulu, cari kayu, rumput dan bekerja pabrik baru belajar," kata Edi.

Edi menyebutkan tiga siswanya duduk di bangku kelas dua, tiga dan empat. Dua siswa yang duduk di kelas dua dan empat bernama Roma (12) dan Eko (16). Sementara satu siswa yang duduk di bangku kelas dua bernama Bayu (8).

Tak seperti siswa-siswi di sekolah lain, normalnya ketiga siswanya itu harus bisa membaca. Namun faktanya, ketiganya belum bisa membaca.

"Ketiganya belum bisa membaca. Bisa membaca hanya namanya sendiri," kata Edi.

Baca juga: Berani Panjat Tiang Bendera untuk Perbaiki Tali saat Upacara, Siswa SD Ini Dapat Sepeda
Padahal tiga siswanya itu sudah masuk sekolah sejak berumur lima tahun. Sementara bila disekolahkan di sekolah luar biasa, neneknya selaku pengasuh tidak tega.

"Di sini mereka tinggal dengan neneknya. Kalau dibawa ke luar daerah maka neneknya akan kesepian. Apalagi ibunya sudah meninggal tahun 2014, sementara bapaknya pergi tanpa kabar," kata Edi.

Edi berharap, meskipun muridnya dapat dihitung dengan jari tetapi mereka tetap berhak mendapatkan pendidikan yang sama dari pemerintah seperti siswa lainnya.

"Meskipun muridnya sedikit mereka berhak mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak-anak lainnya yang tinggal di perkotaan," jelas Edi.

Ia juga mengharapkan Pemkab Madiun peduli terhadap warga yang bermukim di Draji dan Seran. Kepedulian itu dapat berupa memberikan keterampilan sablon atau jahit.

"Biasanya kalau pelajaran tidak nyantol kalau dikasih pelatihan cepat bisa," katanya.

Agar warga bersemangat, kata Edi, penduduk setempat harus diberikan kesejahteraan.

Pasalnya, saat ini untuk biaya makan saja warga susah, apalagi ditambah harga-harga mahal. Untuk biaya transportasi ojek dari dusun ke kota kecamatan membayar Rp 50.000.

Sementara penghasilan sehari-hari sebagai karyawan pabrik upahnya hanya Rp 25.000 saja per hari.  Kondisi itu diperparah dengan akses jalan ke lokasi yang susah dan penerangan listrik yang mengandalkan kincir angin. 

Kompas TV Demi menggalang dana untuk menghidupi perpustakaan anak-anak, Togu Simorangkir melakukan aksi jalan kaki mengelilingi Danau Toba. Aksi ini dilakukan sambil memberikan literasi ke sekolah dan desa-desa sekitar.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com