Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Edi, Bertahan Ajar 3 Murid Tersisa di Sekolah yang Nyaris Roboh

Kompas.com - 27/11/2018, 20:51 WIB
Muhlis Al Alawi,
Khairina

Tim Redaksi

Edi menceritakan, SDN Kare 7 mulai kehabisan murid sejak tahun ajaran 2012/2013.

Kondisi itu terjadi setelah penghasilan warga setempat yang berprofesi petani di perkebunan berkurang.

Akibatnya, banyak yang bertransmigrasi dan merantau di luar jawa, kalimatan dan sumatera.

Sebelum jumlah siswa SDN Kare 7 habis, lanjut Edi, masih berdiri SDN Kare 4. Lalu sekolah itu ditutup pemerintah. Tak terima, warga setempat berunjuk rasa karena anak-anak masih ingin mengenyam pendidikan.

"Warga demo. Wong pengen (orang ingin) sekolah kok ditutup. Nopo mboten mesakne nek teng Ponorogo perjalanane rong jam (apa tidak kasihan kalau sekolah ditutup perjalanan ke Ponorogo masih dua jam)," kata Edi.

Baca juga: Sekolah Terendam Banjir, Para Siswa SD Ini Belajar di Tenda

Lantaran kasihan, lanjut Edi, sekolah itu dibuka kembali tetapi digabung dengan SDN Kare 7 yang berjarak lima kilometer dari rumah warga. Sementara, induknya tetap berada di SDN Kare 6 yang berjarak 12 kilometer dari pemukiman warga. Tetapi, rapornya tetap menggunakan SDN Kare 7 karena lokasi sekolahnya sendiri-sendiri.

Sementara,  kalau Ujian Nasional siswanya menumpang di SDN Kare 1 dan ujian semesteran di SDN Kare 6.

Sejak kehabisan murid, tidak ada kebijakan menambah tenaga guru. Edi merangkap sebagai guru dan wali kelas.

"SDN Kare 7 berdiri sendiri. Hanya saja kantornya ikut SDN Kare 6 yang jumlah muridnya ratusan siswa. SDN Kare 7 tidak bisa berdiri sendiri karena tidak ada komputer dan pegawai yang mengurus administrasi," jelas Edi.

Sebagai guru tunggal di SD itu, banyak tantangan yang harus dihadapinya. Saat musim penghujan tiba, ia acapkali harus berjalan kaki, jatuh dari bersepeda motor hingga berguling di tanah.

"Perjalanan dari Maospati ke Kare memakan waktu 2 jam dengan jarak 60 kilometer. Sebenarnya tidak jauh tetapi jalannya licin dan rusak maka harus pelan-pelan laju kendaraannya. Apalagi, di samping jalan ada jurang dan bukit," kata Edi.

Selain jauh dari infrastruktur yang layak, kondisi tiga siswa Edi juga mencemaskan. Tiga anak didiknya saat ini mengalami kekurangan gizi dan kedua orang tuanya agak mengalami keterbelakangan mental.

"Terkadang kami harus mencari anak-anak dulu karena mereka bersembunyi di kandang, kebun dan di kamar mandi. Untuk menarik minat mereka belajar, saya sering membawa makanan ringan agar mereka semangat bersekolah," tutur Edi.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com