Mega Imbiri adalah anak perempuan dari seorang nelayan dan ibu rumah tangga yang keduanya merupakan penduduk asli Papua.
"Ayah saya harus pergi ke laut setiap hari dan kadang-kadang kembali dengan hasil tangkapan ikan yang sangat sedikit. Ayah saya harus berani menembus hujan, menghadang ombak, dan lautan. Saat kecil, saya sering memegang kedua tangannya yang terasa kasar," Mega Imbiri bercerita dengan lancarnya.
Tapi dia tak ingin mengikuti jejak orang tuanya. Mega Imbiri bercita-cita menjadi pekerja kantoran.
"Saya membayangkan diri saya meninggalkan rumah jam 8 pagi dengan pakaian yang rapi dan pulang pada pukul 4 sore untuk kembali bertemu keluarga saya. Itulah hidup yang saya inginkan," dia mengungkapkan.
Sorong yang berubah
Papua telah lama dianggap sebagai daerah yang paling memiliki banyak masalah di Indonesia
Namun, Sorong yang berada di "ujung" pulau itu, telah banyak berhasil lolos dari berbagai gejolak dalam negeri. Kota ini bahkan mendapat banyak manfaat dari fokus pemerintahan saat ini yang terus memperkuat hubungan transportasi dengan wilayah-wilayah lainnya.
Hal ini menciptakan “dorongan” lebih dari sekadar ingin menyetarakan Sorong dengan Timika, kota utama Papua yang memiliki tambang Grasberg. Kita tahu, tambang ini memiliki kandungan emas terbesar di dunia dan tembaganya terbesar kedua, yang dikelola perusahaan tambang Amerika Serikat, Freeport-McMoran.
Ketiga perempuan muda ini menghadirkan sebuah "putaran" positif di wilayah Indonesia Timur. Keberagaman agama yang mereka anut sangatlah luar biasa: Maria Hestina menganut Katolik, Maria Korwa Kristen Pentakosta, dan Mega Imbiri Kristen Protestan.
Maria Hestina merupakan generasi transmigran pertama, sementara Maria Korwa dan Mega Imbiri orang asli Papua. Ketiganya saling bersahabat. Mereka bersama-sama menjual tas di sebuah stan acara Natal di Mal Ramayana, Sorong.
Mereka semua juga kuliah di jurusan yang sama, berjuang meraih gelar Sarjana Administrasi Publik. Mereka dipertemukan bersama di sebuah universitas yang didirikan oleh organisasi Islam terbesar kedua di negeri ini, Muhammadiyah.
Maria Korwa tanpa ragu menjelaskan masalah-masalah yang sering terjadi di daerahnya
"Di Sorong ini banyak kriminalitas. Setiap hari ada perampokan karena banyak pecandu alkolhol dan obat-obatan, seperti mengendus lem yang kini banyak dilakukan para remaja di sini," tuturnya.
Maria Hestina menambahkan, "Sekitar 2005-2006, pasokan air sangat kurang dan sering terjadi pemadaman listrik. Saat ini sudah lebih baik, tapi tetap masih banyak yang harus diperbaiki."
"Harga minyak tanah juga naik. Sekarang Rp 5.000 per liter. Saya tahu karena ibu saya menjual bahan bakar minyak. Orang-orang masih susah belinya."